Presiden Dipilih MPR Lagi? Pelajaran dari Sejarah Pemilihan Presiden di Indonesia

Alvin Karunia By Alvin Karunia
5 Min Read
Presiden Dipilih MPR Lagi? Pelajaran dari Sejarah Pemilihan Presiden di Indonesia
Presiden Dipilih MPR Lagi? Pelajaran dari Sejarah Pemilihan Presiden di Indonesia
- Advertisement -

jfid – Dalam beberapa tahun terakhir, wacana tentang kembalinya sistem pemilihan presiden ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menjadi perbincangan hangat di kalangan elit politik Indonesia.

Mantan Ketua MPR periode 1999-2004, Amien Rais, baru-baru ini menyatakan bahwa ia setuju jika sistem pemilihan presiden dikembalikan ke MPR seperti sebelum era reformasi.

Alasan di balik dukungannya adalah pengakuan bahwa ia dan timnya mungkin telah terlalu optimis ketika mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung, dengan harapan dapat menekan terjadinya politik uang.

Pemilihan presiden di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan signifikan sejak awal kemerdekaan.

Ad image

Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, presiden dipilih oleh MPR. Sistem ini didasarkan pada konstitusi awal Indonesia, yang menganggap MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan memilih presiden.

Namun, seiring dengan jatuhnya Orde Baru dan dimulainya era Reformasi pada akhir 1990-an, terjadi perubahan besar dalam sistem politik Indonesia.

Pada tahun 1999, di bawah kepemimpinan Amien Rais sebagai Ketua MPR, sistem pemilihan presiden diubah menjadi pemilihan langsung oleh rakyat.

Langkah ini diambil dengan harapan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan, serta mengurangi praktik politik uang yang merajalela pada masa Orde Baru.

“Saat itu, kami berpikir bahwa pemilihan langsung oleh rakyat akan menjadi solusi terbaik untuk meminimalisir politik uang,” kata Amien Rais dalam wawancara baru-baru ini .

Namun, seiring berjalannya waktu, sistem pemilihan langsung juga menunjukkan kekurangannya.

Amien Rais mengakui bahwa harapan untuk menghapus politik uang ternyata tidak sepenuhnya tercapai.

“Kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin,” ungkap Amien Rais dalam wawancara dengan Kompas .

Kritik terhadap sistem pemilihan langsung tidak hanya datang dari Amien Rais.

Beberapa pengamat politik dan akademisi juga mengungkapkan kekhawatiran mereka bahwa sistem ini membuka peluang lebih besar bagi politik uang dan manipulasi suara, terutama di daerah-daerah yang akses informasi dan pendidikan politiknya masih terbatas.

Wacana untuk mengembalikan sistem pemilihan presiden ke MPR kembali mencuat di tengah kekecewaan terhadap sistem pemilihan langsung.

Amien Rais, dalam beberapa kesempatan, menyatakan dukungannya terhadap ide ini dengan alasan bahwa MPR sebagai lembaga tertinggi negara dapat berfungsi lebih optimal dan mengurangi praktik politik uang.

“Dengan kembali ke sistem pemilihan oleh MPR, kita bisa memperkuat peran lembaga ini dan mengurangi pengaruh uang dalam politik,” jelas Amien Rais .

Namun, gagasan ini tidak lepas dari kontroversi dan kritik. Banyak pihak yang khawatir bahwa kembalinya sistem pemilihan presiden ke MPR akan mengurangi transparansi dan akuntabilitas.

Mereka juga mempertanyakan apakah MPR benar-benar memiliki kapasitas untuk menghindari politik uang yang justru bisa lebih terkonsentrasi di tangan beberapa elit politik.

Kritik terhadap ide ini datang dari berbagai kalangan, termasuk politisi, akademisi, dan masyarakat sipil.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, menilai bahwa pemilihan langsung adalah bagian dari demokrasi yang tidak boleh dikurangi.

“Pemilihan langsung adalah bentuk dari kedaulatan rakyat. Mengembalikan sistem pemilihan ke MPR berarti kita mundur dari semangat Reformasi,” tegas Titi .

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kembalinya sistem pemilihan oleh MPR dapat membuka jalan bagi kembalinya oligarki politik, di mana keputusan-keputusan penting hanya dibuat oleh segelintir elit politik tanpa partisipasi rakyat.

“Dalam sistem demokrasi, keterlibatan rakyat dalam proses pemilihan adalah hal yang sangat penting. Kita tidak boleh mengabaikan suara rakyat,” tambah Titi.

Wacana kembalinya sistem pemilihan presiden ke MPR telah menjadi perbincangan hangat di kalangan elit politik Indonesia.

Amien Rais, mantan Ketua MPR, menyatakan dukungannya terhadap ide ini karena ia merasa sistem pemilihan langsung tidak berhasil menghapus politik uang seperti yang diharapkan.

Namun, ide ini juga menimbulkan kritik dan kontroversi dari berbagai pihak yang khawatir akan berkurangnya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi rakyat dalam proses demokrasi.

Untuk saat ini, wacana ini masih dalam tahap diskusi dan belum diimplementasikan secara resmi.

Yang pasti, apapun keputusan yang diambil nantinya, haruslah didasarkan pada semangat untuk memperkuat demokrasi dan kedaulatan rakyat Indonesia.

- Advertisement -
Share This Article