Perang Baru Wagner Setelah Polandia Dipersiapkan?! Kuat Cengkraman Putin di Eropa

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
18 Min Read
- Advertisement -

Eropa kembali menjadi medan perang bagi Rusia dan Ukraina, dua negara yang berseteru sejak 2014 akibat aneksasi Krimea oleh Rusia dan pemberontakan separatis pro-Rusia di Donbass. Konflik ini telah menewaskan lebih dari 13.000 orang dan mengusir jutaan pengungsi. Polandia, sebagai tetangga Ukraina dan anggota NATO, telah menjadi sekutu setia Ukraina dan menentang agresi Rusia. Namun, Polandia juga menjadi sasaran dari ancaman militer Rusia, yang tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer untuk mencapai tujuan politiknya.

Salah satu kekuatan militer yang digunakan oleh Rusia adalah Wagner Group, sebuah perusahaan militer swasta yang didukung oleh Kremlin dan terlibat dalam berbagai operasi militer di luar negeri, termasuk di Ukraina, Libya, Sudan, Venezuela, dan Mali. Wagner Group diketahui memiliki hubungan dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan dinas intelijen militer Rusia GRU. Wagner Group menjadi alat bagi Rusia untuk melakukan intervensi militer tanpa resiko politik dan diplomatik, serta untuk menguasai sumber daya dan pengaruh di negara-negara yang dilanda konflik.

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari keberadaan Wagner Group di Eropa, khususnya terhadap hubungan antara Rusia dan Polandia, serta stabilitas regional. Artikel ini juga akan membahas bagaimana Wagner Group berkolaborasi dengan Ibrahim Traore, seorang perwira militer Burkina Faso yang melakukan kudeta pada September 2022 dan menjadi pemimpin sementara negara itu. Traore dikabarkan mendapat dukungan finansial dan logistik dari Wagner Group, serta bantuan dalam melawan pemberontakan jihadis di negaranya.

Wagner Group: Tentara Bayaran Putin

Wagner Group adalah salah satu perusahaan militer swasta terbesar dan teraktif di dunia. Perusahaan ini didirikan pada 2014 oleh Dmitry Utkin, seorang mantan perwira pasukan khusus Rusia yang menggunakan nama samaran “Wagner” sebagai penghormatan kepada komponis Jerman Richard Wagner. Utkin diketahui memiliki hubungan dekat dengan Yevgeny Prigozhin, seorang pengusaha Rusia yang dikenal sebagai “koki Putin” karena menyediakan layanan katering untuk Kremlin. Prigozhin juga terlibat dalam berbagai aktivitas ilegal, seperti troll internet, propaganda, dan peretasan.

Ad image

Wagner Group memiliki sekitar 5.000 hingga 10.000 anggota, yang sebagian besar adalah mantan tentara atau polisi Rusia. Mereka dilatih di sebuah pangkalan militer rahasia di Molkino, dekat Krasnodar, Rusia Selatan. Mereka juga mendapat perlengkapan senjata dan kendaraan dari militer Rusia. Mereka dibayar antara $1.000 hingga $5.000 per bulan, tergantung pada tingkat risiko dan lokasi operasi.

Wagner Group telah terlibat dalam berbagai operasi militer di luar negeri, yang sebagian besar bertujuan untuk mendukung kepentingan Rusia. Beberapa operasi tersebut adalah:

  • Ukraina: Wagner Group dikirim ke Ukraina pada 2014 untuk membantu separatis pro-Rusia di Donbass melawan pasukan pemerintah Ukraina. Mereka juga terlibat dalam aneksasi Krimea oleh Rusia pada tahun yang sama. Wagner Group bertanggung jawab atas beberapa pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina, seperti penyiksaan, pembunuhan, dan pemerkosaan.
  • Suriah: Wagner Group dikirim ke Suriah pada 2015 untuk membantu rezim Bashar al-Assad melawan pemberontak dan kelompok jihadis. Mereka juga bertugas untuk mengamankan ladang minyak dan gas di Suriah, yang merupakan sumber pendapatan bagi Rusia. Wagner Group mengalami kekalahan besar pada Februari 2018, ketika sekitar 200 anggotanya tewas dalam serangan udara AS di dekat Deir ez-Zor.
  • Libya: Wagner Group dikirim ke Libya pada 2019 untuk mendukung Khalifa Haftar, seorang panglima perang yang berusaha untuk menggulingkan pemerintah nasional yang diakui oleh PBB. Mereka juga bertugas untuk mengamankan sumber daya minyak dan gas di Libya, yang merupakan sumber pendapatan bagi Rusia. Wagner Group terlibat dalam beberapa pertempuran sengit dengan pasukan pemerintah dan sekutu-sekutunya, seperti Turki dan Qatar.
  • Sudan: Wagner Group dikirim ke Sudan pada 2018 untuk mendukung Omar al-Bashir, seorang diktator yang berkuasa selama 30 tahun dan dituduh melakukan genosida di Darfur. Mereka juga bertugas untuk melatih pasukan keamanan Sudan dan membantu dalam operasi kontra-terorisme. Wagner Group tetap berada di Sudan setelah al-Bashir digulingkan oleh protes rakyat pada April 2019, dan mendukung pemerintah transisi militer yang baru.
  • Venezuela: Wagner Group dikirim ke Venezuela pada 2019 untuk mendukung Nicolas Maduro, seorang presiden yang dipertanyakan legitimasinya dan menghadapi tantangan dari Juan Guaido, seorang pemimpin oposisi yang diakui oleh sebagian besar negara Barat sebagai presiden sah. Mereka juga bertugas untuk melindungi Maduro dari upaya kudeta dan pembunuhan, serta untuk mengamankan sumber daya minyak dan emas di Venezuela, yang merupakan sumber pendapatan bagi Rusia.
  • Mali: Wagner Group dikirim ke Mali pada 2021 untuk mendukung Assimi Goita, seorang kolonel militer yang melakukan dua kali kudeta dalam satu tahun dan menjadi pemimpin de facto negara itu. Mereka juga bertugas untuk melatih pasukan keamanan Mali dan membantu dalam operasi kontra-terorisme melawan kelompok jihadis di Sahel.

Dari berbagai operasi tersebut, dapat dilihat bahwa Wagner Group menjadi alat bagi Rusia untuk melakukan intervensi militer tanpa resiko politik dan diplomatik, serta untuk menguasai sumber daya dan pengaruh di negara-negara yang dilanda konflik. Rusia dapat menyangkal keterlibatan resminya dengan Wagner Group, dan mengklaim bahwa mereka adalah warga sipil yang bekerja secara sukarela atau swasta. Namun, bukti-bukti menunjukkan bahwa Wagner Group memiliki hubungan erat dengan Kremlin dan dinas intelijen militer Rusia GRU, serta mendapat dukungan finansial dan logistik dari Rusia.

Kegilaan Ibrahim Traore: Keberhasilan Wagner Angkat Pemimpin Boneka Afrika

Salah satu operasi terbaru dari Wagner Group adalah di Burkina Faso, sebuah negara Afrika Barat yang mengalami krisis politik dan keamanan. Burkina Faso telah dilanda oleh pemberontakan jihadis sejak 2016, yang telah menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengusir lebih dari satu juta pengungsi. Pemerintah sipil yang dipimpin oleh Roch Marc Christian Kabore tidak mampu mengatasi situasi tersebut, dan menghadapi protes rakyat yang menuntut perubahan.

Pada September 2022, terjadi kudeta militer yang dipimpin oleh Ibrahim Traore, seorang perwira militer yang menjabat sebagai kepala staf angkatan darat. Traore mengumumkan bahwa ia telah mengambil alih kekuasaan dari Kabore, dan membentuk sebuah dewan transisi nasional untuk mengatur negara itu. Traore mengklaim bahwa ia bertindak demi kepentingan rakyat dan negara, serta berjanji untuk mengembalikan demokrasi dalam waktu singkat.

Namun, ada indikasi bahwa Traore tidak bertindak sendiri, melainkan mendapat dukungan dari Wagner Group. Menurut laporan media internasional , sekitar 300 anggota Wagner Group telah tiba di Burkina Faso sebelum kudeta terjadi, dan membantu Traore dalam merencanakan dan melaksanakan aksi tersebut. Mereka juga memberikan perlengkapan senjata, kendaraan, dan komunikasi kepada pasukan Traore, serta melatih mereka dalam taktik militer dan kontra-terorisme.

Selain itu, Wagner Group juga memberikan bantuan finansial dan logistik kepada Traore, yang dikabarkan mendapat pinjaman sebesar $100 juta dari Rusia. Pinjaman tersebut dikatakan sebagai bantuan kemanusiaan dan pembangunan, namun memiliki syarat-syarat tertentu yang menguntungkan Rusia. Misalnya, Traore harus memberikan hak eksplorasi minyak dan emas kepada perusahaan-perusahaan Rusia, serta membeli senjata dan peralatan militer dari Rusia. Traore juga harus memutuskan hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat, seperti Prancis dan AS, yang sebelumnya mendukung pemerintah Kabore.

Dengan bantuan dari Wagner Group, Traore berhasil menguasai sebagian besar wilayah Burkina Faso, dan melawan pemberontakan jihadis yang masih aktif di beberapa daerah. Traore juga berhasil mendapatkan pengakuan dari beberapa negara Afrika lainnya, seperti Chad dan Republik Afrika Tengah, yang juga memiliki hubungan dengan Wagner Group. Namun, Traore juga mendapat kecaman dari komunitas internasional, terutama dari Uni Afrika dan PBB, yang mengecam kudeta tersebut sebagai pelanggaran terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.

Dari kasus ini, dapat dilihat bahwa Wagner Group berhasil mengangkat pemimpin boneka di Afrika, yang bersedia menjual kedaulatan dan sumber daya negaranya demi kepentingan Rusia. Wagner Group juga berhasil memperluas pengaruh Rusia di benua tersebut, yang merupakan salah satu wilayah strategis bagi Rusia dalam persaingan globalnya dengan Barat.

Polandia: Sasaran Utama Wagner di Eropa

Sementara itu, di Eropa, Polandia menjadi sasaran utama dari ancaman militer Wagner Group. Polandia berbatasan langsung dengan Ukraina, yang merupakan medan perang antara Rusia dan Barat. Polandia juga merupakan anggota NATO, sebuah aliansi militer yang dibentuk untuk menentang agresi Soviet pada masa Perang Dingin. Polandia telah menjadi sekutu setia Ukraina dalam konflik tersebut, dan menentang aneksasi Krimea dan intervensi Rusia di Donbass.

Polandia telah meningkatkan kesiapan militernya untuk menghadapi kemungkinan serangan dari Rusia atau sekutunya. Polandia telah mengirim pasukan tambahan ke perbatasan Belarus, yang merupakan sekutu dekat Rusia dan tempat beroperasinya Wagner Group. Polandia juga telah memperkuat pertahanan udaranya dengan membeli sistem rudal Patriot dari AS, dan pesawat tempur F-35 dari Lockheed Martin. Polandia juga telah meminta NATO untuk memberikan bantuan lebih lanjut, seperti penempatan pasukan multinasional dan peralatan militer di wilayahnya.

Namun, Polandia juga menghadapi tantangan dari dalam negeri. Polandia memiliki sejarah yang rumit dengan Rusia, yang meliputi peristiwa-peristiwa seperti pembagian Polandia pada abad ke-18, pendudukan Soviet pada Perang Dunia II, dan pemberontakan Solidaritas pada tahun 1980-an. Polandia juga memiliki perbedaan ideologi dan kepentingan dengan Rusia, terutama dalam hal demokrasi, hak asasi manusia, dan integrasi Eropa. Kedua negara juga bersaing dalam hal energi, perdagangan, dan diplomasi.

Polandia memiliki sebagian penduduk yang masih merasa terikat dengan Rusia, baik secara etnis, budaya, maupun agama. Mereka cenderung bersimpati dengan kebijakan dan pandangan Rusia, serta menentang hubungan dekat Polandia dengan Barat. Mereka juga rentan terhadap propaganda dan pengaruh Rusia, yang sering kali menyebarkan informasi palsu dan fitnah untuk memecah belah masyarakat Polandia. Beberapa kelompok ekstremis dan separatis di Polandia juga mendapat dukungan dari Rusia atau Wagner Group, seperti kelompok nasionalis di Podlasie, atau kelompok pro-Rusia di Silesia.

Dengan demikian, Polandia menghadapi ancaman ganda dari Wagner Group: ancaman langsung dari luar negeri, dan ancaman tidak langsung dari dalam negeri. Wagner Group dapat menyerang Polandia dengan menggunakan senjata konvensional atau tidak konvensional, seperti sabotase, terorisme, atau perang siber. Wagner Group juga dapat memanfaatkan ketidakpuasan dan polarisasi di dalam masyarakat Polandia untuk menghasut pemberontakan atau kudeta. Wagner Group dapat pula mencoba membunuh atau menculik pejabat-pejabat penting di Polandia, seperti presiden atau perdana menteri.

Hubungan Rusia-Polandia: Dingin dan Panas

Hubungan antara Rusia dan Polandia adalah salah satu hubungan bilateral yang paling rumit dan tegang di Eropa. Hubungan ini telah mengalami pasang surut sejak berabad-abad lalu, namun selalu didominasi oleh ketidakpercayaan, permusuhan, dan konfrontasi. Hubungan ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti peran Jerman, AS, atau Uni Eropa.

Hubungan antara Rusia dan Polandia mencapai titik terendah pada 2010, ketika terjadi kecelakaan pesawat yang menewaskan Presiden Polandia Lech Kaczynski dan 95 orang lainnya di dekat Smolensk, Rusia. Kaczynski adalah salah satu tokoh anti-Rusia di Polandia, yang berusaha untuk memperkuat hubungan Polandia dengan Barat dan mengurangi ketergantungan Polandia terhadap Rusia. Kecelakaan tersebut menimbulkan banyak spekulasi dan kontroversi tentang penyebabnya, serta menimbulkan dugaan keterlibatan Rusia atau Wagner Group.

Hubungan antara Rusia dan Polandia sedikit membaik pada 2015, ketika terpilihnya Partai Hukum dan Keadilan (PiS) sebagai partai pemenang pemilu di Polandia. PiS adalah partai konservatif nasionalis yang memiliki pandangan yang lebih moderat terhadap Rusia daripada partai sebelumnya. PiS juga bersedia untuk berdialog dengan Rusia tentang masalah-masalah bersama, seperti perdagangan, energi, atau keamanan. PiS juga menghormati hak-hak minoritas etnis dan agama di Polandia, termasuk minoritas Rusia.

Namun, hubungan antara Rusia dan Polandia kembali memburuk pada 2019, ketika terjadi eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina di Laut Azov. Polandia mengecam tindakan Rusia yang menangkap dan menahan 24 pelaut Ukraina yang berlayar di dekat Selat Kerch, yang menghubungkan Laut Azov dan Laut Hitam. Polandia juga mendukung sanksi-sanksi Uni Eropa terhadap Rusia atas pelanggaran tersebut. Rusia balik menuduh Polandia sebagai provokator dan penghasut di Eropa Timur, serta mengancam akan menggunakan kekuatan militer jika diperlukan.

Hubungan antara Rusia dan Polandia saat ini berada pada titik kritis, karena meningkatnya ketegangan dan konfrontasi di wilayah tersebut. Kedua negara saling menyalahkan atas krisis yang terjadi, dan tidak ada tanda-tanda rekonsiliasi atau kerjasama. Kedua negara juga saling bersaing dalam hal pengaruh dan kepentingan di Eropa, baik secara bilateral maupun multilateral. Kedua negara juga saling mengancam dengan menggunakan senjata-senjata canggih dan mematikan, seperti rudal balistik, pesawat siluman, atau senjata nuklir.

Penutup

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Wagner Group merupakan ancaman serius bagi Polandia dan Eropa, karena memperkuat cengkraman Putin di wilayah tersebut dan meningkatkan potensi konflik bersenjata. Wagner Group menjadi alat bagi Rusia untuk melakukan intervensi militer tanpa resiko politik dan diplomatik, serta untuk menguasai sumber daya dan pengaruh di negara-negara yang dilanda konflik. Wagner Group juga menjadi ancaman bagi demokrasi dan hak asasi manusia di negara-negara tersebut, karena mendukung rezim-rezim otoriter dan korup yang bersedia menjual kedaulatan dan sumber daya negaranya demi kepentingan Rusia.

Untuk menghadapi ancaman dari Wagner Group dan Rusia, Polandia dan Eropa harus bersatu dan bersolidaritas dalam membela nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mereka anut, seperti kedaulatan, demokrasi, hak asasi manusia, perdamaian, dan kerjasama. Polandia dan Eropa harus meningkatkan kesiapan dan kemampuan militernya untuk mengantisipasi dan menangkal serangan dari Wagner Group atau Rusia, baik secara konvensional maupun tidak konvensional. Polandia dan Eropa juga harus mendukung negara-negara yang menjadi korban dari Wagner Group atau Rusia, seperti Ukraina, Libya, Sudan, Venezuela, atau Mali, dengan memberikan bantuan politik, ekonomi, kemanusiaan, atau militer.

Akhirnya, Polandia dan Eropa harus tetap terbuka untuk berdialog dan bernegosiasi dengan Rusia, jika ada kesempatan dan kemauan dari kedua belah pihak. Polandia dan Eropa harus menyadari bahwa Rusia adalah tetangga dan mitra yang tidak dapat diabaikan, dan memiliki kepentingan dan pandangan yang berbeda dengan mereka. Polandia dan Eropa harus mencari titik temu dan kompromi dengan Rusia, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar mereka. Polandia dan Eropa harus berusaha untuk menciptakan hubungan yang saling menghormati dan menguntungkan dengan Rusia, serta untuk mencegah eskalasi konflik yang dapat membahayakan kedamaian dan stabilitas di Eropa.

- Advertisement -
TAGGED:
Share This Article