jfid – Harga emas mengalami tekanan pada awal pekan ini, seiring dengan meningkatnya ekspektasi pasar terhadap data inflasi Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis pada Rabu (13/9/2023).
Data tersebut dianggap sebagai penentu arah kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang berpengaruh besar terhadap nilai tukar dolar AS dan permintaan emas global.
Menurut data Trading Economic, inflasi umum AS diperkirakan akan melonjak ke 3,6% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, dari bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.
Apabila inflasi umum naik sesuai perkiraan ini bakal menjadi kenaikan kedua yang terjadi setelah mencapai titik terendah 3% yoy pada Juni lalu. Sementara dari inflasi inti diperkirakan akan melandai ke 4,3% yoy dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 4,7% yoy.
Kenaikan inflasi umum di atas ekspektasi pasar dapat menimbulkan spekulasi bahwa The Fed akan segera mengurangi stimulus moneter yang diberikan selama pandemi Covid-19.
Stimulus tersebut berupa pembelian aset senilai US$ 120 miliar per bulan dan suku bunga acuan mendekati nol. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja di AS.
Namun, kebijakan tersebut juga berdampak negatif terhadap nilai dolar AS dan daya beli masyarakat. Dolar AS melemah karena meningkatnya jumlah uang beredar, sementara daya beli masyarakat menurun karena kenaikan harga barang dan jasa.
Hal ini menguntungkan bagi pemilik emas, karena emas merupakan aset lindung nilai yang dapat melindungi nilai kekayaan dari inflasi.
Emas juga memiliki korelasi negatif dengan dolar AS, yang berarti ketika dolar AS melemah, harga emas cenderung menguat, dan sebaliknya.
Hal ini disebabkan karena emas dihargai dalam dolar AS di pasar internasional, sehingga perubahan nilai tukar dolar AS akan mempengaruhi permintaan emas dari negara-negara lain.
Namun, apabila The Fed mulai mengurangi stimulus moneter atau yang dikenal dengan tapering, maka hal ini dapat memicu penguatan dolar AS dan penurunan harga emas.
Pasalnya, tapering menunjukkan bahwa The Fed optimis terhadap prospek perekonomian AS dan siap untuk menaikkan suku bunga acuan di masa depan. Suku bunga yang lebih tinggi dapat meningkatkan daya tarik dolar AS sebagai aset investasi yang memberikan imbal hasil.
Oleh karena itu, pemilik emas saat ini gelisah menanti data inflasi AS yang dapat memberikan petunjuk tentang kapan tapering akan dimulai. Sejauh ini, The Fed belum memberikan sinyal yang jelas tentang rencana taperingnya.
Ketua The Fed, Jerome Powell, mengatakan bahwa The Fed masih ingin melihat kemajuan substansial lebih lanjut dalam pasar tenaga kerja dan inflasi sebelum memulai tapering.
Beberapa analis memperkirakan bahwa The Fed akan mengumumkan tapering pada pertemuan tahunan Jackson Hole pada Agustus mendatang atau pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada September mendatang.
Namun, ada juga yang meragukan bahwa The Fed akan terburu-buru mengambil keputusan tersebut, mengingat masih adanya risiko penyebaran varian Delta dari Covid-19 yang dapat mengganggu pemulihan ekonomi AS.
Sementara itu, harga emas di pasar spot pada perdagangan hari ini, Senin (11/9/2023) pukul 06:16 WIB ada di posisi US$ 1917,49 WIB per troy ons atau melemah 0,02%.
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif emas yang juga melemah 0,07% pada perdagangan terakhir pekan lalu. Secara keseluruhan, harga emas jatuh 1,08% sepekan.
Di pasar domestik, harga emas Antam ukuran 1 gram dibanderol di Rp 1.095.000, harganya naik Rp4.000 dari posisi kemarin. Kenaikan ini sejalan dengan pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang berada di level Rp 14.430 per dolar AS pada pukul 06:30 WIB.