jfid Jakarta – Setelah hampir empat bulan berlarut-larut, kasus dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyeret nama Rocky Gerung akhirnya berakhir. Tim bantuan hukum PDIP memutuskan untuk mencabut laporannya terhadap Rocky Gerung di Bareskrim Polri pada Senin (29/11/2023).
Laporan ini terkait pernyataan Rocky yang diduga menghina Presiden Jokowi lewat pernyataan ‘bajingan tolol’ dalam acara persiapan Aksi Akbar 10 Agustus 2023. Rocky dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 28 UU Nomor 19 Tahun 2016, Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, serta KUHP Pasal 156 dan 160.
Namun, pencabutan laporan ini bukan berarti PDIP menganggap Rocky Gerung tidak bersalah. Menurut Ketua Tim Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPP PDIP, Trimedya Panjaitan, keputusan ini diambil karena PDIP tidak ingin kasus ini menjadi konsumsi politik menjelang Pemilu 2024.
“Kami tidak ingin kasus ini menjadi konsumsi politik, apalagi menjelang Pemilu 2024. Kami tidak ingin ada pihak-pihak yang memanfaatkan kasus ini untuk mengadu domba rakyat dengan presiden,” kata Trimedya dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (29/11/2023).
Trimedya menegaskan, pencabutan laporan ini bukan berarti perdamaian antara PDIP dan Rocky Gerung. Ia mengatakan, PDIP tetap menuntut Rocky Gerung untuk meminta maaf secara terbuka kepada Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia atas pernyataannya yang dianggap menghina.
“Kami tetap menuntut Rocky Gerung untuk meminta maaf secara terbuka kepada Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia. Kami berharap Rocky Gerung bisa introspeksi diri dan tidak mengulangi perbuatannya yang tidak terpuji itu,” ujar Trimedya.
Sementara itu, Rocky Gerung sendiri menyambut baik pencabutan laporan PDIP. Ia mengatakan, ia tidak merasa bersalah dan tidak pernah menghina Presiden Jokowi. Ia mengklaim, pernyataannya adalah bentuk kritik yang sah dalam demokrasi.
“Bagi saya, ini bukan penghinaan, tapi kritik. Saya tidak pernah menghina presiden, tapi mengkritik kebijakannya yang tidak sesuai dengan konstitusi. Saya tidak perlu minta maaf, karena saya tidak salah,” kata Rocky Gerung dalam wawancara dengan Kompas TV, Senin (29/11/2023).
Rocky Gerung juga mengatakan, ia tidak takut dengan ancaman hukum yang dihadapinya. Ia mengaku siap menghadapi proses hukum jika laporan PDIP tidak dicabut. Ia bahkan menantang PDIP untuk membuktikan tuduhannya di pengadilan.
“Saya tidak takut dengan laporan PDIP. Saya siap menghadapi proses hukum jika laporan itu tidak dicabut. Saya malah ingin PDIP membuktikan tuduhannya di pengadilan. Saya yakin saya tidak bersalah,” tegas Rocky Gerung.
Kasus Rocky Gerung ini telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebagian pihak mendukung langkah PDIP melaporkan Rocky Gerung karena dianggap telah melecehkan presiden sebagai simbol negara. Sebagian lainnya membela Rocky Gerung karena dianggap hanya menyampaikan kritik yang konstruktif.
Salah satu yang mendukung Rocky Gerung adalah Koalisi Aksi Bela Negara (KABN), yang merupakan organisasi masyarakat sipil yang menolak rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. KABN menganggap laporan PDIP sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan berpendapat.
“Kami mendukung Rocky Gerung sebagai salah satu tokoh yang kritis terhadap rencana pemindahan ibu kota. Kami mengecam laporan PDIP sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan berpendapat. Kami menuntut PDIP mencabut laporannya dan menghentikan kriminalisasi terhadap Rocky Gerung,” kata Koordinator KABN, Ahmad Yani, dalam keterangan tertulis, Kamis (3/8/2023).
Di sisi lain, salah satu yang mendesak Rocky Gerung untuk meminta maaf adalah Relawan Jokowi (Rela Jokowi), yang merupakan organisasi relawan pendukung Presiden Jokowi. Rela Jokowi menganggap pernyataan Rocky Gerung sebagai bentuk penghinaan yang tidak pantas.
“Kami menuntut Rocky Gerung untuk meminta maaf secara terbuka kepada Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia. Kami menganggap pernyataan Rocky Gerung sebagai bentuk penghinaan yang tidak pantas. Kami mendukung langkah PDIP melaporkan Rocky Gerung ke polisi,” kata Ketua Rela Jokowi, Joko Santoso, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Dengan pencabutan laporan PDIP, Rocky Gerung kini bebas dari jerat hukum. Namun, apakah ia juga bebas dari jerat moral? Apakah ia akan mengubah sikapnya dan menghormati presiden sebagai pemimpin bangsa? Ataukah ia akan tetap bersikeras dan mengulangi pernyataannya yang kontroversial? Hanya waktu yang bisa menjawab.