jfid – Jakarta – Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2023 yang berlangsung pada 18-20 September 2023 di Jakarta mengeluarkan sejumlah keputusan penting terkait isu-isu aktual yang dihadapi umat Islam.
Salah satu keputusan yang menarik perhatian adalah larangan meminta fatwa menggunakan sarana kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
AI adalah teknologi yang mampu memproses bahasa alami (natural language processing/NLP) dan memberikan jawaban dengan kata-kata yang dimengerti manusia.
AI dibentuk dengan menggabungkan nalar linguistik dan statistik, sehingga dalam beberapa hal AI mungkin “lebih cerdas” ketimbang manusia.
Namun, kecerdasan buatan ini ternyata tidak memenuhi syarat untuk mencari informasi terkait fatwa. Menurut Ketua Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah Munas Alim Ulama NU, KH Hasan Nuri Hidayatullah, AI belum bisa menjadi objek untuk memohon fatwa karena unsur kebenarannya belum terjamin.
“Kaitannya dengan kecerdasan buatan tentang suatu hal yang dibahas mengenai boleh-nya bertanya kepada AI yang dalam hal untuk dijadikan sebagai pedoman atau dipedomani, itu dilarang ataupun diharamkan atau tidak boleh,” ujar KH Hasan Nuri Hidayatullah dalam konferensi pers di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Alasan lain yang mendasari larangan ini adalah karena sebagian besar teknologi AI masih diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang basisnya nonmuslim.
Hal ini berpotensi menimbulkan bias atau kesalahan dalam memberikan jawaban yang sesuai dengan paham ahlussunah wal jamaah.
“Harapannya NU kedepannya bisa membangun AI sendiri. Agar isinya terjamin dari ulama dan ahli yang jelas,” kata KH Hasan Nuri Hidayatullah.
Keputusan ini tentu menjadi peringatan bagi umat Islam agar tidak mudah terpengaruh oleh teknologi AI yang bisa menyesatkan.
Umat Islam harus tetap mengacu pada sumber-sumber yang kredibel dan otoritatif untuk memperoleh fatwa yang benar dan sesuai dengan syariat Islam.