Nilai Ekspor Naik: Industri Manufaktur Kelautan dan Perikanan Menyumbang Sepuluh Persen di Tengah Pandemi

Rusdianto Samawa By Rusdianto Samawa
7 Min Read
- Advertisement -

Menulis dari Bandar Udara Surabaya Menuju Lombok Sumbawa


jfid – “Seorang Purn. Jenderal bertanya via WhatsApp: Mas, Rusdi apa prestasi mas Menteri Edhy Prabowo saat ini?. Saya menjawab: “izinkan Cantrang beroperasi, membuka keran ekspor kepiting, rajungan, lobster. Selain itu, memaksimalkan produksi rumput laut seluruh Indonesia. Mencabut Peraturan Menteri yang bertentangan dengan sektor Manufaktur yang berasal dari industri olahan: ikan.”

Lalu saya bertanya: “Pak Jenderal adakah yang keberatan?.” Jawaban beliau sang Jenderal itu: “cuma ibu mantan menteri yang keberatan, beliau sekarang kembali jadi aktivis yang lantang dan mengajak organisasi nelayan lain melawan kebijakan mas Menteri Edhy Prabowo.”

Kemudian ia bertanya kembali: “bagaimana logika ekspor manufaktur naik sepuluh persen, kalau Cantrang, Purseine, Trawl Mini dan dilegalkan?. Jawabannya: “Sudah pasti naik ekspor, kalau angka tangkapan ikan naik dan produk olahan juga semakin meningkat.”

Ad image

Itulah, ilustrasi dialog tersebut, mencerminkan bahwa: mas Menteri Edhy Prabowo berfikir besar tentang keseimbangan antara lingkungan, ekonomi dan kesejahteraan nelayan. Cara berfikir besar itu? Implementasikan kebijakan revisi sejumlah regulasi yang telah melegalkan kembali penangkapan beberapa komoditas kelautan dan perikanan yang sempat dilarang oleh menteri sebelumnya.

Dari revisi regulasi tersebut, usaha penangkapan dan budidaya akan meningkat dan secara otomatis. Sehingga industri pengolahan (manufaktur) mampu menunjukkan geliat yang positif. Apalagi saat ini, ditengah tekanan dari dampak pandemi Covid-19 dan New Normal Life merupakan strategi efektif meningkatkan produksi hasil olahan perikanan dan ekspornya.

Kebijakan revisi regulasi itu, ditandai menggeliatnya usaha tangkap dan budidaya. Hal ini tercermin melalui capaian nilai ekspor sepanjang triwulan I tahun 2020, hingga mengalami surplus pada neraca perdagangan. Walaupun, Industri pengolahan mengalami sedikit tekanan mulai Maret 2020 akibat Covid-19, namun data ekspor industri pengolahan manufaktur memberikan optimisme untuk tetap bertahan dan berjalan terus.

Kinerja sektor manufaktur nasional pada tiga bulan pertama tahun ini meningkat 10,11% dibanding periode yang sama tahun lalu (y-o-y). Sepanjang triwulan I-2020, ekspor dari industri pengolahan tembus angka USD32,99 miliar, sedangkan nilai impornya tercatat sekitar USD31,29 miliar. Sehingga terjadi surplus sebesar USD1,7 miliar. Bahkan, ekspor industri pengolahan pada triwulan I-2020 memberikan kontribusi signfikan hingga 78,96% terhadap total ekspor nasional yang mencapai USD41,78 miliar.

Lima sektor sebagai penyumbang terbesar pada nilai ekspor manufaktur nasional selama tiga bulan pertama tahun ini, yaitu industri makanan yang membukukan senilai USD7,17 miliar, diikuti industri logam dasar (USD5,48 miliar), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD2,99 miliar), industri pakaian jadi (USD2,02 miliar), serta industri karet, barang dari karet dan plastik (USD1,78 miliar).

Sementara itu, kinerja pengapalan sektor manufaktur pada Maret 2020, juga mengalami peningkatan sebesar 7,41% dibanding capaian Maret 2019. Ekspor dari industri pengolahan di bulan ketiga tahun ini, tercatat menembus angka USD11,12 miliar, sedangkan nilai impornya sekitar USD10,80 miliar.

Sehingga mengalami surplus pada neraca perdagangan sebesar USD0,32 miliar. Industri pengolahan pada Maret 2020 juga berkontribusi gemilang hingga 78,92% terhadap total nilai ekspor nasional yang mencapai USD14,09 miliar.

Adapun lima sektor yang menjadi champion pada perolehan ekspor manufaktur nasional selama Maret 2020, yakni industri makanan dan minuman yang membukukan nilai ekspor sebesar USD2,47 miliar, diikuti industri logam dasar (USD1,96 miliar), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD1,04 miliar), industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik (USD1,02 miliar), serta industri tekstil dan pakaian jadi (USD0,96 miliar).

Peningkatan terjadi, tentu adanya kompensasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kepada para pelaku usaha untuk lakukan ekspor selama 3 bulan ke depan, misalnya: ekspor kepiting, rajungan hasil olahan diperbolehkan dalam bulan-bulan tertentu, dari tanggal 15 Desember hingga 5 Februari.

Faktor lain yang mendukung tumbuhnya produksi industri olahan manufaktur, sala satunya dispensasi tonase kapal angkut untuk mengangkut ikan sehingga industri pengolahan tetap berjalan. Hal ini berlaku, hasil revisi Peraturan Menteri KP Nomor 32 Tahun 2016 kapal yang digunakan untuk usaha pengangkutan ikan hidup dibatasi paling besar 300 GT (dari hasil penangkapan ikan) dan 500 GT (dari hasil budidaya).

Tentu ini, peluang besar bagi RI untuk meningkatkan ekspor. Meski pandemi virus corona atau Covid-19 dan New Normal diberlakukan hampir seluruh negara pertumbuhan ekonominya negatif. Tetapi, Indonesia sendiri masuk negara yang masih dapat tumbuh positif. Karena share ekonomi Indonesia terhadap salah satu negara penggerak ekonomi utama seperti China tidak terlalu tinggi.

Share dari Chinese global ekspor untuk paling signifikan jadi kalau mereka kena, produksi global pasti terkena. Dampaknya buat Indonesia relatif terbatas. Share dari trade terhadap GDP Indonesia hanya 32 persen. Dibandingkan dengan Singapura yang 216 persen. Singapura growthnya di hit (hajar) lebih jauh ketimbang kita.

Ekonomi Indonesia masih bisa diselamatkan dengan kondisi ekonomi domestik yang lumayan besar. Tentu yang difokuskan pada produksi produk olahan manufaktur dan ekspor semakin tinggi. Ekonomi domestik indonesia masih relatif lumayan. Sementara kalau melihat Singapura, itu rasio dari trade terhadap GDP relatif besar. Itu menjelaskan mengapa pertumbuhan ekonominya Singapura masih jauh lebih lambat ketimbang Indonesia.

Memang penyebaran virus corona terjadi di berbagai bidang, baik di sektor riil, bursa saham. Dan yang paling dirasakan berat terhadap perekonomian secara global di Indonesia, di mana mengalami pelambatan pertumbuhan. Apabila Covid-19 dan penerapan New Normal bisa segera tertangani maka pertumbuhan ekonomi masih di atas 4%. Tetapi pemerintah juga harus bersiap apabila pandemi ini masih bertahan antara 3-6 bulan lagi maka situasi akan lebih memburuk, dimana pertumbuhan ekonomi diperkirakan pada kisaran 2,5% bahkan 0%. Namun, sektor kelautan dan perikanan bisa membackup ekonomi Indonesia, kedepannya.[]

- Advertisement -
Share This Article