jfid – Pada Jumat, 3 Mei 2024, sebuah tragedi mengerikan terjadi di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Seorang pria bernama Tarsum (40) tega membunuh dan memutilasi istrinya, Yanti (40). Kejadian ini terjadi saat Yanti hendak pergi ke pengajian di masjid kampung tersebut.
Jeritan Korban
Kabar pembunuhan yang disertai mutilasi itu didengar oleh Ketua RT setempat, Yoyo Tarya, saat ia hendak berangkat kerja.
Yoyo kemudian langsung mendatangi lokasi kejadian dan setibanya di lokasi, ia melihat pelaku yang ketakutan sembari menenteng pisau.
“Saya mau nolongin, cuma saya takut, dia masih bawa pisau. Saya tinggal, langsung saya lari ke polisi,” ujarnya.
Depresi: Tameng Pelaku?
Tarsum, pelaku kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap istrinya, Yanti, didiagnosis mengalami gangguan jiwa.
Ahli psikologi forensik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Lucia Peppy, mengatakan seseorang dengan gangguan jiwa berat atau. Namun, apakah depresi bisa menjadi tameng bagi pelaku untuk menghindari hukuman?
Menurut Kapolres Ciamis AKBP Akmal, jika hasil pemeriksaan nanti ada rujukan untuk ke Rumah Sakit Jiwa, pihaknya akan menunggu kondisi kejiwaan pelaku sehat, baru dilakukan proses penyidikan.
Meski demikian, ini tidak berarti bahwa depresi bisa menjadi tameng bagi pelaku untuk menghindari hukuman. Hukum tetap berlaku dan harus ditegakkan, meski pelaku didiagnosis mengalami gangguan jiwa.
Kesimpulan
Tragedi mutilasi di Ciamis ini menggugah kita semua untuk lebih memahami pentingnya kesehatan mental.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa gangguan kesehatan mental seperti depresi tidak bisa menjadi alasan atau tameng untuk melakukan tindak kejahatan. Hukum harus tetap ditegakkan untuk memberikan keadilan bagi korban.