jfid – Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 19 kabupaten/kota di Jawa Timur, salah satunya Sumenep, masih akan berlangsung akhir tahun 2020 mendatang. Tapi mesin politik sejumlah bakal calon bupati (bacabup) di ujung timur pulau Madura mulai dipanaskan.
Sampai saat ini, nama-nama tokoh yang akan maju pada pilkada Sumenep baik sebagai bacabup maupun bacawabup masih abu-abu. Mereka masih sama-sama merangkai niat, membaca peluang dan menyiapkan strategi sambil berupaya menaikkan elektabilitas. Satu-satunya figur yang hampir pasti maju sebagai bacabup adalah Achmad Fauzi, dia Wakil Bupati Sumenep periode 2015-2020.
Sementara tokoh yang lainnya masih ragu-ragu mendeklarasikan diri. Misalnya Kiai Salahuddin A Warits (Ra Mamak) dari Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk. Informasi yang berseliweran di media sosial baik dari alumni pesantren maupun simpatisan memang sangat gencar mendukung pencalonannya.
Secara politik, putra KH Warits Ilyas itu memang tidak akan mengalami hambatan berarti dalam proses pencalonan. Dia ketua DPC PPP Sumenep, sehingga tidak akan sulit mendapat rekomendasi partai. Secara elektabilitas ia juga paling tinggi di antara pendatang baru lainnya. Masalahnya, Ra Mamak harus mendapatkan figur cawabup yang tepat untuk memudahkan pertarungan merebut kursi M1.
Saat ini PPP mendapatkan 7 kursi di DPRD Kabupaten Sumenep. Untuk mengusung cabup-cawabup harus memiliki minimal 10 kursi. Lobi-lobi politik guna menambah 3 kursi bukan perkara gampang. Apalagi partai lain sebagian juga berniat mengusung cabup sendiri. Sehingga opsi pertama bisa mengajak kerja sama partai politik yang meraih kursi sedikit di legislatif.
Partai politik yang mendapat kursi minim di DPRD Sumenep antara lain, PDIP (5 kursi) Hanura (3 kursi), Nasdem (3 kursi), PKS (2 kursi), PBB (1 kursi). Khusus PDIP hampir pasti tidak mungkin berkoalisi dengan PPP jika satu sama lain saling ngotot menjadi cabup. Apalagi Achmad Fauzi (Wabup Sumenep sekaligus ketua DPC PDIP Sumenep) menegaskan akan maju sebagai cabup. Kecuali Ra Mamak mengalah dengan menjadi cawabup. Maka duet Fauzi-Salahuddin pasti akan sulit dikalahkan.
Jika koalisi dengan PDIP gagal, opsi dengan Hanura dan Nasdem bisa menjadi pilihan. Hanura saat ini punya jagoan yang sudah berpengalaman di kancah perpolitikan Sumenep, yaitu Nyai Hj Dewi Kholifah (Nyai Eva). Bahkan elektabilitas pengasuh Pondok Pesantren Aqidah Usymuni Tarate Sumenep ini masih unggul dibandingkan Ra Mamak, khususnya di tingkat akar rumput atau masyarakat bawah.
Dalam dua kali pilkada Sumenep tahun 2010 dan 2015, Nyai Eva selalu menjadi pesaing yang tangguh bagi Bupati Sumenep dua periode, KH A Busyro Karim. Pada pilkada 2010, Nyai Eva menjadi cawabup dari Azasi Hasan. Pilkada berikutnya dia mendampingi cabup Zainal Abidin. Dua kali mencalonkan diri, cucu KH Usymuni Tarate itu selalu kalah tipis saat penghitungan di KPU.
Sementara Nasdem sampai sekarang belum jelas arah politiknya pada pilkada 2020. Parpol besutan Surya Paloh ini juga tidak memiliki figur potensial untuk diusung meski hanya jadi cawabup. Sementara PKS dan PBB jika bergabung juga bisa berkoalisi dengan PPP. Soal cawabup, bisa digodok di internal mereka.
Ada selentingan info, PPP ingin berduet dengan PKB untuk menguasai Sumenep. Sesama parpol berbasis Islam, ide itu muncul (mungkin) untuk menyatukan dan mengamankan suara pemilih dari kalangan kiai dan santri di Sumenep. Tapi PKB tentu tidak mudah begitu saja menerima pinangan tersebut. Sebagai parpol penguasa pemilu di Sumenep sejak era reformasi dan telah mampu mengantarkan Kiai Busyro menjabat bupati dua periode, rasanya tawaran PPP mustahil diterima. Kecuali opsinya seperti dengan PDIP yang sudah diulas di atas, yaitu Ra Mamak mau menjadi cawabup.
PKB saat ini masih menyeleksi sosok yang pas untuk diusung menjadi cabup. Raihan 10 kursi di DPRD Sumenep tentu menjadi jaminan bagi parpol yang didirikan Gusdur ini untuk mengusung cabup. Nama-nama yang beredar, ada KH Unais Ali Hisyam, KH Imam Hasyim, Fatah Yasin, Nurfitriana dan Novi Sujatmiko yang digadang-gadang akan maju dari PKB. Tapi nanti bisa saja PKB menyiapkan kejutan menjelang pendaftaran. Karena partai berlambang bola dunia ini pasti tidak mau menyerahkan begitu saja tampuk pemerintahan Sumenep kepada bupati yang diusung partai lain.
Apalagi PKB lebih fokus menjaring bacabup, tidak perlu pusing memikirkan koalisi. Sebab mereka secara aturan sudah boleh mengusung cabup-cawabup sendiri. Kecuali tim survei PKB menemukan cuaca politik yang kurang baik, bisa jadi mereka menyiapkan opsi baru. Entah seperti apa.
Berikutnya tentang peluang koalisi PDI Perjuangan. Achmad Fauzi yang sudah pasti akan maju sebagai bacabup dari parpol milik Megawati Soekarno Putri itu hanya memiliki 5 kursi di parlemen sehingga butuh tambahan 5 kursi lagi. Jika ingin menggandeng satu parpol lain, bisa berkoalisi dengan PAN atau Gerindra yang sama-sama punya 6 kursi di DPRD Sumenep. Itu bisa dilakukan jika PAN dan Gerindra tidak berniat mengusung cabup. Soalnya Politikus matahari terbit, Malik Effendi kabarnya berniat maju di pilkada Sumenep pasca kalah di pemilihan DPRD Jawa Timur. Gerindra juga punya KH Ilyasi Siraj yang bisa menjadi calon potensial. Tapi sementara, Achmad Fauzi tetap bakal calon bupati terkuat dengan pendamping siapapun.
Selain PPP, PKB dan PDIP jangan lupakan Demokrat. Partai berlambang Mercy yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini punya banyak kader potensial yang bisa menjadi kuda hitam pada pilkada Sumenep 2020. Ada beberapa figur yang bisa menjadi senjata andalan Demokrat untuk merebut kursi M1. Di antaranya, Soengkono Sidik (ketua DPC Demokrat Sumenep dan mantan Wabup Sumenep), Ahmad Iskandar (anggota DPRD Jatim) dan Zainal Abidin (mantan kepala Bappeda Jatim dan anggota DPRD Jatim). Saat ini Demokrat punya 7 kursi di DPRD Sumenep sehingga cukup banyak opsi untuk mencari koalisi.
Intinya, dari beberapa pernyataan pengurus Demokrat Sumenep, hampir pasti partai ini akan mengusung bacabup. Bahkan pada pilkada Sumenep 2015 lalu, Demokrat mampu mengajak banyak partai untuk bergabung dalam koalisi. Yaitu PPP, Golkar, PKS, Hanura, Gerindra dan partai baru Perindo. Meskipun saat itu jagoannya kalah tipis dengan selisih sekitar sepuluh ribuan suara.
Berdasarkan hitungan peluang koalisi parpol di atas, pilkada Sumenep berpotensi diikuti 4 pasangan cabup-cawabup. Tapi jika melihat dari figur-figur yang muncul ke permukaan, bisa saja pemilihan bupati-wabup akan diikuti 3 pasangan. Bahkan jika komunikasi antar elit politik mendapatkan kesepakatan-kesepakatan baru, pilkada Sumenep 2020 tidak mustahil akan mengulang duel sebagaimana pilkada sebelumnya, siapapun calonnya. Teka-teki ini sedikit demi sedikit akan menemukan jawaban minimal Januari 2020.
Yang pasti, setiap gelaran pilkada selalu ada konektivitas antara penguasa dengan pengusaha. Karena ungkapan yang kadung viral di tengah masyarakat adalah Visi, Misi dan “Pissi”.
Tentang Penulis: AINUL ANWAR, Seorang Intelektual kelahiran Sumenep dan Jurnalis Memorandum (Jawa Pos).