jfid – Judul ini mungkin tidak relevan dengan isi, tapi anda harus baca, sebab tulisan ini dikhususkan untuk orang-orang yang sesat literasi, di salah satu sudut kelam kehidupan intelektual kita yang lebih gelap daripada kopi tak berendam di air panas selama berjam-jam. Kali ini, kita akan membahas topik paling getir yang pernah melanda perbincangan meja makan keluarga Indonesia: komunisme.
Sebagai permulaan, mari kita sebutkan bahwa komunisme adalah ideologi politik, bukan agama. Ini adalah hal yang jelas, seperti kata-kata bijak sederhana yang bisa ditemukan dalam sembarang kamus.
Namun, sepertinya ada beberapa individu yang merasa perlu untuk menjadi pakar sekaligus ustadz dalam satu nafas. Mereka, para tokoh agama yang berceramah di luar bidangnya, dengan lantang dan jenaka mengumumkan bahwa komunisme adalah musuh agama dan “anti-Tuhan”. Mungkin kita perlu menjatuhkan tirai ilusi dari mereka.
Beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai pesta ulang tahun setan yang tidak patut dirayakan. Namun, sebenarnya komunisme hanyalah suatu sistem ideologi ekonomi dan politik. Jadi, saat kita mengadu domba komunisme dengan agama, itu seperti mencampurkan selai kacang dengan ikan asin. Keduanya sama sekali berbeda ranahnya, dan hasilnya… mungkin tidak akan enak.
Agama, di sisi lain, adalah sesuatu yang menyangkut kepercayaan individual dan kehidupan rohaniah. Jadi, membandingkannya dengan komunisme adalah seperti mencoba mencampurkan selai kacang dengan ikan asin. Mungkin ada beberapa orang yang mencoba melakukannya, tapi percayalah, hasilnya tidak akan enak dan mungkin justru aneh.
Saya yakin, teman-teman semua setuju bahwa membandingkan komunisme dengan agama itu seperti mencampurkan selai kacang dengan ikan asin. Entah mengapa orang suka melakukan hal-hal aneh seperti ini. Mungkin karena mereka lupa bahwa keduanya memiliki tempat masing-masing, bros!
Jika kita melihat beberapa reaksi orang terhadap ideologi komunis, terkadang rasanya mereka seolah-olah menganggapnya sebagai suatu kepercayaan yang mengancam eksistensi agama mereka. Seolah-olah Karl Marx adalah penyihir jahat yang mencoba mencuri tempat Tuhan di hati manusia.
Namun, mari kita tegaskan sekali lagi, komunisme bukanlah entitas supranatural yang ingin menggantikan agama. Ini adalah sekadar ideologi yang diciptakan oleh seorang manusia, Karl Marx, tanpa mempunyai tujuan untuk menjadi “Tuhan pengganti.”
Tentu saja, Karl Marx adalah seorang filsuf dan ekonom yang hidup pada abad ke-19. Dia menciptakan teori komunisme bersama dengan Friedrich Engels, yang kemudian menjadi dasar bagi berbagai gerakan sosialis dan komunis di seluruh dunia. Ideologi ini mungkin memiliki pendukung fanatiknya sendiri, tetapi itu tidak membuatnya menjadi agama baru.
Lalu, mengapa ada orang yang dengan cepat melekatkan label “anti-Tuhan” pada komunisme? Mungkin ada beberapa faktor. Salah satunya adalah karena komunisme sering kali mengkritik struktur kekayaan dan kapitalisme yang kuat. Orang-orang yang memiliki kepentingan dalam sistem ini mungkin merasa terancam dan mencari cara untuk menjatuhkan ideologi ini dengan cara yang dramatis.
Namun, seharusnya kita tidak melupakan bahwa agama dan politik adalah dua hal yang berbeda. Agama memiliki perannya sendiri dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing mereka dalam masalah moral dan spiritual. Sementara itu, politik dan ideologi sosial, seperti komunisme, berfokus pada organisasi sosial dan ekonomi masyarakat.
Komunisme bukanlah dewa baru yang ingin menggantikan Tuhan Anda yang sudah ada. Ini hanya salah satu dari banyak ideologi manusia yang telah muncul selama sejarah, dengan tujuan untuk memecahkan masalah sosial dan ekonomi.
Mari kita bahas dengan pikiran terbuka dan tanpa menambahkan label yang tidak perlu. Kita bisa setuju atau tidak setuju dengan konsepnya, tetapi kita harus ingat bahwa komunisme hanyalah gagasan manusia, bukan entitas ilahi.
Tahukah anda bahwa tokoh-tokoh komunis Indonesia adalah religius. Mereka sering digambarkan sebagai orang-orang yang sangat bersemangat tentang ideologi mereka, siap untuk menyingkirkan segala bentuk kepemilikan pribadi. Tapi, siapa sangka, di antara mereka juga ada yang punya agama! Mereka bisa saja makan roti sambil memikirkan Marx, lalu pergi ke gereja untuk mencari inspirasi rohani.
Jadi, apa yang terjadi jika Anda adalah seorang penganut komunisme yang religius? Mungkin Anda membeli satu saham di surga sebagai bentuk kepemilikan kolektif sementara Anda menunggu redistribusi amal.
Atau mungkin Anda berdoa kepada Tuhan untuk memastikan bahwa seluruh umat manusia mendapatkan jatah yang sama dari pahala surgawi. Siapa yang tahu?
Namun, kita juga perlu memahami bahwa komunisme dan agama adalah dua hal yang berbeda. Ini seperti mencoba mencampurkan es krim rasa kacang dengan saus tomat; mungkin terdengar aneh, tapi setidaknya Anda masih bisa menikmatinya secara terpisah!
Sebenarnya, banyak penganut komunisme yang menjalankan agama mereka dengan damai tanpa bertentangan dengan prinsip-prinsip komunisme. Mereka tahu bagaimana memisahkan antara apa yang mereka yakini sebagai nilai-nilai rohani dengan ideologi ekonomi-politik mereka.
Jadi, mari kita bersatu dalam pemahaman bahwa komunisme adalah ideologi politik, bukan musuh agama. Mari kita tinggalkan para pakar intelektual agama di kedai kopi mereka untuk berdebat tentang teologi, dan kita akan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, seperti mencari cara untuk membuat rendang yang lebih enak atau mengapa pakaian laundry kita selalu hilang satu per satu.
Tetapi, pada akhirnya, jika Anda merasa bahwa komunisme adalah sesuatu yang mengancam keyakinan Anda, ingatlah pesan penting dalam agama: berpeganglah pada keyakinan Anda dengan teguh, dan Anda akan aman dari pengaruh apa pun, bahkan jika itu adalah ideologi politik.
Semoga semakin banyak perbincangan yang konstruktif dan kurang dari yang mengecam. Terima kasih telah menghabiskan waktu Anda untuk membaca potongan kecil dari obrolan warung kopi ini. Selamat menikmati kopi Anda!