Dari Abu Qatadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa Daud. Dan shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat Daud. Beliau tidur setengah malam, lalu bangun shalat sepertiga malam, kemudian tidur seperenam malam. Dan beliau berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.” (HR. Bukhari no. 1131 dan Muslim no. 1159)
Puasa Ayyamul Bidh juga dapat dijadikan sebagai puasa nadzar, yaitu puasa yang dilakukan karena bernazar atau berjanji kepada Allah. Puasa nadzar termasuk puasa wajib yang harus ditepati, karena merupakan bentuk penghormatan kepada Allah.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia taat kepada-Nya. Dan barang siapa yang bernazar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Bukhari no. 6690 dan Muslim no. 1639)
Puasa Ayyamul Bidh juga dapat dijadikan sebagai puasa kafarat, yaitu puasa yang dilakukan sebagai penebus dosa atau pelanggaran. Puasa kafarat termasuk puasa wajib yang harus dilakukan dalam kondisi tertentu, seperti membunuh sengaja, berzina, menceraikan istri dengan talak tiga, dan lain-lain.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka kafaratnya adalah dibebaskan dari api neraka oleh ahli warisnya, kecuali jika mereka menuntut darah. Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min tanpa sengaja, maka kafaratnya adalah memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diat kepada ahli warisnya, kecuali jika mereka bersedekah. Dan barang siapa yang tidak mendapatkan budak, maka kafaratnya adalah berpuasa dua bulan berturut-turut.” (HR. Bukhari no. 6910 dan Muslim no. 1676)
Puasa Ayyamul Bidh juga dapat dijadikan sebagai puasa syukur, yaitu puasa yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya. Puasa syukur termasuk puasa sunnah yang sangat dianjurkan, karena merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan kepada Allah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mendapatkan nikmat dari Allah, maka hendaklah ia bersyukur kepada-Nya. Dan barang siapa yang bersyukur, maka nikmatnya akan bertambah. Dan barang siapa yang kufur (ingkar) nikmat, maka nikmatnya akan berkurang.” (HR. Tirmidzi no. 232)