Mengapa Hanya 10% Warga Indonesia Bisa Kuliah? Ini Alasannya!

ZAJ By ZAJ - SEO Expert | AI Enthusiast
9 Min Read
Pernyataan Kontroversial Kemendikbudristek: Pendidikan Tinggi Itu Tersier
Pernyataan Kontroversial Kemendikbudristek: Pendidikan Tinggi Itu Tersier
- Advertisement -

jfid – Ketika kita berbicara tentang pendidikan tinggi di Indonesia, ada fakta yang cukup mencolok:

hanya 10,15% penduduk usia 15 tahun ke atas yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi, seperti dilaporkan oleh Statistik Kesejahteraan Rakyat 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Lebih mengejutkan lagi, hasil Sensus 2020 menunjukkan bahwa hanya 8,5% dari total populasi yang berhasil lulus dari pendidikan tinggi.

Apa yang sebenarnya terjadi di balik angka-angka ini? Mengapa hanya sebagian kecil warga Indonesia yang bisa kuliah? Mari kita kupas lebih dalam, menggunakan data, teori, dan analisis kritis.

Ad image

Keterbatasan Akses dan Infrastruktur Pendidikan

Salah satu faktor utama yang menghambat akses pendidikan tinggi di Indonesia adalah infrastruktur yang belum merata.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, akses ke universitas cukup mudah dan pilihan institusi pendidikan tinggi sangat beragam. Namun, di daerah-daerah terpencil dan pedesaan, situasinya jauh berbeda.

Sekolah-sekolah di daerah ini sering kali kekurangan fasilitas dasar seperti perpustakaan, laboratorium, dan bahkan akses internet.

Menurut laporan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), hanya sekitar 38% sekolah di Indonesia yang memiliki akses internet yang memadai.

Bayangkan betapa sulitnya bagi siswa di daerah terpencil untuk bersaing dengan mereka yang bersekolah di kota besar. Ini menciptakan kesenjangan yang sangat besar dalam kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.

Berikut Biaya UKT UI 2024 SARJANA:

UKT UI 2024 Sarjana

1. Pendidikan Dokter, Pendidikan Dokter Gigi

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 12,5 juta
  • UKT 4: Rp 17,5 juta
  • UKT 5: Rp 20 juta

2. Matematika

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 13,360 juta
  • UKT 5: –

3. Statistika

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 12,826 juta
  • UKT 5: –

4. Ilmu Aktuaria

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 12,826 juta
  • UKT 4: –
  • UKT 5: –

5. Fisika, Kimia, Biologi

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 12,5 juta
  • UKT 5: Rp 18,399 juta

6. Geofisika, Geologi

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 12,5 juta
  • UKT 5: Rp 16,927 juta

7. Geografi

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 12,5 juta
  • UKT 5: Rp 14,667 juta

8. Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, Teknik Perkapalan, Teknik Elektro, Teknik Komputer, Teknik Kimia, Teknik Industri

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 15 juta
  • UKT 5: Rp 19,908 juta

9. Teknik Mesin, Teknik Metalurgi dan Material, Teknik Bioproses

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 15 juta
  • UKT 5: Rp 20 juta

10. Teknik Biomedik

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 15 juta
  • UKT 5: Rp 19,273 juta

11. Arsitektur, Arsitektur Interior

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 10 juta
  • UKT 4: Rp 15 juta
  • UKT 5: Rp 19,112 juta

12. Kesehatan Masyarakat, Keselamatan dan Kesehatan Kerja

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 7,5 juta
  • UKT 4: Rp 14 juta
  • UKT 5: Rp 20 juta

13. Kesehatan Lingkungan, Gizi

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 7,5 juta
  • UKT 4: Rp 14 juta
  • UKT 5: Rp 19,865 juta

14. Ilmu Komputer

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 8 juta
  • UKT 4: Rp 14,667 juta
  • UKT 5: –

15. Sistem Informasi

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 8 juta
  • UKT 4: Rp 14,081 juta
  • UKT 5: –

16. Ilmu Keperawatan

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 7,5 juta
  • UKT 4: Rp 12,5 juta
  • UKT 5: Rp 20 juta

17. Farmasi

  • UKT 1: Rp500.000
  • UKT 2: Rp1 juta
  • UKT 3: Rp 12,5 juta
  • UKT 4: Rp 16,5 juta
  • UKT 5: Rp 20 juta

Biaya Kuliah yang Selangit

Biaya pendidikan tinggi di Indonesia adalah hambatan besar lainnya. Universitas Indonesia (UI), sebagai contoh, membagi biaya kuliah (UKT) dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkat kemampuan ekonomi mahasiswa.

UKT di UI bisa mencapai Rp20 juta per semester untuk kelompok tertinggi, belum termasuk biaya lainnya seperti biaya hidup dan buku.

Sebagai perbandingan, di banyak negara Eropa, biaya kuliah untuk universitas negeri sangat rendah atau bahkan gratis.

Pemerintah di negara-negara tersebut berinvestasi besar-besaran dalam pendidikan karena melihatnya sebagai investasi jangka panjang untuk kemajuan bangsa.

Sementara di Indonesia, biaya pendidikan tinggi masih dianggap sebagai kebutuhan tersier, yang artinya bukan prioritas utama.

Padahal, investasi dalam pendidikan tinggi dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing global.

Kesenjangan Ekonomi dan Sosial

Kesenjangan ekonomi dan sosial juga memainkan peran besar dalam rendahnya angka partisipasi pendidikan tinggi. Menurut laporan Bank Dunia, sekitar 10% populasi Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Bagi keluarga-keluarga ini, pendidikan tinggi sering kali dianggap sebagai mimpi yang tidak realistis. Mereka lebih memilih bekerja setelah lulus SMA untuk membantu menopang ekonomi keluarga.

Untuk mereka yang bisa kuliah, beasiswa menjadi salah satu jalan keluar. Namun, persaingan untuk mendapatkan beasiswa sangat ketat dan jumlahnya terbatas.

Sementara itu, pinjaman pendidikan yang disediakan oleh pemerintah atau bank masih belum menjadi pilihan utama karena bunga yang cukup tinggi dan persyaratan yang ketat.

Mentalitas dan Paradigma Pendidikan

Ada juga faktor mentalitas dan paradigma yang menghambat partisipasi pendidikan tinggi.

Di beberapa komunitas, terutama di pedesaan, pendidikan tinggi belum dianggap sebagai kebutuhan mendesak.

Banyak yang masih berpikir bahwa lulus SMA sudah cukup untuk mencari pekerjaan dan menghidupi keluarga. Pendidikan tinggi sering kali dianggap hanya untuk mereka yang “beruntung” atau “berduit”.

Solusi yang Diperlukan

Lalu, apa solusi untuk mengatasi masalah ini?

  1. Pemerataan Infrastruktur Pendidikan: Pemerintah perlu berinvestasi lebih banyak dalam infrastruktur pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil. Ini termasuk pembangunan sekolah yang layak, penyediaan akses internet, dan fasilitas pendukung lainnya.
  2. Subsidi dan Beasiswa: Perlu ada peningkatan dalam jumlah beasiswa dan subsidi pendidikan tinggi. Selain itu, perluasan program beasiswa hingga ke daerah-daerah terpencil akan sangat membantu.
  3. Reformasi Biaya Pendidikan: Universitas perlu mengevaluasi kembali kebijakan biaya kuliah dan memastikan bahwa pendidikan tinggi dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya yang mampu secara finansial.
  4. Edukasi dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan tinggi melalui kampanye-kampanye dan program-program edukatif.
  5. Kemitraan dengan Industri: Universitas perlu bekerja sama dengan industri untuk menciptakan program-program magang dan kerja sama yang dapat membantu mahasiswa memperoleh pengalaman kerja sebelum lulus, sehingga memudahkan mereka dalam mencari pekerjaan setelah menyelesaikan studi.

Sebagai penutup, pendidikan tinggi adalah kunci untuk menciptakan sumber daya manusia yang kompeten dan berdaya saing global.

Tanpa akses yang merata dan dukungan yang memadai, banyak talenta potensial di Indonesia yang tidak dapat berkembang sepenuhnya.

Pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar pendidikan tinggi, demi masa depan yang lebih baik.

- Advertisement -
Share This Article