Mengapa China Menolak untuk Tunduk pada Hegemoni AS?

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read
- Advertisement -

jfid – China adalah salah satu negara terbesar dan terkuat di dunia, dengan penduduk lebih dari 1,4 miliar jiwa, produk domestik bruto (PDB) lebih dari 14 triliun dolar AS, dan anggaran pertahanan lebih dari 250 miliar dolar AS. China juga memiliki ambisi untuk menjadi pemimpin global dalam bidang ekonomi, politik, teknologi, dan budaya.

Namun, China juga menghadapi tantangan dan tekanan dari negara-negara lain, terutama Amerika Serikat (AS), yang menganggap China sebagai saingan dan ancaman bagi kepentingan dan nilai-nilai mereka.

Salah satu isu yang sering menjadi sumber konflik antara China dan AS adalah hegemoni, yaitu dominasi atau pengaruh yang berlebihan dari satu negara atau kelompok atas negara atau kelompok lain.

AS telah lama dianggap sebagai negara hegemon di dunia, dengan peran utama dalam menentukan aturan dan norma internasional, membentuk aliansi dan kemitraan strategis, serta melakukan intervensi militer dan sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang dianggap melanggar hak asasi manusia, demokrasi, atau keamanan global.

Ad image

AS juga memiliki keunggulan dalam bidang militer, nuklir, ruang angkasa, siber, dan informasi.

China, di sisi lain, menolak untuk tunduk atau mengikuti hegemoni AS. China berpendapat bahwa sistem pemerintahan global harus dibuat lebih adil dan demokratis, dengan menghormati kedaulatan, kepentingan, dan hak-hak setiap negara.

China juga menekankan bahwa setiap negara harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah-masalah global, seperti perubahan iklim, pandemi, terorisme, dan kemiskinan.

China mengklaim bahwa dirinya tidak akan pernah mengejar hegemoni atau menindas negara-negara kecil, melainkan akan menjadi pembangun perdamaian dunia dan pelindung tatanan internasional.

Lalu, apa yang membuat China berani menentang hegemoni? Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan sikap dan perilaku China ini, antara lain:

Faktor sejarah

China memiliki sejarah panjang dan kaya sebagai peradaban besar yang pernah menjadi pusat dunia. China juga pernah mengalami masa-masa sulit ketika dijajah, dieksploitasi, dan dihina oleh negara-negara Barat dan Jepang pada abad ke-19 dan ke-20.

Pengalaman ini membuat China memiliki rasa bangga dan nasionalisme yang tinggi, serta tekad untuk mempertahankan kedaulatan dan martabatnya. China juga ingin merebut kembali posisi dan pengaruhnya di dunia sebagai negara besar yang dihormati dan disegani.

Faktor ekonomi

China telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa sejak membuka diri kepada dunia pada akhir tahun 1970-an. China telah berhasil mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, memperluas pasar, meningkatkan investasi, dan memperkuat infrastruktur.

China juga telah menjadi mitra dagang utama bagi banyak negara di dunia, termasuk negara-negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. China ingin memanfaatkan kekuatan ekonominya untuk meningkatkan pengaruh politiknya di dunia, serta untuk melindungi kepentingan nasionalnya dari gangguan atau ancaman eksternal.

Faktor politik

China memiliki sistem politik yang berbeda dari AS dan negara-negara Barat lainnya. China adalah negara sosialis yang dipimpin oleh Partai Komunis China (PKC), yang memiliki kontrol kuat atas semua aspek kehidupan masyarakat. China tidak menganut sistem demokrasi liberal atau multipartai seperti di Barat, melainkan sistem demokrasi sosialis dengan karakteristik Tiongkok.

China juga tidak mengakui nilai-nilai universal seperti hak asasi manusia atau kebebasan berekspresi sebagai standar mutlak yang harus diikuti oleh semua negara, melainkan menghargai keragaman dan spesifisitas setiap negara.

China ingin mempertahankan sistem politiknya dari campur tangan atau kritik dari luar, serta menunjukkan bahwa modelnya juga dapat berhasil dan efektif.

Faktor militer. China telah meningkatkan anggaran dan kemampuan pertahanannya secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. China telah mengembangkan senjata-senjata canggih, seperti rudal balistik, kapal induk, kapal selam nuklir, pesawat siluman, satelit, dan jaringan siber.

China juga telah memperluas kehadiran dan aktivitasnya di wilayah-wilayah yang disengketakan, seperti Laut China Selatan, Laut China Timur, Taiwan, dan perbatasan India. China ingin menegaskan klaim dan hak-haknya atas wilayah-wilayah tersebut, serta menantang dominasi atau intervensi AS dan sekutunya.

China juga ingin menjadi kekuatan militer yang seimbang dengan AS, atau bahkan lebih unggul di masa depan.

Dari faktor-faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa China berani menentang hegemoni karena memiliki motivasi, kapasitas, dan kepercayaan diri yang kuat untuk melakukannya.

China merasa bahwa dirinya memiliki hak dan tanggung jawab untuk berperan aktif dalam urusan dunia, serta untuk membentuk tatanan internasional yang sesuai dengan kepentingan dan visinya. China juga merasa bahwa dirinya harus melawan hegemoni AS yang dianggap tidak adil, tidak demokratis, dan tidak sesuai dengan realitas dunia saat ini.

Namun, sikap dan perilaku China ini juga menimbulkan reaksi dan resistensi dari negara-negara lain, terutama AS dan sekutunya. Mereka khawatir bahwa China akan menjadi ancaman atau saingan bagi keamanan dan stabilitas dunia, serta untuk nilai-nilai dan aturan yang telah dibangun selama ini.

Mereka juga mencoba untuk mengisolasi, mengandung, atau mengimbangi China dengan berbagai cara, seperti melalui aliansi militer, sanksi ekonomi, diplomasi publik, atau propaganda media.

Oleh karena itu, tantangan bagi China adalah bagaimana cara menentang hegemoni tanpa menimbulkan konfrontasi atau konflik dengan negara-negara lain. China harus menunjukkan bahwa dirinya adalah mitra yang kooperatif dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah-masalah global yang membutuhkan kerjasama internasional.

China juga harus menghormati hak-hak dan kepentingan negara-negara lain, serta menghindari tindakan-tindakan yang dapat dianggap sebagai provokasi atau agresi. China harus berusaha untuk membangun kepercayaan dan dialog dengan negara-negara lain, terutama dengan AS, untuk mengurangi ketegangan dan kesalahpahaman.

- Advertisement -
Share This Article