Jurnalfaktual.id, | Upaya pemerintahan dalam memberantas Korupsi di lembaga BUMN sedang getol dilakukan. Hal ini dikarenakan lembaga penghasil laba ini masih dinilai perlu perbaikan agar tak merugikan negara beserta rakyatnya.
Sudah bukan rahasia lagi, masalah korupsi di Indonesia ini seringkali membuat pusing para pemberantasnya.
Satu kebijakan diterapkan akan muncul pelanggaran lain, satu disahkan muncul hal lain sebagai permasalahan. Sehingga pemerintah ini terkesan bongkar pasang peraturan. Situasi ini terkadang membuat sejumlah pihak ragu akan kinerja pemerintahan. Padahal berbagai langkah bongkar pasang aturan ini tak lain guna menjerat sejumlah pihak bernama koruptor yang seringkali pandai membuang bukti kejahatannya.
Akhir-akhir ini publik kembali disibukkan dengan aneka pemberitaan terkait korupsi di Lembaga tinggi bernama BUMN. Badan Usaha Milik Negara ini seharusnya memiliki kinerja dan fungsi seperti;
Memberikan sokongan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya serta penerimaan negara pada khususnya. Termasuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas tinggi dan juga memadai. Utamanya bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Namun, fungsi dan kinerja tersebut malah dibelokkan oknum-oknum yang ingin menguntungkan dirinya sendiri. Tentu seseorang akan tergoda jika lihat rupiah atau proyek serta tender dengan nilai yang tak main-main. Puluhan hingga ratusan miliar bahkan lebih. Bagi yang tak kuat iman dan cuek saja maka hal ini akan menjadi ladang kesempatan untuk mencuri uang negara yang sebetulnya berasal dari rakyat pula. Miris!
Upaya optimal pemerintah dalam menanggulangi korupsi ini juga telah terlihat. Namun, tetap saja selalu ada celah bagi mereka menggerogoti sistem ketatanegaraan. Persekongkolan hingga jual beli jabatan yang dinilai menguntungkan dan dapat mendatangkan kekayaan mereka cokot tanpa memikirkan keberlangsungan pemerintahan.
Sejalan dengan yang dinyatakan oleh Saut Situmorang selaku pejabat KPK yang mengutarakan jika salah satu pemicu tindak pidana korupsi yang terjadi di tubuh BUMN ialah praktik jual beli jabatan. Terdapat berbagai macam dugaan untuk menempatkan orang-orang yang tidak berkompeten di bidangnya dalam jabatan penting dengan memanfaatkan praktik nepotisme. Logikanya, sudahlah negara dirugikan oleh pelaku korupsi masih ditambah lagi pihak yang ditempatkan kedalam jabatan tadi dinilai makin menambah ruwet kinerja pemerintahan.
Termasuk membayar gaji, bukankah hal ini sama saja dengan makan gaji buta? Orang-orang yang tak berkompeten di bidang pekerjaannya bisa melakukan apa? Sudah makan gaji buta, membuat mandeg tatanan negara tak pernah ikut dalam rapat pula! Hal ini hanya akan memberikan malapetaka bagi negara kita!
Sebelumnya, dalam acara diskusi Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mencatat, ada sekitar 60 kasus korupsi yang melibatkan BUMN dan ditangani oleh pihak KPK hingga Agustus 2019.
Dalam diskusi tersebut disebutkan jika kerugian negara mencapai Rp3,1 triliun. Jumlah yang fantastis, bayangkan jika uang tersebut untuk membantu atau membeli kebutuhan bagi pihak yang membutuhkan, sudah berapa ratus atau lebih rakyat miskin yang bisa dibantu?
Beberapa di antaranya ialah kasus dugaan korupsi dalam kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1 di mana mantan Dirut PLN Sofyan Basir telah ditetapkan sebagai tersangkanya.
Sebelum Sofyan, Dirut BUMN yang telah menyandang status tersangka korupsi antara lain ialah Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Dirut PT PAL Indonesia Firmansyah Arifin, Dirut PT Pelindo II RJ Lino, dan Dirut PT Asuransi Jasindo Budi Tjahjono.
Ketika sebuah jabatan menjadi tujuan yang paling diinginkan guna menambah kekayaan. Esensi kinerja ini layak dipertanyakan. Kemanakah janji-janji manis para pejabat yang disumpah secara kenegaraan dan agama? Atau dimanakah yel-yel berbau retorika agar rakyat terpana dan memilih mereka sebagai pejabat negara?
Kiranya memang masalah korupsi ini harus ditanggulangi secara bersama-sama, Serempak bersama rakyatnya. Sehingga keoptimalan pemberantasan rasuah ini bisa semakin maksimal. Jika hanya satu pihak saja yang beratensi, tentunya tak mungkin akan dapat memusnahkan tindak korupsi ini bukan?
Maka dari itu dukungan akan langkah pemerintah untuk mencabuti akar-akar korupsi ini harus didukung. Termasuk menempatkan sejumlah pihak yang dinilai mampu membuat kinerja pemberantasan kasus korupsi makin meningkat dan menghasilkan. Bukan tak mungkin jika orang-orang terpilih inilah yang akan mampu menggenjot kinerja BUMN yang dinilai loyo menjadi segar bugar lagi, karena para mafianya berhasil diatasi!
Tentang Penulis : Alfisyah Kumalasari, Penulis adalah pengamat sosial politik