jfid – Selamat datang di era baru mahasiswa, di mana kata “pemikiran kritis” lebih asing daripada lagu-lagu hits K-pop terbaru. Jika Anda adalah salah satu dari sedikit orang yang masih berpikir bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, mungkin Anda harus bangun dari mimpi indah Anda. Mahasiswa zaman sekarang? Mereka tidak lagi berpikir kritis, dan itu bukan rahasia lagi.
Mahasiswa: Generasi Baru yang Tak Lagi Membaca Buku!
Bagi mahasiswa zaman sekarang, membaca buku adalah aktivitas kuno yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang punya waktu terlalu banyak di tangannya.
Siapa yang butuh membaca buku ketika ada video TikTok berdurasi 60 detik yang bisa memberi Anda semua informasi yang “diperlukan”? Tentu saja, membaca buku membutuhkan waktu dan usaha, dua hal yang jelas tidak ada dalam kamus mahasiswa saat ini.
Ironisnya, mereka sering kali menganggap diri mereka sebagai ‘melek informasi’, meskipun sumber informasi mereka lebih sering berasal dari thread Twitter atau meme di Instagram daripada literatur akademis.
Dengan keadaan seperti ini, tidak heran jika mahasiswa kini lebih sibuk mencari referensi dari cuplikan video YouTube daripada mengeksplorasi tulisan panjang yang menawarkan kedalaman pemikiran.
Organisasi Mahasiswa: Tempat Berkumpulnya Mahasiswa yang Sama Saja dengan yang Tidak Berorganisasi
Ingat ketika organisasi mahasiswa seperti HMI, PMII, dan GMNI adalah benteng terakhir bagi mahasiswa yang berpikir kritis dan ingin membuat perubahan?
Nah, berita buruknya adalah, mereka kini tidak lebih dari sekedar klub sosial di mana anggota-anggotanya lebih tertarik membicarakan “proyek senior” terbaru daripada isu-isu sosial yang benar-benar penting.
Tidak ada lagi perbedaan nyata antara mahasiswa yang tergabung dalam organisasi dan mereka yang tidak. Ya, mereka mungkin masih melakukan rapat dan diskusi-diskusi yang seolah-olah, bahkan untuk olah-olah.
Rapat-rapat itu lebih sering diisi dengan rencana “menghubungi senior siapa” atau sekedar menanyakan “apakah honormu sudah cair?“.
Selain itu, ada beberapa diskusi dari mereka yang mungkin saling adu argumen dan “urat leher“. Akan tetapi jangan berharap banyak dari diskusi mereka, kecuali Anda ingin mendengar argumentasi dangkal yang lebih cocok untuk obrolan kaum-kaum “jangan ya dek ya“.
Mahasiswa Semakin Mata Duitan
Namun, kita harus memberi apresiasi dan tepuk tangan yang meriah pada mahasiswa zaman sekarang untuk satu hal: mereka sangat efisien dalam mencari uang. Kenyataannya, mereka lebih tertarik pada bagaimana menghasilkan uang daripada bagaimana menjadi pemikir yang baik.
Kesempatan untuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu, seperti PPK, PPS, dan KPPS, adalah peluang emas dari senior atau tuhan kecil yang tidak akan mereka lewatkan, bahkan jika itu berarti menjual organisasi untuk mendapatkan posisi tersebut.
Sungguh, siapa yang butuh idealisme ketika ada uang di depan mata? Mahasiswa zaman sekarang lebih tertarik untuk menambah saldo rekening daripada menambah pengetahuan di otak mereka.
Ketika diskusi tentang isu-isu sosial dimulai, jangan heran jika banyak dari mereka lebih tertarik membahas objek di tengah-tengah selangkangan daripada masalah-masalah kemanusiaan.
Mahasiswa, Kebebasan (Tidak) Berpikir, dan Kemalasan Mental
Dulu, mahasiswa adalah simbol perlawanan, kebebasan berpikir, dan pengetahuan. Sekarang? Mereka lebih mirip generasi yang kebebasan berpikirnya dibatasi oleh kemalasan mental.
Siapa yang butuh merenung panjang dan dalam tentang isu-isu penting ketika Anda bisa dengan mudah mencari ringkasan di internet? Ya, pemikiran kritis bukan hanya tidak lagi dihargai, tapi bahkan dianggap sebagai sesuatu yang membosankan dan tidak perlu.
Kesimpulannya, Masa Depan Bangsa di Tangan Mahasiswa yang Tidak Peduli
Jika masa depan bangsa ini benar-benar ada di tangan mahasiswa saat ini, maka kita semua harus siap-siap untuk masa depan yang dipenuhi dengan orang-orang yang lebih memilih mengejar materi daripada memperjuangkan nilai-nilai yang lebih besar.
Mahasiswa zaman sekarang, dengan segala “kemampuan” mereka, adalah cerminan dari masyarakat yang semakin tidak peduli dengan esensi pemikiran kritis dan lebih memilih jalur instan untuk mencapai tujuan mereka.
Sarkasme atau bukan, kenyataannya adalah bahwa kondisi mahasiswa saat ini jauh dari apa yang diharapkan. Mereka telah kehilangan banyak hal yang dulu menjadi ciri khas seorang mahasiswa: keberanian, keingintahuan, dan keinginan untuk mengubah dunia.
Dan kita semua harus bertanya-tanya: jika generasi ini adalah calon pemimpin masa depan, kemana arah bangsa ini nantinya?
Dengan segala ironi yang ada, satu hal yang pasti: mahasiswa zaman sekarang mungkin tidak berpikir kritis, tapi mereka sangat cerdas dalam hal mencari cara cepat untuk sukses.
Pertanyaannya adalah, apakah itu cukup untuk membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik? Atau kita hanya akan melihat lebih banyak orang pintar yang sibuk mencari uang, sementara masalah-masalah besar bangsa ini tetap terabaikan?
Waktu akan menjawab, tapi sayangnya, jawabannya mungkin tidak akan terlalu menggembirakan.