Jurnalfaktual.id, – Sebagai awal untuk memahami Marxisme, ada baiknya jika harus terlebih dahulu menengok dengan serius bagaimana Sukarno berbicara secara mendalam dalam tentang konsep Marxisme ini. Terlebih lagi, marxisme tidak hanya menolak segala bentuk subordinasi buatan yang bersifat tetap dan tidak berubah-ubah dari elemen-elemen bersama buatan manusia dan mayarakat yang disengaja (Lefebvre, 2015: xiv).
Namun di zaman modern bahkan dewasa ini, ideologi ini membuat musuh-musuhnya merasa menganggap satuhal yang haram untuk dipelajari. Tetapi ajaran ini tetap eksis sampai sekarang dibuktikan dengan tetap kokoh keberadaan negara yang menganutnya, seperti; Rusia, China, Cuba, dan Korea Utara, dan lain-lain.
Dalam konteks ajaran Marxisme dalam sub bab ini, akan diterangkan nantinya, bagaimana sebabnya masyarakat proletar dan kaum melarat lainnya tergolong-golong menjadi kelompok yang teralenasi dari alat produksi. Disini juga akan dijelaskan bagaimana Sukarno menjelaskan tentang peran kaum Marxis di Indonesia sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.
Tokoh-tokoh kaum Marxis Indonesia yang nantinya juga akan di kritik oleh Sukarno akan sikap-sikaknya. Lalu bagaimana nanti yang menjadi harapan Sukarno terhadap kaum Marxis Indonesia dan tokoh-tokoh lain dibelahan dunia.
Kalau pembaca membaca Sukarno dengan hati-hati dan serius, sebanarnya ada satu hal yang membedakan ia dengan tokoh-tokoh lain pada sebelum, se masa dan sesudahnya, bahkan dengan pemimpin dan politikus saat ini.
SALAH satu perbedaan paling mencolok antara Bung Karno dan politisi saat ini, adalah penguasaanya yang mendalam akan teori-teori sosial-politik. Ia bukan politisi karbitan, atau politisi karena keturunan. Ia pula bukan politisi yang asal jeplak, yang tindakan politiknya tidak didasarkan pada panduan teoritis yang jernih dan solid (Pontoh, 2016: 14).
Semua tindakan politik, demokrasi, ekonomi, budaya, dan ideologinya merupakan hasil refleksi dan ditelurkan melewati tulisan dan pidato-pidatonya. Orang yang seperti ia sangat sulit ditemuai di era pos-modern ini. Dari sekian banyak ideologi dan isme yang dipelajari oleh Sukarno, maka Marxisme adalah sumber utama dalam upaya memahami bagaimana penganalisaan terhadap masyarakat Indonesia saat itu. Bahkan hingga saat ini ajaran Marhaenisme hidup atas sumbangan besar dari tokoh-tokoh terkemuka Marxisme, diakui atau tidak, begitulah sejarah mencatat.
Marxisme, mendengar istilah kata ini maka yang akan ada dibenak pikiran kita adalah kemiskinan, alenasi, dan kesengsaraan. Gambaran orang yang seperti ini maka akan mengerucut kepada tokoh besar Karl Marx. Orang inilah nanti akan dianggap pelopor pejuang kelas proletar atau buruh diseluruh dunia.
Sebagaimana Sukarno menerangkan akan tokoh Marx dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi” sebagai manusia hebat sepanjang masa. Tentu dengan alasan-alasan kenapa Sukarno mengatakan ada kehebatan tersendiri pada tokoh Karl Marx tersebut. Dari muda sampai pada wafatnya, manusia yang haibat ini tiada berhenti-hentinya membela dan memberi penerangan pada si miskin, bagaimana mereka itu sudah menjadi sengsara dan bagaimana mereka pasti akan mendapatkan kemenangan (Sukarno, 2005: 14).
Buruh menjadi objek pertama Marx dalam melancarkan aksi-aksinya. Seruan persatuan kaum buruh se dunia adalah pekikannya. “Kaum buruh dari semua negeri, kumpullah menjadi satu” Dan sesungguhnya! Riwayat-dunia belumlah pernah menceritakan pendapat dari seorang manusia, yang begitu cepat masuknya dalam keyakinan satu golongan pergaulan hidup, sebagai pendapatnya kampium kaum buruh ini (Sukarno, 2005: 14).
Orang satu ini (Karl Marx) sama sekali berbeda dengan kaum sosialis lain yang bersinergi dengan mengharap persahabatan dengan kaum borjuis. Karl Marx sama berlainan cara dalam konsep perjuangan proletar dengan Ferdinand Lassalle dengan menyuruh agar melakukan upaya berdamai dengan kaum borjuis, sedangkan Marx justru membenturkan kelas buruh tersebut dengan kelas borjuis. Alasan kapitalisme itulah Marx menentang dengan membenturkan gerakan proletar.
Pergerakan kaum proletar terhadap penolakan atas kebejatan sistem kapitalisme, nantinya Marxisme lahir sebagai upaya menjadi pegangan perjuangan untuk melawan semua bentuk penindasan tersebut. Namun walaupun pembaca sudah sedikit atau banyak faham apa itu Marxisme.
Tatapi dalam penjelasan kali ini, kita akan membuka lagi bagaimana Sukarno berbicara Marxisme sebagai konsep dasar dalam memahami apa itu Marhaenisme nantinya.
Seperti Sukarno jelaskan terkait apa itu Marxisme, ajaran ini adalah suatu pelajaran gerakan fikiran. Ia mengatakan suatu ajaran gerakan fikiran yang bersandar pada perbendaan (materialistische dialectiek);—ia membeberkan teori bahwa harga barang-barang itu ditentukan oleh banyaknya “kerja” untuk membikin barang-barang itu sehingga “kerja” ini iyalah “wert-bildende Substnz”, dari barang-barang itu (arbeidswaarde-leer);—ia membeberkan teori bahwa hasil pekerjaan kaum buruh dalam pembikinan barang itu adalah lebih besar harganya daripada yang ia terima sebagai upah (meerwaarde) (Sukarno, 2005: 15).
Ajaran inilah yang kelak menjadi Marxisme dan menyebar sampai ke Indonesia. Seperti diketahui ajaran ini dipegang oleh salah satu partai yaitu, Partai Komunis Indonesia (PKI). Pergerakan dari Marxisme ini nantinya yang akan besar di Indonesia, namun jangan heran dari kebesaran partai itu, maka sekelompok kolot dari kaum Islamis dan Nasionalis tak segan-segan menyerang kolompok Marxis karena disangkakan sebagai golongan yang anti agama.
Walaupun demikian, Sukarno menjelaskan bahwa taktik strategi Marxisme sekarang ini berlain dengan taktik strategi Marxisme yang dulu. Sebagaimana Sukarno mengatakan: Kita diatas menulis bahwa taktik Marxisme yang sekarang adalah berlainan dengan taktik Marxisme yang dulu. Taktik Marxisme, yang dulu sikapnya begitu sengit anti kaum kebangsaan dan anti kaum keagamaan, maka sekarang, terutama di Asia (Sukarno, 2005: 18).
Perubahan yang dimaksudkan oleh Sukarno bukan berarti tanpa dasar. Azas Marxisme tetaplah masih relevan sampai sekarang, hanya saja Sukarno mengatakan dalam upaya Marxisme untuk bisa diterima oleh semua keadaan, maka taktiknya haruslah dirubah sesuai dengan kadar dimana mereka bertempat.
Sukarno juga mempertegas: Adapun teori Marxisme sudah berubah pula. Memang seharusnya begitu! Marx dan Engels bukanlah nabi-nabi, yang bisa mengadakan aturan-aturan yang bisa terpakai untuk segala zaman. Terorinya haruslah dirubah, kalau zaman itu berubah; teori-teorinya haruslah diikutkan dengan perubahannya dunia kalau tidak mau bangkrut (Sukarno, 2005: 18). Itulah sekelumit penjelasan konsep dasar dari Marxisme menurut Sukarno.
Namun untuk lebih meperjelas sejauh mana Sukarno berbicara Marxisme dan bagaimana ia dipengaruhi ajaran tersebut, alangkah lebih baik jika pembaca memba ulang karya fenomentalnya yang telah diterbitkan di ‘Suluh Indonesia Muda’. Disanalah terlihat secara jelas pengetahuan Soekarno tentang marxisme yang begitu luas, bagi anak muda seusianya. (Kasenda, 2014: 92). Walaupun demikian, Marxisme yang dipahami Sukarno kata Peter Kasenda tidaklah berarti dogmatis.
Sumber Bacaan
Kasenda, Peter. (2014). Bung Karno Panglima Revolusi. Yokyakarta: Galang Pustaka.
Lebfebvre, Henri. (2015). Seri Panduan Marxisme. Yokyakarta: Percetakan Jalasutra.
Pontoh, Cuen Husain. (2016). Sukarno, Marxisme dan Bahaya Pemfosilan. Diterbitkan oleh Pustaka IndoPROGRESS. Versi PDF
Sukarno, Ir. (2005). Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta: YAYASAN BUNG KARNO.
Tentang Penulis: Faidi Ansori, Penulis 2 Buku, “Homo Digitalis” dan “Marhaenisme Marxisme Ala Indonesia”