jfid – Saya adalah Roy, 27 tahun, lelaki hidung belang. Tentu, bicara prostitusi di kabupaten Sumenep saya paling tau, selain mucikari, pebisnis hotel, pemilik semi club malam rendahan dan para sejawatku.
Di kabupaten Sumenep, setidaknya ada 3 titik lokalisasi. Sebut saja di desa Beluk Ares kecamatan Ambunten, Genteng Biru kecamatan Bluto, dan arah rumah bupati Sumenep, di kecamatan Batuan.
Apa arti lokalisasi? Lokalisasi adalah sebuah tempat atau rumah singgah bagi perempuan yang menjual tubuhnya dengan uang (saya tidak menyebutnya sebagai pelacur). Karena kata pelacur adalah sifat yang mengintroduksi atau mengintimidasi bagi kaum perempuan.
Lokalisasi berbeda dengan prostitusi. Jika lokalisasi adalah tempat atau rumah singgah bagi penjual *agina. Namun, prostitusi memiliki arti dan makna yang lebih luas dari lokalisasi.
Prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai transaksi perdagangan (dikutip dari KBBI yang belum di upgrade). Dengan perkembangan teknologi, prostitusi mengalami kamuflase dengan eranya, melalui platform media sosial seperti Michat, Facebook, dan sebagainya.
Prostitusi dengan zamannya tak membutuhkan tempat atau ruang transaksi secara fisik (bukan hubungan seksual) melainkan langsung online (video call sex).
Dunia prostitusipun cendrung memiliki risiko dan potensi penipuan. Dimana, banyak kasus trafficking yang melibatkan wanita di bawah umur. Penipuan berkedok atau dengan modus wanita panggilan untuk menipu para lelaki hidung belang.
Potensi kejahatan sangat memungkinkan dalam dunia prostitusi, semisal, si perempuan tidak dibayar oleh si lelaki hidung belang setelah meniduri (karena tertutupnya transaksi seksual).
Pengakuan bunga (nama samaran) wanita yang pernah menjual diri pada lelaki hidung belang.
“Setelah tidur, si cowok minta nomor rekening, katanya mau ditransfer. Eh ditunggu-tunggu ternyata nipu,” cerita Bunga.
Berbeda dengan lokalisasi, lokalisasi cendrung lebih inklusif. Para wanita dengan lawannya secara terang-terangan melakukan transaksi dengan tarif yang lebih murah dibandingkan dengan proses online.
Bicara prostitusi, saya katakan jika berbeda dengan isu lokalisasi di Kecamatan Ambunten atau genteng biru Bluto.
Beberapa hari ini, banyak media menyorot lokalisasi yang ada di desa Beluk Ares kecamatan Ambunten.
Suara lantang datang dari Legislator lokal hingga Camat Ambunten, seruan untuk menutup.
Media-media mengkonstruksi Lokalisasi sebagai kejahatan sosial yang menyeramkan. Tentu, saya sebagai pecinta kucing anggora tak terima.
Karena seruan yang menyeramkan itu tanpa ada kajian sosiologis. Saya Roy, 27 tahun, lelaki hidung belang. Pecinta kucing anggora.