jf.id – Warga Lombok Tengah sedang bersuka cita dengan dibangunnya air mancur yang berlokasi di Lapangan Muhajirin, Praya yang begitu megah. Betapa tidak, biaya pembangunan air mancur tersebut dipelprkirakan menghabiskan 3 Milyar rupiah. Senin, 20/01/2020.
Berbanding terbalik, Petani khususnya di tiga Kecamatan yang tersebar di wilayah Kecamatan Praya Barat, Praya Barat Daya dan Pujut, kondisi lahan tempat tanam padi masyarakat mengalami kekeringan.
“kita bisa cek di Desa Pengembur Kec. Pujut, Desa Mangkung, Kec. Praya Barat, Desa Pandan Tinggang, Batu Jangkih di Kec. Praya Barat Daya dan lainnya, kondisi lahannya kering kerontang, sedangkan di pusat kota warga sedang demam gembira dengan penyuguhan air mancur yang fantastis” kata Apriadi Abdi N, Sekertaris Pemuda Tani HKTI NTB.
Fakta lapangan menyebutkan kondisi kering kerontang tersebut membuat para petani di sekitar tiga Kecamatan tersebut menjerit serta was-was terhadap keberlangsungan dari tanaman padi mereka.
“mungkin saking menariknya air mancur tersebut, sehingga lupa terhadap kekeringan yang melanda lahan petani, kasian para petani sebab jika gagal panen, maka otomatis sumber pangan tentunya menipis” sambung Abdi.
Dikatakanya, bahwa pembangunan air mancur yang menghabiskan uang negara sekita 3 Milyar tersebut tidak memberikan dampak baik terhadap kesejahteraan warga Lombok Tengah dan cendrung bersifat euforia.
“apa dampak positifnya terhadap petani, buruh tani dan warga miskin lainnya di Lombok Tengah, tidak ada malahan cendrung merugikan masyarakat, padahal kalau kita kalkulasikan, dengan anggaran tersebut, berapa sumur bor yang bisa terbuat” sergah Abdi.
Usia tanam padi di tiga Kecamatan tersebut tercatat sekitar satu bulan, dengan kondisi perubahan musim hujan yang tidak bersahabat, sehingga dengan kondisi tersebut para petani pusing terhadap pengairan sawahnya.
“kondisinya sekarang sangat membutuhkan air, mengingat usia tanam, belum lagi curah hujan rendah dan sudah sekitar 7 hari hujan tidak turun ” kata Abdi.
Akibat dari kekeringan lahan pertanian ini, pertumbuhan tanaman padi dikhawatirkan menjadi terhambat.
“daun padi sudah menyusut, mulai kering, sehingga tanaman padi yang sebenarnya sudah akan di berikan pupuk menjadi tidak bisa karena kering dan itu akan menjadi penghambat pertumbuhan tanaman padi milik kami” sebut Abdi
Dengan kejadian ini, pihak Pemuda Tani berharap agar pihak Pemkab. Loteng tidak tutup mata terhadap menjeritnya para petani yang dilanda kekeringan.
“tidak menutup kemungkinan akan terjadi gagal panen, saya berharap kondisi ini membuat Pemkab. Loteng tidak tutup mata, segera melakukan tindakan mumpung masih bisa tertanggulangi, petani membutuhkan solusi bukan euporia semata” harap Apriadi.
Apriadi melanjutkan bahwa pengambilan solusi terhadap kekeringan lahan yang terjadi bisa segera teratasi jika beberapa sumber air bisa dimanfaatkan sebagai saluran irigasi yang bisa mengaliri persawahan yang dilanda kekeringan.
“ada air DAM Batu Jai di Praya Barat, DAM Pengga di Praya Barat Daya, sebenarnya sangat bisa untuk dijadikan sumber aliran air irigasi, tetapi saya kira itu tidak cukup karena tidak semua lahan warga sekitar bisa di lewati aliran air DAM, maka alternatif lainnya adalah pemerintah menganggarkan untuk sumur Bor, atau Embung Rakyat untuk pertanian” imbuh Abdi.
Terkait dengan keberadaan sumur Bor, diakuinya belum menyentuh ke kesejahteraan petani masyarakat.
“sumur bor yang saya lihat masih dalam lingkup timses Dewan, sekitar rumah mereka, belum menyentuh ke kebermanfaatan petani, coba cek di lahan-lahan persawahan, ada gak aspirasi atau bantuan apapun dari pemerintah khususnya sumur bor untuk mengairi persawahan, paling sumur bor milik pribadi” sebutnya.
Penganggaran sumur Bor oleh Pemkab. Lombok Tengah bagi petani diharapkan mampu menjadi solusi terhadap keberlangsungan pertanian dan pangan di Kab. Lombok Tengah.
“sediakan payung sebelum hujan, semoga ke depan hal-hal terkait dengan kebutuhan pokok bagi pertanian di prioritaskan oleh pemerintah, ini penting karena menyangkut hajatan hidup orang banyak” tutupnya.