jfid – Dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen pembimbing skripsi terhadap mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menghebohkan masyarakat.
Kasus ini terungkap setelah korban membagikan kisahnya di media sosial, dan kini sedang diinvestigasi oleh pihak kampus serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMS.
Kronologi Kejadian
Kejadian dugaan pelecehan seksual ini terjadi pada Sabtu, 25 Agustus 2021. Korban, yang merupakan seorang mahasiswi UMS, mengungkapkan bahwa ia sedang mengurus skripsinya yang sempat tertunda satu semester.
Pada hari itu, ia bertemu dengan dosen pembimbingnya untuk melakukan bimbingan skripsi.
Menurut laporan yang diunggah di akun Twitter @unsrifess dan Instagram @palembang.ekspis, dosen tersebut melakukan tindakan yang tidak pantas selama sesi bimbingan tersebut.
Detail Pengakuan Korban
Dalam curhatan yang dibagikan di media sosial, korban menjelaskan bahwa ia merasa terpaksa mengikuti permintaan dosen tersebut karena takut akan dampak negatif terhadap penilaiannya.
Korban menyatakan, “Demi Allah aku tidak ngarang cerita ini min. Tolong di up aku butuh saran.
Kalo nak cerita samo kawan aku malu,” yang berarti “Demi Allah, saya tidak mengarang cerita ini min.
Tolong diunggah, saya butuh saran. Jika ingin bercerita kepada teman, saya malu”.
Tanggapan dari Pihak Kampus dan Mahasiswa
BEM UMS segera merespons kasus ini dengan melakukan investigasi internal untuk mengumpulkan bukti dan keterangan lebih lanjut.
Ifeh, Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM Unsri, yang juga mengikuti perkembangan kasus ini, menyatakan, “Kami selaku BEM UMS akan terus mengawal dan mengusut kasus ini hingga ada kejelasan. Kalau nantinya terbukti peristiwa itu memang benar adanya, semua BEM Unsri siap kawal kasus ini”.
Pihak rektorat UMS sendiri belum memberikan pernyataan resmi mengenai kasus ini. Namun, dari pengalaman kasus serupa di Unsri, pihak universitas biasanya akan bekerja sama dengan kepolisian untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum.
Langkah-Langkah yang Ditempuh BEM UMS
BEM UMS telah melakukan pertemuan dengan pihak rektorat untuk membahas program pengaduan bagi mahasiswa yang mengalami pelecehan atau kekerasan seksual.
Program ini bertujuan untuk memberikan wadah yang aman bagi korban untuk melaporkan kejadian tanpa takut akan dampak negatif terhadap kehidupan akademis mereka.
“Kami mengadakan program pengaduan untuk membantu mahasiswa yang menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual,” jelas Ifeh.
Dukungan Psikologis dan Hukum
Kasus pelecehan seksual seperti ini tidak hanya berdampak pada kehidupan akademis korban, tetapi juga memiliki dampak psikologis yang signifikan.
Oleh karena itu, penting bagi korban untuk mendapatkan dukungan psikologis yang memadai.
Menurut seorang psikolog yang diwawancarai oleh Kompas.com, trauma yang dialami korban pelecehan seksual bisa sangat mendalam dan memerlukan penanganan profesional untuk pemulihan.
Selain itu, langkah hukum harus diambil untuk memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dan korban mendapatkan keadilan.
“Pihak universitas harus segera melakukan investigasi internal dan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum,” kata seorang ahli hukum pendidikan.
Kesimpulan
Kasus dugaan pelecehan seksual oleh dosen pembimbing skripsi di UMS menunjukkan betapa pentingnya sistem pelaporan dan perlindungan bagi korban pelecehan seksual di lingkungan akademis.
Dukungan dari pihak kampus, organisasi mahasiswa, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kasus ini diusut tuntas dan tidak terulang di masa depan.