Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Tiket Mahal, Balik Modal Lama

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
6 Min Read
- Advertisement -

jfid – Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) adalah proyek infrastruktur yang diharapkan dapat menghubungkan dua kota besar di Pulau Jawa dengan waktu tempuh hanya 45 menit. Proyek ini juga merupakan kerjasama pertama antara Indonesia dan China dalam bidang transportasi. Namun, proyek ini tidak lepas dari kontroversi, mulai dari pembengkakan biaya, keterlambatan pembangunan, hingga harga tiket yang dianggap terlalu mahal.

Harga Tiket: VIP, First Class, atau Second Class?

Salah satu hal yang menjadi sorotan publik adalah harga tiket KCJB yang dinilai tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan yang mengelola proyek ini, berikut adalah harga tiket KCJB berdasarkan kursi dan kelas:

  • VIP Class: Harga tiketnya adalah Rp 350.000 per penumpang dengan kuota 18 orang.
  • First Class: Harga tiketnya adalah Rp 300.000 per penumpang dengan kuota 28 orang
  • Second Class: Harga tiketnya adalah Rp 250.000 per penumpang dengan kuota 555 orang

Jika dibandingkan dengan harga tiket kereta api biasa antara Jakarta dan Bandung, harga tiket KCJB jelas sangat tinggi. Misalnya, harga tiket kereta api Argo Parahyangan Eksekutif hanya berkisar Rp 100.000-Rp 150.000 per penumpang, sedangkan harga tiket kereta api Argo Parahyangan Ekonomi hanya sekitar Rp 50.000-Rp 80.000 per penumpang.

Tentu saja, KCJB memiliki keunggulan dibandingkan kereta api biasa, yaitu kecepatan dan kenyamanan. Namun, apakah hal itu sebanding dengan selisih harga yang mencapai dua hingga lima kali lipat? Apalagi, KCJB juga memiliki keterbatasan kapasitas penumpang yang hanya sekitar 600 orang per perjalanan.

Ad image

Pendapatan: Miliaran Rupiah Per Hari

Meskipun harga tiket KCJB terbilang mahal, namun jika semua kursi terisi penuh di setiap perjalanan, maka pendapatan KCJB bisa mencapai miliaran rupiah per hari. Berikut adalah pendapatan per tahun dari KCJB berdasarkan kursi dan kelas jika semua kursi terisi penuh:

  • VIP Class:
    • Pendapatan per hari: Rp 428.400.000
    • Jumlah hari: 365
    • Pendapatan per tahun: Rp 428.400.000 x 365 hari = Rp 156.366.000.000
  • First Class:
    • Pendapatan per hari: Rp 571.200.000
    • Jumlah hari: 365
    • Pendapatan per tahun: Rp 571.200.000 x 365 hari = Rp 208.388.000.000
  • Second Class:
    • Pendapatan per hari: Rp 7.485.000.000
    • Jumlah hari: 365
    • Pendapatan per tahun: Rp 7.485.000.000 x 365 hari = Rp 2,732.025.000.000

Jadi, jika kereta beroperasi 68 kali sehari, maka total kapasitas penumpang per hari adalah 601 kursi x 68 perjalanan = 40.868 penumpang, dan jika KCJB beroperasi penuh setiap hari dan semua kursi terisi penuh di setiap perjalanan, total pendapatan per tahun diperkirakan sekitar Rp 3,096,779,000,000.

Biaya Proyek: Triliunan Rupiah dan Campur Tangan APBN

Namun, pendapatan KCJB yang fantastis itu ternyata masih belum cukup untuk menutup biaya proyek yang juga sangat besar dan melebihi anggaran awal.

Biaya proyek KCJB awalnya diperkirakan sebesar Rp 86,5 triliun. Namun, setelah dilakukan audit menyeluruh, proyek ini mengalami pembengkakan biaya sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 110,22 triliun (kurs Rp 15.100).

Untuk menutup biaya yang kelewat besar tersebut, akhirnya pemerintah menyuntik proyek tersebut dengan dana APBN meski awalnya proyek ini dijanjikan murni bisnis tanpa campur tangan uang pajak.

Proyek KCJB dikerjakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan kerjasama antara China Development Bank dengan Indonesia. Material rel untuk jalur kereta ini diimpor langsung dari China ke Indonesia oleh China Railways Material Co Ltd.

Balik Modal: Butuh 36 Tahun

Dengan biaya proyek yang sangat besar dan harga tiket yang mahal, pertanyaan yang muncul adalah berapa lama KCJB bisa balik modal atau mencapai titik impas?

Untuk menghitung berapa lama balik modal (break-even point) dari proyek KCJB, kita perlu membagi total biaya proyek dengan pendapatan tahunan.

Biaya total proyek adalah Rp 110,22 triliun, dan pendapatan tahunan diperkirakan sekitar Rp 3,096,779,000,000 berdasarkan perhitungan sebelumnya.

Maka, waktu balik modal dapat dihitung sebagai berikut:

Rp 110,22 triliun / Rp 3,096,779,000,000 = sekitar 35,6 tahun

Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan asumsi bahwa kereta beroperasi penuh setiap hari selama setahun dengan semua kursi terisi penuh di setiap perjalanan, dibutuhkan sekitar 36 tahun untuk balik modal.

Namun, perlu diingat bahwa ini adalah perkiraan kasar dan tidak mempertimbangkan banyak faktor lain seperti biaya operasional, pemeliharaan, gaji pegawai, dan fluktuasi dalam tingkat penumpang. Oleh karena itu, waktu nyata untuk mencapai titik impas mungkin berbeda.

Kesimpulan

Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah proyek ambisius yang menawarkan solusi transportasi cepat dan nyaman antara dua kota besar di Jawa. Namun, proyek ini juga memiliki tantangan besar dalam hal biaya, harga tiket, dan balik modal. Apakah proyek ini akan berhasil atau gagal? Hanya waktu yang bisa menjawab.

- Advertisement -
TAGGED:
Share This Article