Telaah Kritis Atas Sengketa Perairan Natuna
jfID – Sejak kecil saya sudah didoktrin untuk Cinta Tanah Air. Bahkan, kata guru ngaji pun, Cinta Tanah Air itu bagian dari Iman. Kenapa harus Cinta Tanah Air, ya? Apa dasarnya?
Diusiaku yang sudah dewasa, doktrin Cinta Tanah Air itu tampaknya secara filosofis agar kita menjadi bangsa yang tau diri. Bangsa yang harus menghormati sejarah, betapa Negeri ini menjadi negara berdaulat setelah melalui berbagai kesengsaraan para pendahulu bangsa yang terjadi dalam ratusan tahun dan lintas generasi.
Yach, tak mudah Negeri ini berdiri! Entah berapa ribu, juta dan bahkan milyar nyawa bangsa Indonesia melayang akibat menentang kolonialisme dijaman dahulu kala itu. Hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 Rakyat Indonesia bergegap gempita menyambut Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat sebagai Negara yang mandiri.
Setelah merdeka, Indonesia sebagai Negara yang berdaulat, dipimpin oleh bangsa sendiri.
Akan tetapi, faktanya, pemimpin dari bangsa sendiri tak kalah kejamnya dengan penjajah. Sejak dari Orla, Orba, Reformasi, hingga kini, tujuan hidup bernegara jauh panggang daripada api. Hidup Sejahtera, Makmur dan Berkeadilan tampaknya hanya merujuk pada pejabat dan ASN yang setiap saat bisa naik gaji. Sedangkan rakyat tak berhak untuk memperoleh hidup yang semacam itu. Kesejahteraan pejabat dan ASN semuanya dibiayai dari keringat dan darah rakyat melalui berbagai pungutan yang dilegalkan.
Intinya, diusiaku yang sudah dewasa ini, saya merasa bahwa doktrin Cinta Tanah Air itu telah dimanipulasi sedemikian rupa oleh pemimpin negara. Dengan maksud bukan untuk menghormati jerih payah pendahulu bangsa, melainkan agar setiap saat kita bisa diajak secara suka rela untuk melawan bangsa lain yang oleh pemimpin negara telah memenuhi kualifikasi penjajahan.
Jadi, sesuatu bangsa disebut penjajah apa bukan, tetap menunggu penilaian pemimpin negara terlebih dulu. Bila penjajah kata petinggi negara, ya penjajah bagi rakyat, dan harus dilawan oleh rakyat!
Kasus Natuna yang terjadi akhir- akhir ini membuktikan perihal tersebut. Nelayan Cina bebas mengambil ikan diperairan Natuna dan dikawal oleh Tentara Pemerintah Cina, disebut Pencuri. Bukan Penjajah!
Selain hanya menyebut pencuri, itupun Pemimpin negara masih bersikap lunak: Cari Jalan Damai!
Aku jadi bingung! Nelayan Cina mengambil ikan diperairan Indonesia, disebut pencuri masih masuk akal!
Tapi ketika pemerintah Tiongkok membenarkan tindakan warganya dan bahkan memberikan pengawalan, dengan klaim perairan tersebut adalah milik pemerintahan Tiongkok, padahal sudah jelas dinyatakan sebagai klaim yang tak berdasar hukum oleh Pengadilan Internasional. Maka, tindakan Pemerintah Tiongkok tersebut sudah nyata dan terang melecehkan bangsa Indonesia sebagai Negara yang Berdaulat.
Akan tetapi sikap petinggi-petinggi negara tampaknya tak terusik oleh perilaku pemerintahan Cina, bahkan menunjukkan sikap yang takut kepada Cina dengan pernyataan-pernyataannya sebagai berikut:
1. Kata Menhan, (Prabowo), masalah ini akan diambil dengan cara damai karena Cina merupakan negara sahabat. Mual perutku mendengar pernyataan Menhan ini. Tak sebanding dengan tampilannya yang galak.
2. Kata Menteri Kemaritiman, (Luhut Binsar Panjaitan), Cina punya investasi besar di Indonesia, yang intinya kalau Cina ngambek seolah-olah Indonesia bakal bangkrut.
3. Kata Presiden, Tentara kalah kuat, dimana jumlah TNI Aktif hanya berjumlah 400 ribu personel sedangkan Cina 2,2 juta personel, atau hampir sama kuatnya dengan tentara AS.
3. Masih kata Presiden, Anggaran Pertahanan Indonesia Kalah Kuat, dimana anggaran Pertahanan RI hanya 127,35 Triliun, sedangkan Cina punya anggaran 2.500 Triliun.
Jadi, kini aku baru sadar bahwa doktrin nasionalisme dan cinta tanah air itu kosong melompong. Tidak ada perilaku kongkrit yang bisa dijadikan teladan dari pejabat tinggi negara.
Tapi masih untung petinggi negara belum ada yang bilang meragukan cara dan keterampilan TNI bertempur.
Kini, mengertilah aku, bahwa Indonesia hanya berdaulat secara omongan, tapi boneka Cina secara kenyataan!
Maka, makin jengkel hatiku, ketika rakyat masih terus menerus dijejali doktrin Cinta Tanah Air dan NKRI Harga Mati! Polisi memburu Muballigh, mengkriminalisasi rakyat seolah anti NKRI! Padahal, rakyatlah yang paling berani mati ketika tersinggung eksistensinya daripada pejabat yang hanya berburu pendapatan dan yang tak tau malu!
Pecat Prabowo,,,!!! Pecat Luhut Binsar, Turunkan Jokowi,,,!!!!
Sumenep, 05 Januari 2019
Tentang Penulis: Kurniadi, Intelektual kelahiran Sumenep, Madura.