Kasus Korupsi Fasilitas Ekspor CPO: Airlangga Hartarto Diperiksa, Kerugian Negara Capai Rp20 Triliun

Rasyiqi
By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read
OIF
OIF
- Advertisement -

jf.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya yang merugikan negara hingga lebih dari Rp20 triliun. Dalam rangka pengembangan penyidikan, Kejagung telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Airlangga Hartarto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Ketiga perusahaan tersebut diduga terlibat dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022.

Airlangga Hartarto menjalani pemeriksaan selama lebih dari 12 jam di Gedung Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada Senin (24/7/2023). Selama pemeriksaan, Airlangga dicecar 46 pertanyaan terkait kebijakan yang diambil oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasar domestik.

“Saya telah hadir memberikan keterangan atas 46 pertanyaan,” ujar Airlangga dalam konferensi pers usai pemeriksaan.

Airlangga mengaku menjawab semua pertanyaan dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan fakta yang ada. Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus korupsi tersebut.

“Saya tidak terlibat dalam kasus ini. Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai Menko Perekonomian untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng,” kata Airlangga.

Kerugian Negara Rp20 Triliun

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Supardi menyebut kerugian negara dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya mencapai Rp20 triliun. Nilai tersebut terdiri atas kerugian keuangan, kerugian perekonomian, dan pendapatan tidak sah (illegal gains).

“Total kerugian keuangan negara sekitar Rp6 triliun, kemudian ada juga namanya (kerugian) perekonomian sekitar Rp12 triliun, terus ada illegal gains sekitar Rp2 triliun. Total 20 triliun,” kata Supardi ditemui usai Upacara Hari Bhakti Adhyaksa Ke-62 di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (22/7/2022).

Perhitungan kerugian negara tersebut dilakukan oleh auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta penyidik Jampidsus menggandeng ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Supardi menjelaskan bahwa kerugian keuangan negara terjadi akibat adanya perbedaan antara harga jual CPO di pasar domestik dengan harga jual CPO di pasar internasional. Selisih harga tersebut seharusnya menjadi pendapatan negara melalui pajak ekspor, namun tidak masuk ke kas negara karena adanya fasilitas ekspor yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan tertentu.

“Kerugian perekonomian terjadi akibat adanya dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekspor CPO dan turunannya. Misalnya, adanya peningkatan impor minyak goreng yang berdampak pada defisit neraca perdagangan, adanya penurunan kesejahteraan petani kelapa sawit, adanya kerusakan hutan dan lahan gambut akibat perluasan perkebunan kelapa sawit, dan sebagainya,” ujar Supardi.

Sementara itu, illegal gains merupakan keuntungan yang diperoleh oleh para tersangka korporasi dan perorangan dari kasus korupsi ini. Supardi mengatakan bahwa para tersangka diduga melakukan suap, gratifikasi, dan pencucian uang dalam rangka memperoleh fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

“Kami masih terus mengusut aliran dana dari kasus ini. Kami juga telah menyita sejumlah aset milik para tersangka, termasuk tanah, bangunan, kendaraan, rekening bank, dan saham,” kata Supardi.

Lima Tersangka Perorangan Divonis Bersalah

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka perorangan dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya. Mereka adalah:

  • Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
  • Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia.
  • Stanley M.A. selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group.
  • Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
  • Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati selaku Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI).

Kelima tersangka tersebut telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam sidang putusan yang digelar pada 28 Juli 2022, Majelis Hakim menyatakan bahwa kelima terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Majelis Hakim menjatuhkan hukuman berbeda-beda kepada kelima terdakwa, yaitu:

  • Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp1,5 triliun subsider lima tahun penjara.
  • Master Parulian Tumanggor dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider dua bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp500 miliar subsider empat tahun penjara.
  • Stanley M.A. dijatuhi hukuman satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp250 miliar subsider tiga tahun penjara.
  • Picare Tagore Sitanggang dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp250 miliar subsider tiga tahun penjara.
  • Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati dijatuhi hukuman satu tahun empat bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp100 miliar subsider dua tahun penjara.

Majelis Hakim juga memerintahkan agar para terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp10.000. Selain itu, Majelis Hakim juga menyatakan bahwa barang bukti berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kasus ini disita untuk negara.

Para terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum banding atas putusan tersebut.

- Advertisement -
Share This Article