jfid – Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), baru-baru ini membuat kejutan dengan resmi bergabung menjadi kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Padahal, sang ayah dan kakaknya, Gibran Rakabuming, adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Apa alasan Kaesang memilih PSI dan bukan PDIP? Apakah ini menunjukkan bahwa generasi milenial dan Gen Z tidak menyukai PDIP?
Alasan Kaesang Memilih PSI
Kaesang mengatakan dirinya memilih menjadi kader PSI karena memiliki keinginan dan kesamaan dengan partai tersebut. “Kami kebetulan punya kesamaan dan keinginan, kami ingin anak-anak muda bisa lebih terlibat di sektor publik,” ujar Kaesang saat penyerahan kartu tanda anggota (KTA) PSI di rumah Jokowi di Solo, Sabtu (23/9/2023).
Kaesang mengaku ingin anak muda menjadi objek aktif terlebih dalam pemilu. Ia menyebut masa depan Indonesia untuk anak muda Indonesia. “Apalagi di Pemilu, anak muda dijadikan sebagai objek pasif, kita mau mereka jadi objek aktif. Mau gimana pun masa depan Indonesia itu untuk anak muda Indonesia,” tutur Kaesang.
Selain itu, Kaesang juga mengapresiasi PSI sebagai partai yang diisi oleh anak-anak muda yang berintegritas, punya kompetensi, dan semangat untuk membuat Indonesia jauh lebih baik. “Saya lihat PSI partai yang bagus, diisi oleh anak-anak muda yang berintegritas, punya kompetensi juga. Yang terpenting mereka punya semangat untuk membuat Indonesia jauh lebih baik. Cuman sayangnya mereka nggak masuk Senayan,” ujarnya.
Respons PDIP dan Cak Imin
Keputusan Kaesang bergabung dengan PSI tentu saja mendapatkan respons dari berbagai pihak, tak terkecuali PDIP dan juga Cawapres Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan pihaknya akan berbicara hati ke hati dengan Kaesang. “Berarti sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Tinggal nanti kami konfirmasi ulang dari hati ke hati,” ujar Hendrawan.
Hendrawan juga menyebut bahwa Kaesang sudah bukan tanggungan dari Jokowi, sehingga tidak menyalahi aturan dalam PDIP yang mengharuskan satu keluarga tidak boleh berbeda partai. “Keluarga inti. Selama ini dimaknai sebagai suami, istri dan anak yang masih dalam tanggungan (tidak boleh beda partai). Setahu saya Kaesang sudah membina dan menjadi kepala keluarga baru,” jelasnya.
Sementara itu, Cak Imin ikut berkomentar dengan nada santai dan menyambut Kaesang di dunia politik. “Ya selamat pada Kaesang yang memasuki dunia baru dunia politik welcome to the jungle,” kata Cak Imin.
Apakah Ini Tanda Milenial dan Gen Z Tak Suka PDIP?
Kaesang adalah salah satu contoh dari generasi milenial dan Gen Z yang memilih partai politik berbeda dari orang tuanya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1980-1999, sedangkan Gen Z adalah mereka yang lahir antara tahun 2000-2019. Kaesang sendiri lahir pada tahun 1994, sehingga termasuk dalam generasi milenial.
Generasi milenial dan Gen Z memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya, seperti lebih kritis, kreatif, inovatif, kolaboratif, dan adaptif. Mereka juga lebih terbuka terhadap perubahan, keberagaman, dan teknologi. Mereka cenderung tidak mau terikat dengan tradisi, norma, atau loyalitas yang sudah mapan.
Hal ini bisa mempengaruhi pilihan politik mereka, termasuk dalam memilih partai. Menurut survei Indikator Politik Indonesia pada tahun 2020, generasi milenial dan Gen Z lebih banyak memilih partai-partai baru, seperti PSI, Partai Solidaritas Nasional (PSN), dan Partai Gelora, dibandingkan dengan partai-partai lama, seperti PDIP, Golkar, dan Gerindra.
Salah satu alasan mereka memilih partai-partai baru adalah karena merasa tidak terwakili oleh partai-partai lama yang dianggap konservatif, korup, dan tidak responsif terhadap isu-isu aktual. Mereka juga menginginkan partai-partai yang lebih transparan, akuntabel, dan inklusif, terutama terhadap kaum perempuan, minoritas, dan lingkungan.
Namun, bukan berarti generasi milenial dan Gen Z tidak suka sama sekali dengan PDIP. Survei yang sama menunjukkan bahwa PDIP masih menjadi partai favorit kedua bagi generasi milenial dan Gen Z, setelah PSI. Hal ini menunjukkan bahwa PDIP masih memiliki daya tarik bagi generasi muda, terutama karena sosok Jokowi yang dianggap sebagai pemimpin yang visioner, progresif, dan dekat dengan rakyat.
Kesimpulan
Kaesang gabung PSI adalah salah satu fenomena politik yang menarik untuk diamati. Kaesang memiliki alasan sendiri untuk memilih PSI dan bukan PDIP, yang sejalan dengan karakteristik dan aspirasi generasi milenial dan Gen Z. Namun, bukan berarti generasi muda tidak suka dengan PDIP. PDIP masih memiliki peluang untuk menarik simpati generasi muda, asalkan bisa menunjukkan kinerja, integritas, dan kepedulian yang lebih baik.