Israel Tidak Akan Duduki Palestina? Gimana Sih?

Rasyiqi
By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
6 Min Read
Israel Akui Ingin Pindahkan Warga Palestina Secara Paksa
Israel Akui Ingin Pindahkan Warga Palestina Secara Paksa
- Advertisement -

jfid – Gaza, sebuah wilayah yang terjepit di antara Israel dan Mesir, menjadi saksi bisu konflik berdarah yang tak kunjung usai.

Sejak tahun 2005, Israel menarik diri dari Jalur Gaza, namun tetap menguasai perbatasan, ruang udara, dan perairan wilayah tersebut.

Gaza pun berada di bawah blokade Israel, yang membatasi akses warga Gaza ke barang, bahan bakar, listrik, dan layanan kesehatan.

Pada tahun 2007, Hamas, sebuah gerakan perlawanan Islam yang tidak diakui oleh Israel, mengambil alih pemerintahan Gaza dari Otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Fatah, partai saingannya.

Sejak itu, Israel dan Hamas terlibat dalam beberapa perang dan bentrokan, yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan besar di kedua belah pihak.

Perang terbaru meletus pada bulan Oktober 2023, ketika Hamas menembakkan ratusan roket ke Israel, sebagai balasan atas pembunuhan seorang komandan militernya oleh agen Israel.

Israel pun membalas dengan melakukan serangan udara dan darat yang menghancurkan infrastruktur dan fasilitas sipil di Gaza, termasuk rumah sakit, sekolah, dan media.

Hingga kini, belum ada tanda-tanda gencatan senjata yang permanen, meskipun ada upaya mediasi dari negara-negara tetangga dan internasional.

Di tengah situasi yang genting ini, muncul pernyataan kontroversial dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang menyatakan bahwa Israel akan tetap memegang tanggung jawab keamanan di Gaza, setelah perang berakhir.

Pernyataan ini menimbulkan spekulasi bahwa Israel berencana untuk menduduki kembali Gaza, atau setidaknya menjadikannya seperti Tepi Barat, yang masih berada di bawah kendali militer Israel.

Namun, penasihat senior Netanyahu, Mark Regev, membantah hal tersebut. Ia mengatakan bahwa Israel tidak akan menduduki kembali Gaza, namun hanya ingin memastikan bahwa tidak ada kebangkitan kembali elemen teroris, seperti Hamas, di wilayah tersebut.

“Harus ada kehadiran keamanan Israel, tapi itu tidak berarti Israel kembali menduduki Gaza, itu tidak berarti Israel ada di sana untuk memerintah warga Gaza,” kata Regev kepada CNN.

Regev juga menyatakan bahwa Israel menginginkan warga Palestina di Gaza untuk memerintah diri mereka sendiri, meskipun ada beberapa suara di dalam pemerintahan Israel yang menyerukan pengusiran massal warga Palestina dari Gaza, yang digambarkan sebagai Nakba kedua, mengacu pada pengusiran warga Palestina pada tahun 1948.

Pernyataan Regev ini seolah-olah menawarkan harapan bagi warga Gaza, yang sudah lama menderita akibat blokade dan perang.

Namun, apakah benar Israel akan memberikan kesempatan bagi warga Gaza untuk menentukan nasib mereka sendiri? Apakah benar Israel tidak akan mengulangi kesalahan masa lalu, ketika mereka menghancurkan rumah, tanah, dan hak-hak warga Palestina?

Menurut analis politik Palestina, Dr. Mustafa Barghouti, pernyataan Regev hanyalah retorika kosong, yang bertujuan untuk menipu opini publik internasional.

Ia mengatakan bahwa Israel tidak pernah serius untuk mengakhiri pendudukan dan blokade terhadap Gaza, melainkan hanya ingin menjaga status quo, yang menguntungkan mereka secara strategis dan ekonomis.

“Israel tidak mau mengakui bahwa mereka adalah penjajah, yang melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia. Mereka hanya mau mengendalikan Gaza, tanpa harus bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kebutuhan warga Gaza. Mereka hanya mau mengisolasi Gaza dari dunia luar, dan mencegah persatuan antara Gaza dan Tepi Barat, yang merupakan bagian dari tanah air Palestina,” kata Barghouti kepada Republika.

Barghouti menambahkan bahwa Israel juga tidak mau mengakui hak-hak politik dan nasional warga Palestina, termasuk hak untuk kemerdekaan, kedaulatan, dan pengembalian pengungsi.

Ia mengatakan bahwa Israel hanya mau berbicara tentang keamanan, yang sebenarnya adalah alasan untuk melanjutkan agresi dan penindasan terhadap warga Palestina.

“Israel tidak mau berdamai dengan warga Palestina, melainkan hanya mau menghancurkan perlawanan mereka. Israel tidak mau mengakui Hamas sebagai pihak yang sah, yang dipilih oleh rakyat Gaza dalam pemilu yang demokratis.

Israel tidak mau menghormati kesepakatan gencatan senjata, yang sudah beberapa kali dilanggar oleh mereka. Israel tidak mau menghentikan pembangunan pemukiman ilegal di Tepi Barat, yang merampas tanah dan sumber daya warga Palestina.

Israel tidak mau menghentikan diskriminasi dan apartheid terhadap warga Palestina, baik di dalam maupun di luar Israel,” ujar Barghouti.

Barghouti menegaskan bahwa satu-satunya jalan keluar dari krisis di Gaza adalah dengan mengakhiri pendudukan dan blokade Israel, dan memberikan hak-hak penuh bagi warga Palestina, sesuai dengan resolusi PBB dan hukum internasional.

Ia juga mengatakan bahwa warga Palestina harus bersatu dan berjuang bersama untuk mencapai tujuan mereka, dengan dukungan dari masyarakat internasional, yang harus menekan Israel agar menghentikan kejahatan dan pelanggaran mereka.

“Gaza adalah simbol perjuangan dan ketabahan warga Palestina, yang tidak akan menyerah atau menyerahkan tanah mereka. Gaza adalah bagian dari Palestina, yang tidak akan terpisah atau terisolasi. Gaza adalah harapan dan impian warga Palestina, yang tidak akan padam atau pupus. Gaza adalah tantangan dan pelajaran bagi dunia, yang harus berani dan adil untuk menegakkan kebenaran dan keadilan,” pungkas Barghouti.

- Advertisement -
TAGGED:
Share This Article