jfid – Gaza, sebuah wilayah yang terjepit di antara Israel dan Mesir, kini menjadi medan perang yang mengerikan. Serangan udara dan artileri Israel yang tak henti-hentinya menghujani Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 6.500 warga Palestina, termasuk lebih dari 2.700 anak-anak, dalam waktu kurang dari tiga minggu.
Di sisi lain, Hamas, kelompok perlawanan Palestina yang menguasai Gaza, juga terus melancarkan roket-roket ke arah Israel, sebagai balasan atas penindasan dan penjajahan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Israel mengklaim bahwa serangan Hamas telah menewaskan 1.400 warganya, sebagian besar akibat serangan mendadak pada 7 Oktober lalu.
Konflik ini telah memicu krisis kemanusiaan yang parah di Gaza, di mana lebih dari 600.000 warga Palestina terpaksa mengungsi ke tempat-tempat penampungan yang disediakan oleh badan bantuan PBB, UNRWA. Namun, tempat-tempat penampungan itu juga tidak aman dari serangan Israel, yang beberapa kali menargetkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang menjadi tempat perlindungan.
Selain itu, warga Gaza juga menghadapi krisis air bersih, listrik, makanan, dan obat-obatan, akibat blokade total yang diberlakukan oleh Israel. Israel menutup semua akses masuk ke Gaza, baik dari darat, laut, maupun udara, sehingga bantuan kemanusiaan dari negara-negara lain sulit untuk sampai ke tangan warga yang membutuhkan.
Sementara itu, dunia internasional terpecah belah dalam menyikapi konflik ini. Beberapa negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Belgia, cenderung mendukung Israel dan mengutuk Hamas sebagai kelompok teroris. Namun, beberapa negara lain, seperti Turki dan Iran, menyatakan solidaritasnya dengan Palestina dan mengecam kekejaman Israel.
PBB sendiri belum berhasil mengambil langkah konkret untuk menghentikan konflik ini. Upaya untuk mengesahkan resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB selalu gagal karena veto dari AS, yang merupakan sekutu utama Israel. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres hanya bisa menyerukan jeda kemanusiaan agar bantuan bisa menjangkau warga sipil di Gaza.
Di tengah darah dan air mata yang mengalir di Gaza, harapan untuk perdamaian semakin tipis. Kedua belah pihak masih bersikeras untuk melanjutkan perjuangan mereka dengan segala cara. Namun, apakah ada pemenang dalam perang ini? Ataukah hanya ada korban jiwa yang terus bertambah di bawah bayang-bayang kematian?
