jfid – Polusi udara di Jakarta menjadi salah satu masalah lingkungan yang mendesak dan membutuhkan solusi segera.
Menurut laporan Indeks Kualitas Udara Kehidupan (AQLI) yang dirilis oleh Institut Kebijakan Energi (EPIC) Universitas Chicago, Indonesia termasuk dalam enam negara yang paling berkontribusi terhadap polusi udara global, bersama dengan China, India, Pakistan, Bangladesh, dan Nigeria. Laporan tersebut juga menyebut bahwa polusi udara di Jakarta dapat memangkas usia hidup warganya hingga 4,5 tahun.
Polusi udara di Jakarta disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain emisi kendaraan bermotor, aktivitas industri dan pembangkit listrik, pembakaran sampah dan lahan, serta faktor alam seperti cuaca dan angin.
Polutan utama yang mengancam kesehatan warga Jakarta adalah partikulat halus (PM 2,5), yaitu partikel berukuran kurang dari 2,5 mikrometer yang dapat masuk ke dalam paru-paru dan aliran darah. Paparan PM 2,5 dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan, jantung, kanker, dan kematian dini.
Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi polusi udara di Jakarta, seperti menerapkan sistem kerja hibrida bagi aparatur sipil negara (ASN), melaksanakan uji emisi bagi kendaraan bermotor, menilang kendaraan yang melanggar aturan emisi, memperketat izin gedung bertingkat,
Pemerintah juga mengimplementasikan standar EURO4 untuk kendaraan penumpang, bus, truk, dan sepeda motor, memberikan stimulus untuk kepemilikan kendaraan listrik (EV), menggunakan bahan bakar gas alam terkompresi (CNG) pada semua kendaraan bus dan truk, serta melakukan scrapping system yaitu memusnahkan kendaraan yang melebihi batas usia pakai .
Namun, langkah-langkah tersebut dinilai belum cukup efektif dan konsisten dalam menurunkan tingkat polusi udara di Jakarta. Sejumlah kelompok masyarakat sipil telah melayangkan gugatan perwakilan kelompok alias class action terhadap Presiden Joko Widodo dan tiga menterinya karena dianggap lalai dalam mengatasi polusi udara di Jakarta. Penggugat menuntut agar pemerintah pusat membuat rencana aksi nasional untuk penanganan polusi udara yang komprehensif dan terintegrasi dengan pemerintah daerah.
Penggugat juga mengecam sikap pemerintah pusat yang mengajukan banding atas putusan pengadilan yang menyatakan bahwa mereka telah bersalah atas masalah polusi udara di Jakarta. Penggugat menilai bahwa alasan pemerintah tidak masuk akal dan tidak berdasarkan data ilmiah. Penggugat meminta agar pemerintah tidak melakukan banding hanya karena ego dan melawan kepentingan publik.
Bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga menghadapi masalah polusi udara, Indonesia masih tertinggal dalam hal kebijakan dan tindakan nyata. Misalnya, China yang dikenal sebagai negara dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia telah berhasil menurunkan rata-rata konsentrasi PM 2,5 sebesar 40% sejak tahun 2013.
China melakukannya dengan melakukan reformasi struktural pada sektor energi dan industri, meningkatkan penggunaan energi terbarukan, menghapuskan pembangkit listrik tenaga batu bara yang kotor, memperluas jaringan transportasi umum dan kereta api cepat, serta mendorong inovasi teknologi hijau.
Selain itu, beberapa kota besar di dunia juga telah menerapkan solusi kreatif untuk mengurangi polusi udara, seperti menggunakan bambu sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan, memanfaatkan kotoran sapi untuk menghasilkan biogas, menanam tanaman penyerap polutan di atap gedung, serta mengembangkan aplikasi yang dapat memberikan informasi dan saran tentang kualitas udara.
Dengan demikian, Indonesia perlu belajar dari pengalaman dan praktik terbaik negara-negara lain dalam menangani polusi udara di Jakarta. Selain itu, Indonesia juga perlu meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup. Polusi udara di Jakarta bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua.