Heboh! Bocil-Bocil Harus Cuci Darah di RSCM: Apa Kata Dokter Anak Soal Penyakit Ginjal Ini?

Lukman Sanjaya By Lukman Sanjaya
5 Min Read
Heboh! Bocil-Bocil Harus Cuci Darah di RSCM: Apa Kata Dokter Anak Soal Penyakit Ginjal Ini? (Ilustrasi)
Heboh! Bocil-Bocil Harus Cuci Darah di RSCM: Apa Kata Dokter Anak Soal Penyakit Ginjal Ini? (Ilustrasi)
- Advertisement -

jfid – Belakangan ini, media sosial dihebohkan oleh berita banyaknya anak-anak yang harus menjalani hemodialisis atau cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan di kalangan masyarakat.

Benarkah jumlah anak dengan masalah ginjal meningkat drastis, atau ada faktor lain yang perlu kita cermati?

Dokter spesialis anak RSCM, Eka Laksmi Hidayati, memberikan klarifikasi terkait fenomena ini.

Ad image

Menurutnya, banyaknya anak yang menjalani dialisis di RSCM bukan semata-mata karena peningkatan kasus, tetapi juga karena RSCM adalah rumah sakit rujukan untuk kasus-kasus ginjal anak dari berbagai daerah, termasuk luar Jawa.

“Kita memang menjadi pusat rujukan nasional, sehingga banyak anak yang dirujuk ke sini.

Dari 60 anak yang menjalani dialisis secara rutin, sekitar 30 anak menjalani hemodialisis,” jelas Eka dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024.

Ketimpangan Layanan Kesehatan

Eka menjelaskan bahwa kasus penyakit ginjal pada anak sebenarnya tidak banyak ditemukan.

Namun, karena dokter spesialis nefrologi anak masih sangat terbatas, maka layanan dialisis untuk anak pun terpusat di beberapa rumah sakit besar seperti RSCM.

“Tentu kita tidak ingin hanya di RSCM, tetapi memang saat ini di banyak provinsi belum ada layanan ginjal anak.

Kita sedang berupaya memperluas layanan ini ke provinsi-provinsi yang belum memiliki dokter ginjal anak,” tambahnya.

Gangguan Ginjal pada Anak: Lebih dari Sekadar Angka

Gangguan ginjal pada anak berbeda dari gangguan ginjal pada orang dewasa.

Eka menjelaskan bahwa kasus yang sering ditemukan pada anak adalah kelainan bawaan, seperti ginjal yang bentuknya tidak normal atau fungsinya yang tidak normal sejak lahir.

“Contohnya sindrom nekrotik kongenital yang meskipun tidak selalu menyebabkan penurunan fungsi ginjal, bisa berujung pada gagal ginjal jika terjadi sejak dalam kandungan dan bergejala saat lahir,” ungkapnya.

Kelainan lain yang ditemukan adalah ginjal polikistik, sumbatan ginjal, atau bahkan kasus di mana anak hanya memiliki satu ginjal.

Ini menunjukkan betapa kompleks dan seriusnya masalah ginjal pada anak.

KPAI: Waspadai Makanan Anak-anak

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, menyoroti peran pola makan sebagai salah satu faktor risiko gangguan ginjal pada anak.

Menurutnya, banyak anak mengonsumsi makanan dengan kandungan gula, garam, dan lemak berlebih, yang sering dipasarkan dengan kemasan menarik dan harga murah.

“Harga yang sangat murah dan kemasan kekinian meninggalkan persoalan serius.

Anak-anak kita belum memahami komposisi gizi seimbang,” kata Jasra saat dihubungi di Jakarta.

Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan bahwa satu dari lima anak mengalami gangguan ginjal.

Jasra menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap makanan anak-anak dan edukasi kepada masyarakat tentang gejala gangguan ginjal serta cara mencegahnya.

Ironi Makanan Viral dan Kesehatan Anak

Produk makanan viral dengan kemasan menarik kini menjadi barang mewah yang digandrungi anak-anak.

Sayangnya, di balik tampilan menarik tersebut, terkandung risiko kesehatan yang tidak bisa diabaikan.

“Konsumsi makanan berlebihan dengan kandungan gula tinggi mempengaruhi suasana hati anak, membuat mereka mudah cemas dan reaktif.

Ini juga mempengaruhi kecerdasan emosional mereka,” jelas Jasra.

Tidak hanya gangguan ginjal, konsumsi makanan berlebihan ini juga menyebabkan obesitas dan masalah gizi lainnya.

Edukasi tentang pentingnya pola makan sehat dan seimbang menjadi semakin mendesak untuk diterapkan di kalangan anak-anak dan orang tua.

Fenomena banyaknya anak yang menjalani cuci darah di RSCM memang memprihatinkan, namun ini juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan memperbaiki layanan kesehatan anak di Indonesia.

Dari penjelasan dokter spesialis hingga sorotan KPAI tentang pola makan, semuanya menunjukkan bahwa isu kesehatan anak adalah tanggung jawab bersama.

Kita butuh kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat untuk memastikan setiap anak mendapatkan layanan kesehatan yang memadai dan hidup sehat.

Jangan sampai kemasan menarik dan harga murah menjadi penyebab utama anak-anak kita harus berjuang melawan penyakit serius seperti gangguan ginjal.

Mari kita buka mata, waspadai setiap makanan yang masuk ke piring anak-anak kita, dan dukung upaya pemerintah dalam memperluas layanan kesehatan agar semua anak Indonesia bisa tumbuh sehat dan kuat.

Jangan biarkan mereka jadi korban tren makanan viral tanpa kita lakukan apa-apa.

- Advertisement -
Share This Article