jfid – Di tengah perbincangan yang terus menghangat mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), ada satu gambaran yang kian mencolok: orang-orang naik onta.
Di Indonesia, sebuah negara kaya akan sumber daya alam, fenomena ini terasa seperti ironi yang mencolok.
Mengapa di tengah kemajuan teknologi, kita masih melihat gambaran tradisional seperti naik onta menjadi pemandangan sehari-hari?
Pertama-tama, mari kita telaah fenomena ini dari sudut pandang ekonomi. Kenaikan harga BBM yang secara langsung mempengaruhi biaya transportasi menjadi salah satu penyebabnya.
Kendaraan bermotor, yang seharusnya menjadi moda transportasi utama di era modern ini, menjadi makin mahal untuk dioperasikan.
Akibatnya, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, terutama di gurun pasir, terpaksa kembali mengandalkan onta sebagai alat transportasi. Ini bukan hanya masalah kesejahteraan ekonomi, tetapi juga masalah aksesibilitas dan kemajuan sosial.
Kedua, masalah ini juga mencerminkan ketidakseimbangan pembangunan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Sementara kota-kota besar terus berkembang pesat dengan infrastruktur modern, daerah pedalaman seringkali tertinggal dalam pembangunan.
Akses terhadap transportasi yang layak masih menjadi masalah serius di banyak daerah terpencil. Sehingga, naik onta menjadi solusi sementara yang terpaksa diambil oleh masyarakat setempat.
Selanjutnya, ada juga faktor budaya dan turun-temurun yang memainkan peran dalam fenomena ini.
Di beberapa daerah, naik onta bukan hanya sekadar alat transportasi, tetapi juga bagian dari identitas budaya dan kearifan lokal.
Meskipun teknologi modern telah masuk ke berbagai aspek kehidupan, nilai-nilai tradisional masih tetap dijunjung tinggi dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Namun demikian, kita tidak bisa mengabaikan dampak negatif dari fenomena ini. Penggunaan onta sebagai alat transportasi dapat memperlambat mobilitas dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Selain itu, masalah kesejahteraan hewan juga menjadi perhatian, mengingat onta merupakan hewan yang rentan terhadap kelelahan dan dehidrasi dalam kondisi cuaca panas.
Mengatasi ironi ini membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan akses terhadap transportasi modern di daerah terpencil, termasuk pengembangan infrastruktur dan subsidi untuk transportasi umum.
Selain itu, pendekatan yang holistik juga diperlukan, yang mencakup pemberdayaan masyarakat setempat dan pelestarian budaya lokal.
Dalam sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam seperti Indonesia, naik onta di tengah gurun harga BBM seharusnya bukanlah gambaran yang umum kita temui.
Ironi ini seharusnya menjadi cambuk bagi kita semua untuk terus bergerak menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, di mana setiap warga negara dapat menikmati manfaat kemajuan teknologi tanpa harus meninggalkan akar budayanya.