jfid – Sudah hampir 4 bulan berjalan derita rakyat NTB yang tangguh dan kuat ,”seolah tidak ada yang merasakan begitu disabuse mendapatkan suplai air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Tapi semua itu, buat warga NTB sudah terbiasa. Apakah arti suplai air secukupnya dilakukan oleh pemerintah, tidak membuat para petani dan nelayan harus menyerah dan mengeluh. Hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan air sehari -hari ibu rumah tangga dan para petani khusus warga NTB yang tertimpa kekeringan harus bertahan dan mencari sumber mata air sejauh mungkin.
Bukankah Gubernurnya selalu berkata bahwa” misi NTB tangguh dan mantap, seolah keyakinan kita sebagai warga NTB dan apapun bencana dan musibah yang melanda NTB, dipastikan kita harus tetap tangguh dan tabah menghadapinya.
Begitulah yang alami oleh warga NTB pasca gempa melanda NTB, walau sebagian sudah bisa menikmati tempat tinggal dan sebagian lainya masih dalam proses membangun.
Ketangguhan dan kekuatan Warga NTB seolah diuji kembali dengan musibah kecil dengan datangnya musim pacak kelik hujan atau yang lebih dikenal dengan sebutan musim kemarau panjang yang diprediksi dari bulan Agustus sampai November.
Jika saja, November ini hujan tidak datang, maka sudah barang tentu NTB sudah masuk kategori darurat air (bencana) dan akan berakibat pada semakin meluasnya kebakaran yang akan terjadi. Apa yang terjadi hari ini dan mungkin saja akan berlanjut kebakaran di gunung Tambaro dan gunung Renjani dengan kebakaran yang akan meluas.
Pertanyaan publik adalah setangguh itukah Warga NTB yang dilanda krisis air?. Bukankah itu, menyangkut kebutuhan dasar petani ? Begitu juga para petani sudah jelas gagal tanam dan hasilnya pun tentu menurun Dan belum lagi untuk MCK.
Kekeringan panjang yang melanda NTB, tidak banyak orang berempati, apalagi para pengambil kebijakan.
Dari sekian kepala dari yang notabene daerahnya yang menimpa kekeringan dan krisis air, tidak satu pun yang bersikap. Lihat saja sikap sang Bupati H.Bambang Yasin yang disapa HBY yang memimpin Dompu dua periode, merespon persoalan kekeringan yang minimpa daerahnya. Tanpa ada sikap yang tegas dan rasa empati.
Memang HBY hanya fokus di Jagung, sehingga diakui publik mampu meningkatkan pendapatan perkapita daerah, termasuk mampu menurunkan angka kemiskinan mencapai 1,5% dari target pemerintah daerah 2% di era TGB. Dengan fokus menanam jangung dari ladang sampai gunungpun dihabisi dengan menanam jagung.
Begitu juga juga yang dirasakan oleh warga masyarakat yang ada disekitar kawasan Gunung Renjani Lombok Timur dan Lombok Utara yang sulit mendapatkan air bersih. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Sumbawa dan Lombok Tengah serta Kabupaten Bima.
Sudah saatnya para pengambil kebijakan, bisa menimbang danpak kekeringan yang terjadi hari ini. Bagaimana tidak tingkat kerusakan hutan serta berkurangnya dibit mata air adalah faktor utama.
Dan Ini bisa akan secara terus menurus terjadi di NTB dan berdampak jangka panjang, bagi keberlangsungan hidup akan kebutuhan air bagi masyarakat sekitar.
Bagaimana tidak terjadi kekeringan, bila musim kemarau tiba. Dan upaya penyadaran akan pentingnya menjaga hutan dan melindungi Mata air, bukan menjadi program utama bagi pemerintah Kabupaten di NTB. Dan hampir dilupakan, demi kepentingan bisnis Dan melupakan ekowisata.
Bukankah Misi Gubernur NTB menjaga hutan yang asri dan lestari?. Bukan saja hutan yang dijaga dengan misi NTB asri dan lestari, melainkan Mata air dan tumbuhan sekitar hutan menjadi tantangan utamanya.
Sudah saatnya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bergerak cepat mengatasi kekeringan yang melanda NTB. Bisa dibayangkan jika sumber mata air dan kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat yang terdanpak kekeringan, tidak bisa mendapatkan air dan mencarinyapun jauh.
Ini saatnya Gubernur NTB segera melakukan tindakan kongkrit untuk mengatasi masalah kelangkaan air bersih.
Krisis air dan baru -baru ini, dilanjutkan dengan kebakaran hutan yang melanda sebagian wilayah NTB yang selama ini yang menjadi langganan kekeringan, termasuk Kabupaten Dompu, Bima,Sumbawa dan LombokTimur, Lombok Tengah serta Lombok Barat.
Sudah banyak kalangan membicarakan Dan bahkan mengelitik Gubernur NTB yang tidak tanggap dan responsif terhadap kondisi kekeringan yang dihadapi masyarakat sekarang ini.
Sudah sangat terang benderang, apa yang dirilies dan berdasarkan informasi BMKG, kekeringan akan berlangsung dari September hingga November 2019.
Bukan lagi dibicarakan,tapi tindakan nyata Pak Gubernur!. Coba tengok satu persatu Warga Desa di masing-masing Kabupaten, sebutan saja Kabupaten Sumbawa dengan 42 desa di 17 kecamatan dengan jumlah yang terdampak sebanyak 20,189 KK atau 80,765 jiwa.
Begitu juga minimpa Kabupaten Bima dengan 36 desa, 10 kecamatan dengan jumlah 4.190 KK atau 20,918 jiwa. Kabupaten Dompu dengan 33 desa, 8 Kecamatan dengan jumlah terdampak 15,094 KK atau 48,717 jiwa. Dan disudut oleh Kabupaen Sumbawa Barat 13 kelurahan, 3 Kecamatan dengan jumlah terdampak mencapai 2,414 KK atau 10,868 jiwa.
Bukan hanya di pulau Sumbawa dampak kekeringan juga terjadi di Kabupaten Lombok Barat dengan 25 desa, 6 Kecamatan dengan jumlah terdampak mencapai 16,246 kk atau 64,985 jiwa. Kabupaten Lombok Timur dengan 37 desa, 7 kecamatan dengan jumlah terdampak 42,546 KK dan 128,848 jiwa.
Dan alam juga belum bersahabat dengan kabupaten Lombok Tengah, begitu meratanya kekeringan memeliputi 83 desa di sembilan kecamatan dengan jumlah kepala keluarga (KK) yang terdampak mencapai 69,380 KK, dengan 273,967 jiwa.
Apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah, belum cukup dianggap maksimal dalam menjawab kekeringan yang semakin meluas di NTB.
Banyak langkah dan cara cepat dan tangguh,seperti dilakuka oleh Badan penanggulangan Bencana Daerah NTB, dengan mengirim dan menyediakan cadangan air bersih.
Dan bisa saja dilakukan oleh BPBD di tingkat Kabupaten, kalau hanya sekedar menyediakan cadangan air untuk warga Desa. Tapi itulah tanggungjawab seorang Gubernur yang sudah dimandatkan oleh warga NTB untuk mengurus sebaiknya ssbagaimana yang diamanatkan juga oleh UUD 45.
Itu tentu sebagai upaya dan langkah antisipatif, agar warga NTB yang terdanpak kekeringan dan Leticia air bisa menikmati. Tentu Ini tdak cukup dengan langkah-langkah antisipatif, jika saja ditahun depan dan tahun berikutnya minimpa NTB Lagi dengan bencana kekeringan lagi.
Maka Misi asri dan lestari, bukan sekedar canflanse untuk meyakinkan publik, menjaga hutan dari penambah, illegal logging dan menyediakan cadangan air hutan adalah tanggungjawab jawab bersama. Walhualam bissawab.
Penulis : Suaeb Qury, LTNU NTB