jfID – Penduduk Indonesia merupakan salah satu pangsa pasar Tik Tok. Tercatat, per Juni 2018, aplikasi tersebut mematok sekitar 10 juta pengguna aktif yang rata-rata pengguna menghabiskan 29 menit per hari untuk menggunakannya dan rata-rata penduduk Indonesia menonton 100 video per harinya.
Dunia digital mempermudah segala aspek, pantasnya, dengan kemudahan yang disuguhkan oleh dunia digital, lantas bisa menuangkan ide positif, berkreatifitas, berkomunikasi serta hal-hal positif lainnya.
Era digital, sebut saja dengan maraknya jual beli online, aplikasi jasa online seperti Gojek, grab dan aplikasi positif lainnya, termasuk juga Tik Tok, aplikasi online yang hasilnya tak diragukan lagi jika dikreasikan menjadi aplikasi yang positif.
Tik Tok dengan platform khusus video, musik dan foto menyertai tindakan bebas gaya, telah menarik berbagai kalangan terutama anak muda untuk berekspresi bebas, sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai wahana untuk berlatih membuat editing video, nasehat serta hal positif lainnya.
Ternyata berbalik, bebasnya berekspresi telah menyeret pengguna Tik Tok untuk tidak mengasah kreatifitas positif, semakin tak terdidik, konten tak wajar dan banyak terjumpai bau pornografi.
Tik Tok telah menjelma sebagai aplikasi yang angka penggunanaanya semakin meningkat. Sepintas dilihat pada dasarnya sebuah wadah untuk kreatifitas berbentuk video singkat. Namun, mindset dan stigma netizen berubah seketika, dan menganggap pelaku pembuat Tik Tok sebagai aplikasi alay dan tak terdidik.
TikTok di Indonesia sendiri sangat populer bahkan bisa di klaim sebagai virus yang menjangkit masyarakat dan sulit untuk dihentikan. Menjangkit semua kalangan, mulai dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga usia tua.
Aplikasi yang sempat diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika. Karena dianggap memiliki konten negatif, khususnya bagi anak-anak. Dan penonton aplikasi ini, uniknya sekarang tak hanya menjangkiti masyarakat Kota akan tetapi sudah mewabah menjangkiti masyarakat kampung.
Aplikasi TikTok juga pernah kena denda sekitar $5,7 Juta Sebab Mengumpulkan Data Anak Secara Ilegal. Namun popularitas aplikasi ini semakin hari semakin melejit.
Dilansir dari tirto.id, Pada November 2019 lalu, aplikasi ini telah memiliki lebih dari 500 juta pengguna di 150 negara. Di Indonesia per Juli lalu, TikTok mengklaim memiliki 10 juta pengguna. Itu artinya bahwa aplikasi ini menjadi pesaing utama dari beberapa aplikasi Media Sosial seperti facebook, Twitter ataupun Instagram. Bayangkan, Tik Tok diunduh kurang lebih sebanyak 1 miliar kali.
Data dari Techcrunch menyebutkan, bahwa di Amerika Serikat, unduhan aplikasi ini mencapai sekitar 5 juta kali, dengan $2 juta dolar AS per Februari 2019, income nya, mendapatkan investasi senilai $3 miliar.
Byte Dance, perusahaan yang menciptakan TikTok, menjadi start-up teknologi bernilai paling tinggi di dunia, dengan valuasi mencapai $75 miliar dolar. Lalu, bagaimana Tik Tok tersebut sehingga tulisan ini mengklaim sebagai aplikasi perusak generasi bangsa?
1. Alay adalah Kunci.
TikTok adalah kombinasi dari sejumlah elemen yang dapat ditemukan di wahana-wahana media sosial yang telah beredar.
Pengguna dapat dengan mudah menemukan konten berisi video berbagai macam orang melakukan hal-hal ganjil. TikTok membuktikan bahwa ke-alay-an sesungguhnya disukai oleh banyak orang. Tidak alay tidak disukai dan otomatis penghasilan mengurang, sehingga berpengaruh terhadap perangai dari generasi bangsa yang suka alay alias berlebihan.
2. Suka bergoyang ria.
Harus disadari bahwa tik tok memang potensial bagi pengguna melakukan hal-hal yang tak wajar, tak sesuai dengan (moral, agama, etika, sosial) Remaja dewasa menunjukkan lekukan tubuh demi meraup like, joget yang tak pantas dan bisa menimbulkan birahi, sehingga dengan aktifitas tersebut, cendrung diklaim sebagai pengguna yang tak tahu malu.
Sudah menjadi tranding bahwa banyak diantara kita doyan dengan joget-jogetan, sawer-saweran dan goyang bergoyang. Entah tujuannya hanya sekedar euporia, mencari sensasi atau hobi.
3. Mengandung banyak konten tak layak
Hal ini tentu sangat membahayakan bagi pertumbuhan mental, pendirian, cara pikir generasi bangsa, sebut saja tampilan yang berbau porno.
Pengaruh psikologi tentu sangat berdampak, apalagi yang melihatnya adalah kategori usia anak, maka dipastikan cara berpikir dan nalarnya akan terbawa.
4. Banyak Bullying
Dengan tampilan yang tak sesuai dengan penonton, sontak membuat berbagai macam komentar, hinaan, cacian, kata kasar dan kotor, meme meledak.
Dengan seringnya menonton, disinyalir akan secara spontan tertular dengan istilah-istilah bullying yang sering ditampilkan melalui komentar netizen dalam aplikasi tersebut.
5. Sikap Narsis yang berlebihan
Jumlah like memang yang dicari oleh pengguna Tik Tok, sontak dengan target tersebut, pengguna rela melakukan apapun untuk mendapatkannya. Tak jarang pengguna bertingkah laku aneh, seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu, pengguna rela ber tik tok ketika shalat, dan cendrung bertingkah laku over dosis, dan amoral.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka mari kita refleksikan diri kita, agar kita lebih bijak menggunakan dan memanfaatkan media sosial, sehingga pengaruhnya bisa kita filter dan saring untuk kebaikan bersama.