jfid – Sebuah film dokumenter berjudul “Dirty Vote” baru saja mengguncang jagat media sosial. Film ini, yang disutradarai oleh Dandhy Laksono, mengungkap instrumen kekuasaan yang digunakan untuk mencurangi Pemilu 2024. Sebuah plesetan yang nyeleneh, namun jernih, dari realitas politik kita.
Komentar Positif
Deputi Hukum Tempat Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, memberikan penilaian positif terhadap film tersebut. Menurutnya, film tersebut merupakan sebuah pendidikan politik yang sangat bagus. “Jadi jangan baper lah, itu saja yang mau saya bilang.
Dan jangan sedikit-dikit melapor ke kepolisian,” saran Todung. Sebuah sindiran yang tajam dan nyelekit, namun disampaikan dengan santai dan jenaka.
Komentar Negatif
Di sisi lain, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman, menilai film dokumenter Dirty Vote hanya berisi fitnah yang sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah,” kata Habib. Sebuah kritik yang tajam dan kritis, namun disampaikan dengan bijak dan cerdas.
Film “Dirty Vote” telah menjadi viral dan memicu berbagai reaksi dari netizen di media sosial. Baik komentar positif maupun negatif, semua berhak disampaikan.
Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita, sebagai warga negara, memahami dan merespons informasi ini. Apakah kita akan terjebak dalam perang kata-kata, ataukah kita akan belajar dan tumbuh dari diskusi ini? Hanya waktu yang akan menjawab.