jfid – Ketika perang antara Israel dan Hamas memanas di Jalur Gaza, ada satu negara yang tak mau ketinggalan untuk menyuarakan dukungannya kepada faksi Palestina tersebut. Negara itu adalah Korea Utara (Korut), yang dipimpin oleh Kim Jong Un, sang pemimpin muda yang dikenal dengan ambisinya untuk menjadi kekuatan nuklir.
Korut tidak hanya memberikan dukungan moral kepada Hamas, tetapi juga diduga memberikan bantuan militer berupa senjata dan roket. Salah satu buktinya adalah video yang beredar di media sosial, yang menunjukkan seorang pejuang Hamas memegang roket fragmentasi berdaya ledak tinggi F-7 yang awalnya diproduksi di Korut. Roket itu diklaim telah diekspor ke Timur Tengah di masa lalu, dan kemungkinan besar diberikan kepada Hamas melalui transaksi yang melibatkan negara lain.
Mengapa Korut begitu peduli dengan nasib Hamas? Apa hubungan antara Kim Jong Un dan roketnya dengan perjuangan rakyat Palestina? Berikut adalah ulasan singkat tentang kisah cinta Korut dan Hamas yang penuh dengan intrik dan kontroversi.
Sejarah Hubungan Korut-Hamas
Hubungan antara Korut dan Hamas dimulai sejak tahun 1990-an, ketika Korut mulai menjalin kontak dengan kelompok-kelompok militan Islam di Timur Tengah. Salah satu tujuannya adalah untuk menjual senjata dan teknologi militer kepada mereka, sebagai salah satu sumber pendapatan bagi rezim Pyongyang yang terisolasi secara internasional.
Salah satu kelompok yang menjadi pelanggan setia Korut adalah Hamas, yang berdiri pada tahun 1987 sebagai sayap militer dari Gerakan Perlawanan Islam (Ikhwanul Muslimin) di Palestina. Hamas menginginkan pembentukan negara Palestina merdeka di wilayah yang diduduki oleh Israel sejak tahun 1967, yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.
Hamas menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya, termasuk melakukan serangan bunuh diri, peluncuran roket, dan perang gerilya melawan pasukan Israel. Untuk itu, Hamas membutuhkan persenjataan yang memadai, dan Korut menjadi salah satu pemasoknya.
Menurut laporan Pusat Studi Strategis Internasional (CSIS), Korut telah menjual senjata konvensional seperti rudal Scud-C, rudal anti-tank Kornet-E, ranjau darat, senapan mesin ringan, peluncur granat RPG-7, serta bahan peledak kepada Hamas. Selain itu, Korut juga memberikan bantuan teknis dan pelatihan kepada para insinyur dan pejuang Hamas untuk membuat roket buatan sendiri.
Salah satu roket buatan Hamas yang diduga menggunakan teknologi Korut adalah roket Qassam, yang merupakan senjata andalan Hamas dalam melawan Israel. Roket ini memiliki jangkauan antara 3 hingga 17 kilometer, tergantung dari tipe dan ukurannya. Roket ini dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti pipa besi, bensin, pupuk kimia, dan potongan logam. Meskipun akurasinya rendah, roket ini cukup efektif untuk menimbulkan ketakutan dan kerusakan di wilayah Israel.
Selain Qassam, Hamas juga memiliki roket lain yang lebih canggih dan berjangkauan lebih jauh, seperti roket Grad (40 kilometer), Fajr-3 (45 kilometer), Fajr-5 (75 kilometer), M-75 (80 kilometer), R-160 (160 kilometer), dan J-80 (200 kilometer). Beberapa roket ini diduga berasal dari Iran, Suriah, Sudan, atau Libya, tetapi ada juga yang mengandung komponen dari Korut, seperti roket F-7 yang disebutkan sebelumnya.
Motivasi Korut Membantu Hamas
Selain alasan ekonomi, Korut juga memiliki motivasi politik dan ideologis untuk membantu Hamas. Secara politik, Korut menganggap Israel sebagai musuh, karena Israel merupakan sekutu dekat Amerika Serikat, yang merupakan musuh utama Korut. Korut juga menentang kebijakan Israel yang dianggap menindas rakyat Palestina dan melanggar hak asasi manusia.
Secara ideologis, Korut mengklaim bahwa dirinya adalah pelopor perjuangan anti-imperialis dan anti-kolonial di dunia. Korut mengidentifikasi dirinya dengan rakyat Palestina, yang dianggap sebagai korban dari imperialisme dan kolonialisme Israel. Korut juga menghormati Hamas sebagai organisasi perlawanan yang berani dan gigih melawan penjajah.
Korut menunjukkan dukungannya kepada Hamas dengan berbagai cara, seperti mengeluarkan pernyataan resmi, mengirim utusan, mengundang delegasi, memberikan bantuan kemanusiaan, dan menyelenggarakan acara solidaritas. Salah satu contohnya adalah kunjungan delegasi Hamas ke Pyongyang pada tahun 2016, yang dipimpin oleh Khaled Meshaal, ketua biro politik Hamas saat itu.
Dalam kunjungan tersebut, Meshaal bertemu dengan Ri Su Yong, wakil ketua Partai Buruh Korea (partai tunggal di Korut), dan menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan Korut kepada Hamas. Ri Su Yong menyatakan bahwa Korut akan terus mendukung perjuangan Hamas hingga mencapai kemenangan.
Pada tahun 2017, Hamas kembali mengucapkan terima kasih kepada Korut, setelah Kim Jong Un mengecam Israel sebagai negara teroris yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan bahwa ucapan Kim Jong Un adalah bukti dari hubungan persaudaraan antara Korut dan Palestina.
Tantangan dan Risiko Hubungan Korut-Hamas
Meskipun hubungan antara Korut dan Hamas tampak harmonis, ada beberapa tantangan dan risiko yang menghadang mereka. Salah satunya adalah tekanan dari komunitas internasional, terutama Amerika Serikat dan sekutunya, yang mengecam Korut karena melanggar sanksi PBB dengan menjual senjata kepada Hamas.
Pada tahun 2014, misalnya, Amerika Serikat menuduh Korut telah mencoba mengirim senjata ke Hamas melalui Iran. Menurut laporan Departemen Luar Negeri AS, ada upaya untuk mentransfer rudal Scud-C dari Korut ke Iran, yang kemudian akan diberikan kepada Hamas. Namun, upaya tersebut gagal karena ditangkap oleh pasukan keamanan Mesir di Terusan Suez.
Selain itu, hubungan antara Korut dan Hamas juga berpotensi menimbulkan konflik dengan negara-negara lain di Timur Tengah, terutama Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya, yang merupakan sekutu Amerika Serikat dan musuh Iran. Negara-negara ini cenderung bersikap moderat terhadap isu Palestina-Israel, dan tidak mendukung aksi-aksi militan yang dilakukan oleh Hamas.
Pada tahun 2017, misalnya, Arab Saudi memimpin boikot diplomatik terhadap Qatar, salah satu negara pendukung Hamas. Arab Saudi menuduh Qatar mendanai terorisme dan bersekongkol dengan Iran. Qatar membantah tuduhan tersebut dan menolak untuk memutuskan hubungannya dengan Hamas.
Hubungan antara Korut dan Hamas juga bisa berubah menjadi renggang jika ada perbedaan kepentingan atau pandangan politik di antara mereka. Misalnya, jika Korut memilih untuk berdamai dengan Amerika Serikat atau Korea Selatan, atau jika Hamas memilih untuk berdialog dengan Israel atau Otoritas Palestina.