jf.id – Pemerintah Provinsi NTB memperhatikan Desa terkhusus Desa yang ada di lingkar Bandara yakni Desa Penujak, Desa Tanak Awu, Desa Sengkol dan Desa Ketare. Jum’at, 07/02/2020.
Tercatat Desa Penujak akan dialokasikan Dana sekitar Rp. 2. 067. 500.000, Desa Ketare, Rp. 1.235.000.000, Desa Sengkol, Rp. 1.627.500.000, dan Desa Tanak Awu sendiri akan mendapatkan kurang lebih Rp. 6.732.500.00, yang bersumber dari APBD dititipkan di beberapa OPD Provinsi NTB, seperti Dinas Perkim, Dispar, Dinas ESDM, Dinas PUPR, Dinas Koperasi dan UMKM, Dispora dan Dinas Perhubungan.
Keseluruhan anggaran tersebut dialokasikan karena ke empat Desa ini sebagai pintu masuk wisatawan sehingga dengan Dana khusus dari Pemprov. NTB ini penataan sebaik mungkin bisa dilakukan.
Akibat dari itu, Ketua BPD Desa Julian membeberkan bahwa Desa Kawo adalah Desa yang notabene masuk dalam wilayah lingkar Bandara. Berdasarkan tapal batas dan peta kewilayahan, area Bandara masuk dalam wilayah Desa Kawo.
“berbicara masalah dampak dari Bandara, masyarakat Desa Kawo, sangat merasakan kebisingan dari deru pesawat yang lending ataupun lepas landas,” tandasnya.
Selain dampak kebisingan, pria yang juga Sekertaris Pemuda Pancasila ini menerangkan bahwa Desa nya yakni Desa Kawo merupakan lokasi resiko rawan kecelakaan pesawat.
“ingat kecelakaan Helykopter waktu lalu, lokasinya di Desa Kawo,” lanjut Julian.
Dengan gambaran ini, Julian meminta agar Pemerintah Provinsi NTB dan Angkasa Pura bijaksana dan tidak menganaktirikan Desa Kawo sebagai bagian dari Desa Lingkar Bandara.
“kami tidak keberatan Desa lain di lingkar Bandara mendapatkan program, karena memang harus diberikan porsi khusus, untuk itu kami meminta kepada Pak Gubernur dan AP agar ada program yang sama seperti Desa lain,” harapnya.
Perkara resiko, Julian mengakui bahwa Desa nya mendapatkan resiko paling banyak. Dirinya menilai bahwa pemberian porsi khusus bukan karena penolakan nama Bandara, melainkan hak dari Desa tersebut sebagai pintu masuk Bandara.
“masak ada yang diberikan dan ada yang tidak tentu dari asas keadilan ini tidak baik, jika tidak ada tanggapan dari Pemprov. Atau AP bisa saja Desa Kawo akan bereaksi, namun kami pilih jalan diplomatis dulu,” tandasnya.
Keadilan terkait perkara ini harus diperhatikan oleh Pemprov. NTB dan AP, mengingat dampak dan peta wilayah Desa Kawo yang masuk dalam wilayah Lingkar Bandara.
“diam bukan berarti kami tidak bisa, tetapi berbeda cara pendekatan yang kami lakukan, mohon untuk adil, sebab jika tidak jangan salahkan masyarakat kami juga bisa bereaksi nantinya,” imbuh Julian.