Comfort Zone: Teman atau Musuh? Anda Akan Terkejut dengan Jawabannya!

Rasyiqi
By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
8 Min Read
- Advertisement -

jfid – Comfort zone atau zona nyaman adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada ruang yang aman yang melindungi kita dari berbagai stressor. Namun, para motivator mendorong kita untuk keluar dari zona nyaman karena mereka berasumsi bahwa jika kita hidup di zona nyaman, kita tidak akan berkembang, dan tidak bisa menantang diri kita sendiri, serta tidak bisa mencapai kesuksesan.

Apakah benar demikian? Apakah comfort zone itu ada? Apakah comfort zone itu buruk? Apakah kita harus keluar dari comfort zone untuk menjadi orang sukses? Baca yuk!

Fenomena Psikologis Comfort Zone

Comfort zone adalah sebuah fenomena psikologis yang mungkin membantu kita membuat perubahan besar dalam hidup. Istilah “comfort zone” pertama kali dipopulerkan oleh Alasdair White, seorang pencetus teori manajemen bisnis pada tahun 2009.

Menurutnya, comfort zone adalah keadaan saat segalanya terasa akrab dan mudah sehingga kita tidak mengalami banyak stres. Zona ini memberikan kita kepastian, rasa aman, dan perasaan familier saat menjalani suatu aktivitas atau kebiasaan. Kondisi ini menjadikan kita bisa melakukan banyak hal dengan performa yang stabil tanpa gangguan, sebab kita tidak menghadapi banyak tekanan.

Comfort zone membuat kita bisa beristirahat, bersantai, dan memulihkan energi usai bekerja keras. Kita merasa rileks di dalamnya dan ingin terus berada di sana. Hidup seakan terasa lebih mudah dan menyenangkan.

Ini disebabkan karena otak memproduksi zat kimia yang disebut dopamin dan serotonin saat kita merasa nyaman. Kedua senyawa tersebut menimbulkan rasa bahagia dan suasana hati yang baik, sekaligus membuat kita ingin melakukan hal yang jadi pemicunya lagi dan lagi.

Sebaliknya, area lain di luar comfort zone merupakan sebuah tempat atau kondisi yang bisa menimbulkan stres dan rasa cemas. Zona tersebut penuh dengan risiko dan banyak ketidakpastian. Kita pun mungkin tidak bisa memperkirakan bagaimana cara merespons hal-hal baru.

Meski begitu, stres sebetulnya tidak selalu buruk. Stres yang sehat justru bisa menjadi motivasi bagi kita untuk berkembang menjadi lebih baik, pintar, atau sukses. Stres juga membantu kita dalam menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan ringkas.

Berada dalam comfort zone memang membuat pekerjaan lebih stabil, tetapi keluar dari kondisi ini bisa meningkatkan hasil pekerjaan kita. Dunia luar memang penuh dengan tekanan. Akan tetapi, kita dapat memperoleh hasil dan manfaat yang lebih besar.

Seorang psikolog Robert Yerkes, mengomentari ide comfort zone dengan teori perilaku. Dia mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan kinerja, manusia butuh mencapai sesuatu di atas ambang batas normal. Dia menamainya dengan istilah optimal anxiety.

Optimal anxiety adalah area yang berada di luar comfort zone, tetapi masih dalam batas toleransi stres kita. Di area ini, kita merasa tertantang, termotivasi, dan produktif. Namun, jika stres melebihi batas optimal anxiety, maka kita akan masuk ke zona bahaya atau panic zone.

Panic zone adalah area yang berada jauh di luar comfort zone, di mana stres sudah terlalu tinggi dan melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Di area ini, kita merasa takut, cemas, panik, dan tidak efektif.

Berdasarkan teori-teori tersebut, kita bisa melihat bahwa comfort zone bukanlah sesuatu yang buruk, tetapi juga bukanlah sesuatu yang baik jika kita terlalu lama berada di dalamnya. Comfort zone bisa menjadi tempat untuk kita menikmati hasil kerja keras kita, tetapi juga bisa menjadi jebakan yang membuat kita stagnan dan tidak berkembang.

Kita perlu keluar dari comfort zone sesekali untuk mencapai optimal anxiety, di mana kita bisa merasakan tantangan, motivasi, dan produktivitas. Namun, kita juga perlu menghindari panic zone, di mana kita bisa merasakan ketakutan, kecemasan, dan ketidakmampuan. Kita perlu menemukan keseimbangan antara comfort zone dan optimal anxiety, agar kita bisa mencapai kesuksesan dan kebahagiaan.

Riset tentang Comfort Zone

Beberapa riset telah dilakukan untuk menguji pengaruh comfort zone terhadap perkembangan diri dan kinerja seseorang. Salah satu riset yang menarik adalah yang dilakukan oleh Wim J.L. Elving dan Mark van Vuuren pada tahun 2016. Riset ini bertujuan untuk menguji hubungan antara comfort zone, komunikasi, dan kinerja dalam konteks organisasi. Riset ini melibatkan 202 karyawan dari berbagai organisasi di Belanda yang diminta untuk mengisi kuesioner tentang comfort zone mereka, komunikasi internal dan eksternal mereka, dan kinerja mereka.

Hasil riset menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara comfort zone dan komunikasi internal, yaitu semakin tinggi comfort zone seseorang, semakin baik komunikasi internal yang dilakukannya dengan rekan kerja dan atasan. Hal ini menunjukkan bahwa comfort zone bisa membantu seseorang untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dalam lingkungan kerjanya.

Namun, hasil riset juga menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara comfort zone dan komunikasi eksternal, yaitu semakin tinggi comfort zone seseorang, semakin buruk komunikasi eksternal yang dilakukannya dengan pelanggan dan pihak luar. Hal ini menunjukkan bahwa comfort zone bisa menghambat seseorang untuk berkomunikasi dengan lebih efektif di luar lingkungan kerjanya.

Selain itu, hasil riset juga menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara comfort zone dan kinerja, yaitu semakin tinggi comfort zone seseorang, semakin rendah kinerja yang dicapainya. Hal ini menunjukkan bahwa comfort zone bisa mengurangi motivasi seseorang untuk meningkatkan kualitas kerjanya.

Riset ini juga menemukan bahwa komunikasi internal dan eksternal berperan sebagai mediator antara comfort zone dan kinerja, yaitu komunikasi internal dan eksternal mempengaruhi kinerja seseorang secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap comfort zone.

Riset ini memberikan bukti empiris bahwa comfort zone memiliki dampak positif dan negatif terhadap perkembangan diri dan kinerja seseorang. Comfort zone bisa membantu seseorang untuk berkomunikasi dengan lebih baik dalam lingkungan kerjanya, tetapi juga bisa menghambat seseorang untuk berkomunikasi dengan lebih baik di luar lingkungan kerjanya.

Comfort zone juga bisa mengurangi motivasi seseorang untuk meningkatkan kualitas kerjanya. Oleh karena itu, riset ini merekomendasikan agar organisasi menciptakan kondisi yang bisa mendorong karyawan untuk keluar dari comfort zone mereka sesekali, agar mereka bisa meningkatkan komunikasi eksternal dan kinerja mereka.

Keluar dari Convert Zone

Comfort zone adalah sebuah fenomena psikologis yang memiliki dampak positif dan negatif terhadap perkembangan diri dan kinerja seseorang. Comfort zone bisa memberikan kita rasa nyaman, aman, dan bahagia, tetapi juga bisa membuat kita stagnan, malas, dan tidak berkembang.

Kita perlu keluar dari comfort zone sesekali untuk mencapai optimal anxiety, yaitu kondisi di mana kita merasa tertantang, termotivasi, dan produktif. Namun, kita juga perlu menghindari panic zone, yaitu kondisi di mana kita merasa takut, cemas, dan tidak efektif. Kita perlu menemukan keseimbangan antara comfort zone dan optimal anxiety, agar kita bisa mencapai kesuksesan dan kebahagiaan.

- Advertisement -
Share This Article