jfid – Duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024 mendapat berbagai tanggapan dari publik. Ada yang menyambut positif, ada yang skeptis, dan ada yang mengecam.
Salah satu kritik pedas datang dari Partai Demokrat, yang merasa dikhianati oleh Partai NasDem karena menetapkan Cak Imin sebagai cawapres Anies tanpa sepengetahuan mereka.
Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya menyebut duet Anies-Cak Imin sebagai “cinta satu malam” yang tidak berdasar pada kesepakatan koalisi.
Direktur Pusat Penelitian Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan keputusan duet Anies-Cak Imin berlangsung singkat dan tidak melalui proses konsultasi yang matang.
Dia menyebut hal ini seperti “cinta satu malam” yang tidak mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.
Namun, Cak Imin membantah bahwa duetnya dengan Anies adalah “kawin paksa” atau “cinta satu malam”.
Dia mengatakan bahwa duet tersebut adalah “cinta yang terpendam” yang sudah lama diharapkan oleh banyak pihak, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan umat Islam.
Anies sendiri belum memberikan komentar resmi tentang duetnya dengan Cak Imin. Dia hanya mengatakan bahwa dia akan mengumumkan keputusannya setelah mendapat restu dari para ulama, tokoh masyarakat, dan relawannya.
Duet Anies-Cak Imin memang menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang melihatnya sebagai wujud aspirasi politik yang mewakili kepentingan rakyat, terutama dari kalangan santri, Islam moderat, dan kaum urban.
Ada juga yang melihatnya sebagai ambisi politik yang mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi, kerjasama, dan toleransi.
Menurut pengamat politik Ujang Komarudin, duet Anies-Cak Imin memiliki potensi elektoral yang cukup besar, karena mampu menggabungkan basis massa dari dua kelompok besar, yaitu Islam dan nasionalis.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa duet tersebut harus memperhatikan dinamika politik yang terus berkembang, termasuk sikap partai-partai lain yang belum menentukan sikap.
Sementara itu, pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa duet Anies-Cak Imin adalah bentuk ketidakpercayaan terhadap sistem politik yang ada.
Dia mengatakan bahwa duet tersebut menunjukkan bahwa tidak ada partai politik yang mampu menghasilkan pemimpin berkualitas, sehingga harus mencari figur di luar partai. Dia juga menyoroti bahwa duet tersebut tidak memiliki visi dan misi yang jelas, selain sekadar ingin berkuasa.
Duet Anies-Cak Imin masih harus melewati berbagai tantangan dan hambatan sebelum bisa mewujudkan cita-citanya untuk maju di Pilpres 2024.
Selain harus mendapatkan dukungan dari partai-partai lain, mereka juga harus membangun komunikasi dan koordinasi yang baik antara diri mereka sendiri dan tim sukses mereka.
Apakah duet ini akan bertahan lama atau hanya sebentar? Apakah duet ini akan membawa perubahan positif atau negatif bagi Indonesia? Hanya waktu yang akan menjawab.