Cerita Pilu Ibu Murnah, Penyandang Disabilitas Yang Hidup di Gubuk Reot

Syahril Abdillah By Syahril Abdillah
3 Min Read
Ibu Murnah penyandang disabilitas (Foto/Istimewa)
- Advertisement -

Lombok Tengah,Jurnalfaktual.Id- Ibu Murnah (69) merupakan warga Dusun Embung Tangar, Desa Banyu Urip, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah.

Ia merupakan penyandang disabilitas yang hidup digubuk bertembok pagar berdua dengan seorang anak perempuan.

Meski gubuk tempat tinggalnya reot dan sempit, tidak lantas membuat dia patah semangat. Dengan kekurangan yang dimilikinya, perempuan kelahiran tahun 1950 itu selalu merasa optimis dalam menjalani hidup.

Ibu Murnah termasuk salah satu penyandang disabilitas. Sebab, kakinya sebelah kiri tidak berfungsi secara normal.
Ketika ingin berjalan, maka harus dibantu tongkat penyanggah di letakkan di ketiak.
Ia mengaku mengalami cacat kaki sejak kecil.

Ad image

“Sejak kecil saya sudah dalam kondisi seperti ini,” Ungkap dia Kepada Jurnalfaktual.Id. Selasa (3/12/2019).

Tongkat di ketiaknya menjadi salah satu tumpuan langkahnya sejak kecil. Hal itu Ia jalani dengan penuh semangat. Meski kekurangan, Ia mengaku tidak putus asa.

Kondisi rumah yang ditempati saat ini memiliki luas sekitar 3 x 4 meter dengan kondisi pagar bambu bolong. Ironisnya lagi,
tempat untuk tidur hanya beralaskan tikar.

Selain itu, atap asbes yang menaungi gubuknya dari terik matahari dan hujan sudah lusuh dan bolong. Jika hujan, kebocoran terjadi.

“Sudah bolong dan bocor, untung sekarang belum musim hujan” katanya.

Ditengah himpitan permasalahan kesehatan, Ia secara penghasilan masih di bawah standar kemiskinan apalagi berkecukupan.

“Kadangkala hanya Rp. 5.000 sehari saya dikasih pegang, dan juga tidak ada sama sekali saya pegang uang.

Sebab tau sendiri, saya tidak bisa kemana-mana, saya hanya mempunyai seorang anak perempuan yang banting tulang memenuhi kecukupan sehari-hari, itupun sebagai buruh tani,” tuturnya.

Perihal peralatan serta perabotan rumah tangga yang Ia miliki hanya terlihat alat masak tradisional, dan perabotan ala kedarnya.

“kalau masak saya pakai kayu bakar, tidak ada untuk beli gas LPG, kalau pakai kayu kan hemat tidak butuh biaya,” bebernya.

Ketidak berpihakan nasib akan dirinya diakui tidak menjadi persoalan. Sebab, terdapat tetangga yang masih mempunyai semangat berbagi.

“kalau tidak ada beras, atau yang di masak, alhamdulillah tetangga dan kerabat disekitar rumah baik-baik, dan mereka selalu membantu” tandasnya.

Penulis: M. Rizwan
Editor. : Lah

- Advertisement -
Share This Article