jfid – Dalam dunia yang semakin terhubung, media sosial telah menjadi platform yang kuat untuk berbagi ide dan pendapat.
Namun, seringkali, apa yang dimaksudkan sebagai ekspresi pribadi dapat berubah menjadi bumerang, memicu kontroversi dan konflik.
Fenomena ini baru-baru ini terjadi pada Grab, aplikasi layanan ride hailing populer, yang menghadapi seruan boikot dari penggunanya.
Kontroversi ini bermula dari tangkapan layar Instagram Story Chloe Tong, istri salah satu pendiri Grab, Anthony Tan.
Dalam unggahan tersebut, Chloe berbicara tentang perjalanannya ke Israel dan betapa dia menyukai perjalanan tersebut.
Meski tampaknya tidak berbahaya, unggahan tersebut dianggap netizen sebagai dukungan untuk Israel, negara yang sering menjadi subjek kontroversi internasional.
Seorang pengguna Twitter membagikan tangkapan layar unggahan Chloe, menuduh Grab mendukung Israel dan menyerukan masyarakat untuk memboikot perusahaan tersebut. Meski unggahan Twitter tersebut kini telah dihapus, dampaknya telah menyebar luas, memicu debat dan diskusi di berbagai platform media sosial.
Dalam menanggapi situasi ini, Grab merilis pernyataan resmi, mengklarifikasi bahwa mereka berdiri di sisi kemanusiaan dan mengharapkan perdamaian. “Kami tidak mendukung segala bentuk kekerasan dan sebagai peserta United Nations Global Compact (UNGC), kami sejalan dengan prinsip-prinsipnya, dan menghormati perlindungan hak asasi manusia,” kata Grab.
Namun, dalam upaya untuk mengendalikan narasi, Grab memilih untuk menonaktifkan bagian komentar atas pernyataan mereka yang diunggah di Instagram.
Hal serupa juga terjadi pada pernyataan yang dibagikan di halaman Twitter mereka, di mana hanya pihak Grab yang disebutkan dalam unggahan tersebut yang dapat membalas.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya pemahaman dan kehati-hatian dalam berbagi informasi atau pendapat di media sosial, terutama bagi individu atau organisasi yang memiliki pengaruh besar.
Dalam era digital ini, setiap kata dan tindakan dapat memiliki dampak yang jauh lebih besar dari yang diharapkan, dan seringkali, dampak tersebut dapat berubah menjadi bumerang.