Jfid – Pada tanggal 30 Mei 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengubah aturan terkait kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Salah satu perubahan signifikan adalah izin bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK).
Keputusan ini menuai pro dan kontra di masyarakat.Beberapa pihak menyambut baik, sementara yang lain menentangnya.
Organisasi lingkungan hidup Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menekankan bahwa ormas keagamaan sebaiknya menolak konsesi tambang yang diberikan oleh pemerintah.
Jatam berpendapat bahwa pertambangan cenderung padat modal dan teknologi, tidak berkelanjutan, dan merusak lingkungan.
Jatam juga mencatat bahwa saat ini terdapat hampir delapan ribu izin tambang di Indonesia dengan luas konsesi lebih dari 10 juta hektare.
Operasional tambang tidak hanya mengancam ruang pangan dan air, tetapi juga berdampak pada kesehatan dan bahkan menyebabkan kematian.
Di Kalimantan Timur, misalnya, puluhan orang telah tewas akibat dampak tambang.
Selain itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan meminta seluruh ormas keagamaan untuk tidak terlibat dalam bisnis pertambangan.
Langkah ini diambil untuk menghindari konflik sosial dan mencegah kerusakan lingkungan.
Dengan adanya izin ini, perlu kewaspadaan agar ormas keagamaan dapat mengelola tambang dengan bertanggung jawab dan memperhatikan dampak lingkungan serta kesejahteraan masyarakat.
Semoga informasi ini membantu! 😊