jfid – Ada beberapa bukti penunjang, jika Anggasuto adalah Brawijaya V (Raja Majapahit Terakhir). Yang dipercayai oleh sejarah lisan masyarakat, jika Brawijaya V Moksa di Gunung Lawu. Namun, logika sejarah berbicara lain.
Dewa Putu Ngurah, dalam expedisinya ke makam Leluhur (Napak Tilas warga Bali) warga Bali yang mencari leluhurnya di Madura. Diceritakan oleh para sepuh atau nenek moyang Dewa Putu Ngurah tentang leluhurnya. Jika para kerabat dan leluhurnya ada di Madura. Makam itu, ditandai dengan perahu dan gamelan. Dan makam tersebut ditemukan di Desa Pinggirpapas. Makam tersebut adalah makam Pangeran Kepala Perang.
Pangeran Kepala Perang adalah seorang kesatria atau pengikut setia Anggasuto. Jika kita ketahui, bahwa Anggasuto adalah seorang guru pencipta Garam, bukan seorang raja atau pangeran yang memiliki prajurit ataupun panglima.
Sedangkan, dalam babat tanah Jawi dikisahkan, jika para pengikut setia Brawijaya V atau orang-orang setia Majapahit yang tidak ingin memeluk Islam, ia hijrah ke Pulau Bali. Fakta Sejarah menunjukkan, jika Anggasuto adalah nama samaran dari Brawijaya V.
Fakta lain, Pemerintahan Sumenep kala itu, dipimpin Secodingrat IV (Wigananda) yang tidak lain adalah putra dari Secodingrat III (Joko Tole). Joko Tole sendiri memiliki ikatan erat dengan Majapahit, karena istri Joko Tole (Dewi Ratnadi) adalah putri dari Brawijaya II. Artinya, Adipati Sumenep Wigananda adalah saudara sepupu dari Brawijaya V, jika ditarik dari garis keturunan Ibunya (Dewi Ratnadi).
Anggasuto dianggap sebagai Dewa Penyelamat oleh masyarakat Pinggir Papas, sebagaimana artikel yang ditulis Portalmadura.com.
Pangeran Anggasuto, merupakan seorang tokoh yang sangat terkenal pada zamannya. Cerita masyarakat setempat, selain sakti mandraguna, Anggasuto juga memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki orang lain.
Hingga pada suatu waktu, Pangeran Anggasuto yang berdomisili di sekitar pemakaman Asta Buju’ Gubang, Kampung Kolla, Desa Kebun Dadap Barat, Kecamatan Saronggi, kedatangan tamu tentara kerajaan Bali, yang ingin meminta perlindungan karena akan dibunuh.
Oleh mereka, Pangeran Anggasuto dianggapnya orang sakti yang dipercaya mampu menolong dan menyelamatkan. Dengan keluhuran budi pekertinya yang welas asih, Pangeran Anggasuto mau menolong dan menyelamatkan nyawa mereka dari ancaman pembunuhan, dengan syarat mereka harus mengamalkan ilmu Anggasuto, yakni mengubah air laut menjadi garam. Dilansir dari Portalmadura.com, Selasa (11/2/2020).
Brawijaya V sendiri, memimpin Majapahit pada 1468-1478 dan Pangeran Secodingrat IV memerintah Sumenep pada 1460-1502. Histori lain, mengatakan, jika Sumenep memiliki keterkaitan dan ikatan dengan asal muasal berdirinya Majapahit. Sebagaimana yang termaktub dalam buku-buku sejarah, jika Arya Wiraraja (Adipati Sumenep) sebagai arsitek handal berdirinya kerajaan Majapahit.
Runtuhnya kerajaan Majapahit disebabkan oleh perang saudara atau pemberontakan-pemberontakan. Karena, lemahnya kekuatan Majapahit dan untuk menghindari perang saudara dengan Sultan Demak (Raden Patah, Sultan Pertama Demak) yang tidak lain adalah putra Brawijaya V sendiri. Maka, Hipotesis awal membenarkan, jika Brawijaya V, menghindari perang dengan anak kandungnya sendiri. Dan, hijrah ke suatu tempat dengan menyembunyikan identitas asli sang Raja.
Dan tercatat, jika Brawijaya V, memiliki 117 anak dari para permaisuri dan selir-selir. Sebagaimana dikutip dari kaukus.co.id.
Artikel sebelumnya, jurnalfaktual.id menulis, jika Anggasuto adalah Brawijaya V (raja Majapahit Terakhir). Jika sejarah penciptaan Garam di Indonesia, tidak tercatat dan dibukukan dalam buku-buku sejarah. Maka, ada Hipotesa, dengan kekuasaan terakhir Brawijaya V di Majapahit pada 1468-1478. Dan penyamaran Brawijaya V menjadi Anggasuto, Garam pertama kalinya diciptakan di abad bertepatan dengan keruntuhan Kerajaan Majapahit.