jfid – Aliansi Mahasiswa Sumenep, dari berbagai organisasi taktis, FKMS, Gempar, FPM, dan FPS. Gelar aksi tolak tambang fosfat di halaman kantor Dinas Badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) kabupaten Sumenep. Selasa (9/3/2021).
Polemik proyeksi BAPPEDA yang memiliki rencana untuk menambah kawasan peruntukan tambang fosfat yang semula ada di 8 Kecamatan dalam PERDA nomor 12 tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2013-2033 pasal 40 ayat 2 menjadi 17 kecamatan pada review RTRW tahun 2021.
Para Aliansi mahasiswa Sumenep meminta, agar pasal 40 ayat 2, kawasan pertambangan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut, untuk segera dihapus, karena dianggap berbenturan dengan pasal 32 tentang kawasan rawan bencana alam, dan pasal 33 tentang kawasan lindung geologi pada PERDA RTRW yang sama.
Selain itu, mahasiswa juga meminta agar rencana pertambangan fosfat dihentikan untuk keselamatan para petani, karena menurutnya para petani adalah tulang punggung kabupaten Sumenep.
“Kami mahasiswa dan masyarakat, meminta agar pasal 40 ayat 2 dihapus. Karena dinyatakan mencelakakan rakyat,” tegas Abd Basid, Korlap aksi dalam orasinya.
Kepala Bappeda kabupaten Sumenep, Yayak Nurwahyudi mengatakan, jika proyeksi penambahan titik dari 8 menjadi 17, sesuai dengan aspirasi masyarakat penambang kabupaten Sumenep.
“Kami berdasarkan masukan-masukan dan aspirasi dari masyarakat penambang,” terang Yayak Nurwahyudi.
Yayak Nurwahyudi menambahkan, jika aspirasi dari mahasiswa tekait pasal yang tumpang tindih, pihaknya menyebut, memang perlu dikaji, karena membutuhkan proses yang cukup lama,
“Apapun aspirasi dari mahasiswa dan masyarakat, kemudian kita menjadikan satu kajian, kita ada proses di provinsi dan di pusat, masukan-masukan itu tetap kita proses. Kemudian di proses di DPRD sampai PERDA, harapan kita pada proses RTRW sudah klir di tingkat nasional, di bulan Juni ” ujarnya.