jfd – Pada suatu hari yang cerah, di sebuah planet yang kita kenal sebagai Bumi, sesuatu yang luar biasa terjadi.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebuah organisasi yang biasanya lebih dikenal dengan debat panjang dan protokol formal, membuat langkah besar. Mereka mengadopsi resolusi global pertama tentang kecerdasan buatan (AI).
Pertemuan antara AI dan PBB mungkin terdengar seperti awal dari lelucon yang baik. Bagaimana mungkin dua entitas yang begitu berbeda – satu adalah kumpulan negara-negara berdaulat, dan yang lain adalah teknologi yang masih dalam tahap perkembangan – bisa bertemu di tengah? Tapi, seperti yang sering terjadi dalam kehidupan, kenyataannya lebih aneh dari fiksi.
Resolusi ini, yang diusulkan oleh Amerika Serikat dan didukung oleh China dan lebih dari 120 negara lainnya, menyerukan negara-negara untuk melindungi hak asasi manusia, menjaga data pribadi, dan memantau risiko penggunaan AI.
Dengan kata lain, PBB memutuskan untuk “mengatur kecerdasan buatan, alih-alih membiarkannya mengatur kita,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
Mari kita bayangkan AI sebagai mobil yang baru saja kita beli. Mobil ini memiliki potensi untuk membawa kita ke tempat-tempat baru dan menarik, tetapi juga memiliki risiko. Jika kita tidak memahami cara kerjanya, kita bisa kehilangan kendali dan menabrak.
Resolusi PBB ini, dalam banyak hal, adalah seperti buku petunjuk penggunaan untuk mobil baru kita ini. Ini memberi kita petunjuk tentang cara mengemudi dengan aman, sambil memanfaatkan semua fitur canggih yang ditawarkan.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Albert Einstein, “Kita tidak bisa memecahkan masalah dengan berpikir dengan cara yang sama saat kita menciptakannya.
” Ini sangat relevan dalam konteks AI. Kita tidak bisa hanya membiarkan AI berkembang tanpa panduan atau regulasi. Kita perlu berpikir secara berbeda, dan itulah yang dilakukan oleh PBB dengan resolusi ini.
Sebagai penutup, mari kita pertimbangkan anekdot ini. Ada cerita tentang seorang programmer yang mencoba melatih AI untuk mengenali gambar kucing. Setelah berjam-jam melatih AI dengan ribuan gambar kucing, dia akhirnya memberikan gambar seekor anjing.
AI, setelah berpikir sejenak, menyatakan bahwa itu adalah gambar kucing. Programmer itu tertawa dan berkata, “Tidak, itu anjing.” AI menjawab, “Oh, saya tahu. Saya hanya bercanda.”
Demikianlah perjalanan kita melalui dunia AI dan resolusi PBB. Meskipun kita mungkin tertawa pada anekdot tentang AI dan kucing, penting untuk diingat bahwa AI adalah teknologi yang serius dengan implikasi yang serius.
Dengan resolusi ini, PBB telah mengambil langkah penting untuk memastikan bahwa kita dapat memanfaatkan kekuatan AI, sambil meminimalkan risiko.