jfid – Pada tanggal 30 Agustus 1483, Prancis menyaksikan sebuah peristiwa bersejarah ketika seorang anak berusia 13 tahun dinobatkan sebagai raja. Anak itu adalah Charles VIII, putra tunggal dan pewaris Louis XI, yang meninggal pada hari sebelumnya. Charles VIII menjadi raja Prancis termuda dalam sejarah, mengalahkan rekor ayahnya yang naik tahta pada usia 14 tahun.
Charles VIII lahir pada tanggal 30 Juni 1470 di Château d’Amboise, sebuah istana kerajaan di kota Amboise. Ia adalah anak keempat dan satu-satunya yang selamat dari Louis XI dan Charlotte dari Savoy.
Ia memiliki tiga saudara perempuan, yaitu Anne, Jeanne, dan Joan. Charles VIII dibaptis dengan nama Charles II, Adipati Bourgogne, sebagai penghormatan kepada pamannya yang meninggal pada tahun 1477. Ia juga diberi nama panggilan “l’Affable” atau “yang ramah” oleh orang-orang di sekitarnya.
Charles VIII tidak menunjukkan bakat untuk pemerintahan pada saat ia mewarisi takhta. Ia memiliki kesehatan yang buruk dan kecerdasan yang rendah. Meskipun ia secara hukum sudah cukup umur, pemerintahan pada tahun-tahun pertama masa kekuasaannya diserahkan kepada seorang wali yang terdiri dari saudara perempuannya Anne dan suaminya Pierre II dari Bourbon, seigneur de Beaujeu.
Anne dan Pierre adalah orang-orang yang cerdas dan berpengalaman yang ditunjuk oleh Louis XI sebelum kematiannya untuk mengurus urusan negara atas nama adiknya.
Anne dan Pierre menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan tugas mereka sebagai wali. Mereka harus mengatasi pemberontakan dari para bangsawan yang tidak puas dengan upaya sentralisasi pemerintah yang dilakukan oleh Louis XI.
Pemberontakan ini dikenal sebagai Perang Gila (1485-1488), yang berakhir dengan kemenangan bagi pemerintah kerajaan. Mereka juga harus menyelesaikan masalah pernikahan Charles VIII, yang sudah bertunangan dengan Margaret dari Austria, putri Kaisar Romawi Suci Maximilian I, sejak ia berusia dua tahun.
Pada tahun 1491, Charles VIII memutuskan untuk melepaskan diri dari pengaruh Anne dan Pierre dan mengambil alih kendali pemerintahan sendiri. Ia juga membatalkan pertunangannya dengan Margaret dan menikahi Anne dari Brittany, adipati wanita Brittany, yang merupakan salah satu wilayah terkaya dan paling mandiri di Prancis. Dengan demikian, ia menyatukan Brittany dengan Prancis dan mencegah wilayah itu jatuh ke tangan musuh-musuhnya.
Namun, pernikahan ini juga menimbulkan konsekuensi negatif bagi Prancis. Ia harus melepaskan haknya atas Artois dan Franche-Comté yang ia dapatkan dari pertunangannya dengan Margaret. Ia juga harus membayar ganti rugi besar kepada Raja Henry VII dari Inggris karena mengabaikan kepentingan Inggris di Brittany. Selain itu, ia harus mengembalikan Roussillon dan Cerdagne kepada Aragon berdasarkan Perjanjian Barcelona pada tahun 1493.
Motif di balik pengorbanan-pengorbanan ini adalah untuk membebaskan tangannya untuk usaha besarnya, yaitu sebuah ekspedisi ke Italia untuk menegakkan haknya atas kerajaan Napoli yang ia warisi dari keluarga Angevin. Ambisi ini sangat tidak masuk akal dan memulai serangkaian perang Italia yang berlangsung lebih dari 50 tahun dan hanya memberikan kemuliaan sesaat bagi raja-raja Prancis dengan imbalan pengeluaran besar-besaran manusia dan uang.
Setelah meminjam uang ke sana-kemari untuk mengumpulkan pasukan besar, Charles VIII menyeberangi Italia tanpa mendapat tentangan pada tahun 1494 tanpa menyadari bahwa ia meninggalkan musuh-musuh di belakangnya. Charles VIII memasuki Napoli dengan kemenangan pada tanggal 22 Februari 1495 dan dimahkotai di sana pada tanggal 12 Mei, tetapi sudah ada koalisi yang terbentuk melawan invasi Prancis pada tahun 1494-1498 yang mencoba menghentikan pasukannya di Fornovo, tetapi gagal dan Charles VIII membawa pasukannya kembali ke Prancis.
Ia meninggal pada tahun 1498 setelah secara tidak sengaja menabrak kepalanya pada ambang pintu di Château d’Amboise, tempat kelahirannya. Karena ia tidak memiliki pewaris laki-laki, ia digantikan oleh sepupunya yang dua kali lebih muda dan iparnya saat itu, Louis XII dari cabang Orléans dari Wangsa Valois.