Pesada Melaksanakan PrimeL Bersama Delapan NGOs Perempuan

Syahril Abdillah
2 Min Read
Dina Lumbantobing menjelaskan saat Pesada melaksanakan PrimeL bersama delapan NGOs perempuan di Le Polonia Hotel Medan Jl. Sudirman Medan, Kamis 21/11/19
Dina Lumbantobing menjelaskan saat Pesada melaksanakan PrimeL bersama delapan NGOs perempuan di Le Polonia Hotel Medan Jl. Sudirman Medan, Kamis 21/11/19

Medan, Jurnalfaktual.id – Perkumpulan Sada Ahmo (Pesada) merupakan gerakan perempuan yang membantu negara melakukan hal-hal yang belum mereka lakukan untuk membela hak-hak perempuan, Pesada berkantor pusat di Jl. Empat Lima No. 24 E Sidikalang Provinsi Sumatera Utara.

Pesada merupakan koordinator konsorsium 8 (delapan) NGOs perempuan di Pulau Sumatera menggelar dialog yang melaksanakan program Advokasi Hak-hak Kesehatan Seksual Reproduksi (HKSR) di Le Polonia Hotel Medan Jl. Sudirman Medan, Kamis (21/11/19).

Di tahun 2017, dengan difasilitasi oleh MAMPU bersama konsultan Migunani yang menghasilkan alat baru disebut Primel (Participatory Integrated Monitoring Evaluation and Learning).

Tahun ini Permampu akan melaksanakan Primel di tingkat konsorsium yang dilakukan secara bersama oleh 8 lembaga. Hal ini mengingat tahun 2019 akan menjadi tahun terakhir pelaksanaan Primel.

Ketua Koordinator Konsorsium Permampu Dina Lumbantobing mengatakan dari hasil penelitian bahwa hidup perempuan itu ternyata banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai Agama dan adat, itu jauh lebih terasa daripada hukum, hal ini dari penilaian perempuan pedesaan dan perempuan miskin.

Dina Lumbantobing yang didampingi Dinta Solin menjelaskan bahwa mereka sering mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan hak kesehatan seksual reproduksi mereka, seperti Contohnya kehamilan yang tidak direncanakan.

Dari sinilah kami mendesain sebuah program yang melibatkan tokoh Agama, tokoh adat dan juga pemerintah. Sehingga dalam advokasi kami untuk dekat dengan tokoh Agama dan tokoh adat, karena kami aktivis perempuan sangatlah menghormati dan supaya tidak lari dari relnya, jelasnya.

Ditambahkannya, hal itu karena kami punya slogan “ Tanpa perempuan tidak ada masyarakat adat, tokoh adat, tokoh Agama”.

Kami juga sering mendiskusikan kasus-kasus, bagaimana pandangan tokoh Agama mengenai kasus, misalnya ketika ada perkosaan yang tidak tersentuh oleh ke Polisi agar tokoh adat dan tokoh Agama bisa membela, jangan terus disalahkan dan bahkan dihukum. (Juliver L).

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article