Gagasan Kreatif Mi6, Mengembangkan Ekonomi Kreatif untuk Budidaya Walet

Lalu Nursaid
5 Min Read
Foto : Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH didampingi Kepala Divisi Litbang Mi6, Zainul Pahmi, M.Pd
Foto : Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH didampingi Kepala Divisi Litbang Mi6, Zainul Pahmi, M.Pd

jfid – Banyak bangunan yang tak dihuni di kabupaten Kota di NTB membuat terkesan kumuh. Selain ruko-ruko di kawasan niaga, juga aset Pemda baik Pemprov maupun Kabupaten Kota di NTB.

Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 menawarkan solusi untuk masalah ini. Mi6 menilai ditengah Pandemi perlu upaya inovatif memanfaatkan bangunan yang tak berfungsi untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Salah satunya untuk pengembangan budidaya burung Walet.

Mi6 menilai Pengembangan Budidaya Burung Walet melibatkan kelompok masyarakat akan memberi nilai tambah ekonomis dan pasti untung. Selain itu bangunan rumah atau perkantoran yang tadinya “nganggur” dan terkesan kumuh, bisa disulap lebih indah dan produktif.

“Ini bagian dari strategis tata kota, yang bermuara ke ekonomi masyarakat. Sarang walet kan nilai ekonomisnya cukup tinggi,” kata Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH, Jumat (27/8) didampingi Kepala Divisi Litbang Mi6, Zainul Pahmi, M.Pd

Menurutnya, sejauh ini solusi untuk bangunan asset Pemda hanya dilakukan dengan menyewakan bangunan tersebut. Selebihnya, bangunan mangkrak (asset idle) dibiarkan kosong dan terkesan tidak terurus. Hal ini membuat wajah Kota/kabupaten terkesan kumuh meskipun di jalur utama.

Padahal meski disewakan pun harganya tidak seberapa dan tak mampu menutup biaya pemeliharaannya.

“Nah kalau dimanfaatkan untuk budidaya Walet tentu nilai ekonomis akan lebih terasa,” imbuhnya.

Pria yang akrab disapa Didu ini menambahkan, sejumlah budidaya walet dikelola swasta sudah banyak berjalan di NTB. Komoditas sarang walet menjadi hal yang menjanjikan secara ekonomi karena harga jual yang mahal dan pasar yang luas.

“Burung walet sendiri merupakan burung yang memiliki ciri fisik, dengan bagian ekor yang panjang dan sayap yang agak meruncing, dengan bagian bawah tubuh berwarna cokelat dan bagian atas berwarna hitam. Burung yang memiliki nama latin Collocalia Vestita ini juga senang dan banyak hidup di daerah pantai,” urainya.

Selanjutnya didu menjelaskan ternyata bukan burungnya yang bisa dimanfaatkan, karena yang membuat burung ini istimewa adalah sarang burungnya. Sarang burung walet sangat diburu orang, sehingga banyak orang yang sengaja membudidayakan burung walet, karena sarangnya memiliki harga yang fantastis. Pasalnya, sarang burung walet merupakan sarang yang dibuat menggunakan air liur mereka sendiri dan memiliki manfaat luar biasa terutama untuk kesehatan.

“Manfaat Sarang Burung Walet
Sarang burung walet terkenal dengan manfaatnya yang luar biasa, khususnya untuk kesehatan. Karena saking sulitnya untuk menemukan, mengambil, hingga membudiaya burung walet sampai menghasilkan sarang, harga sarang burung walet ini bisa mencapai US $2.000-3.000 atau sekitar Rp28-42 juta per kilo gram,” katanya.

Penyintas Covid dan Harapan Hidup Baru

Sementara itu, Kepala Divisi Litbang Mi6, Zainul Pahmi mengusulkan tidak ada salahnya nantinya budidaya walet memanfaatkan aset pemda yang nganggur perlu melibatkan Penyintas Covid 19 sebagai simbol optimisme dan membangun harapan Hidup Baru.

“Jika penyintas Covid 19 dilibatkan dlm pemanfaatan asset pemda. Ini perlu dimaknai membangun optimisne dan harapan kepada masyarakat ditengah ujian badai pandemi,” papar Pahmi sembari menambahkan asset idle perlu didata, kemudian didesain pemanfaatannya.

“Jika campaign desaign inovasi ekonomi kreatif yang melibat penyintas meluas, tidak tertutup Kemungkinan akan berpengaruh signifikan terhadap citra baik NTB dimata publik,” tambahnya.

Pahmi melanjutkan, apalagi akan thn 2021/ 2022 akan ada gelaran internasional FIM World Super Bike dan MotorGP , maka Pemprov NTB dan Stakeholder lain perlu membuat terobosan simpatik yang out of the box untuk memoles citra baik NTB ditengah pandemi agar publik nasional dan internasional terbangun empati dan humanisme.

“Ide Mi6 memberdayakan kaum penyintas haruslah dimaknai dalam kerangka membangun sisi lain (back stafe) dan optimisme dibalik opini-opini yang kontraproduktif selama ini,” tukas Pahmi.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article