Dianggap Meremehkan Pencegahan Covid 19, Warga Prabumulih Gugat Walikotanya

Apriansyah
6 Min Read

jfID– Karena Terkesan, anggap remeh dan lalai dalam Menerapkan anjuran pemerintah Tentang Social Disrancing guna mencegah penyebaran virus corona, Walikota Prabumulih, Ridho Yahya di gugat warganya di pengadilan negri Kota Prabumulih. Senin (20/04/2020).

Ridho Yahya digugat oleh keempat warganya di karenakan Pemerintah Kota Prabumulih Ridho Yahya Tidak mengikuti arahan dan himbauan dari Bapak Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo pada tanggal 15 Maret 2020.

Melalui Kuasa hukumnya Sapriadi Syamsudin SH, MH, and Partners dan keempat warga Prabumulih tersebut. Sata Amiadi dan ketiga rekannya telah mendaftarkan Gugatan atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Prabumulih karena Wabah virus Corona (Covid-19) yang sekarang menyerang wilayah kota Prabumulih terkesan di remehkan oleh orang no 1 di kota Prabumulih Tersebut.

Sapriadi Syamsudin SH, MH. Selaku kuasa hukum dari pihak penggugat menyampaikan bahwa secara administrasi pendaftaran gugatan tersebut telah cukup sesuai dengan register Perkara Nomor: 2/Pdt.G/2020/PN.Pbm.

Adapun yang menjadi materi gugatan ini adalah bermula dari ucapan tergugat selaku walikota kota Prabumulih pada tanggal 17 Maret 2020 yang pernah di ucapkan walikota Prabumulih pada saat di wawancara i awak media , yakni :

“Dengan libur apakan ada penelitian mengatakan penyakit tidak ada, penyakit Corona berkurang. Tidak ada kan..? Mengapa kita harus takut. Penyakit bukan untuk di takuti tapi untuk di hadapi, kenapa kita harus takut. Kalau ada jaminan libur Corona hilang, ku liburkan besok”

Padahal Seharusnya tergugat Walikota Kota Prabumulih mengikuti arahan dan himbauan dari Presiden Republika Indonesia Ir. H. Joko Widodo pada 15 Maret 2020, menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona (covid-19), serta meminta kepada seluruh masyarakat untuk mulai mengurangi aktivitas di luar rumah dengan cara Kerja Dari Rumah, Belajar dari Rumah dan ibadah di rumah. Kata sapriadi

Lanjutnya Himbauan bapak presiden tersebut telah secara cepat di respon dan ditindak lanjuti oleh kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Namun himbauan tersebut Tidak ditindak lanjuti dan atau di abaikan oleh Tergugat selaku pemegang kekuasaan daerah di kota Prabumulih. Kata sapriadi.

Akibat tidak di tindak lanjuti secara maksimal pencegahan penyebaran virus corona covid-19 di kota Prabumulih ini, pada tanggal 4 April 2020 kota Prabumulih menjadi zona merah dengan penyebaran virus secara lokal.

Bahkan di kota Prabumulih telah ada korban meninggal dunia dari ganasnya virus Corona pada tanggal 23 Maret 2020 yang dinyatakan positif dan menyusul seorang pasien meninggal dunia dengan status Orang Dalam Pengawasan (ODP).

Hingga saat ini yang terkena wabah pandemi Corona tersebut lebih dari 5 orang, yang 2 orang di antaranya merupakan keluarga dari korban pertama meninggal dunia dr. Efrizal Syamsudin. Ujar sapriadi.

Atas ucapan walikota tersebut diatas bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian dan ke hati-hatian yang terkesan menantang keadaan wabah virus Corona di kota Prabumulih. Sehingga perbuatan tersebut termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum karena telah bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Menurut Rosa Agustina dalam bukunya “perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)” dalam menentukan suatu tindakan di kualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 (empat) persyaratan:

  1. Bertentangan dengan yang melanggar hukum
  2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain
  3. Bertentangan dengan kesusilaan
  4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Kami menilai apa yang dilakukan oleh walikota kota Prabumulih juga diduga telah bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU No. 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular. Tutur sapriadi

Sehingga seharusnya pemerintah kota Prabumulih dalam hal ini walikota dapat menggunakan instrumen undang-undang yang sudah ada untuk melakukan penanggulangan penyebaran virus corona secara cepat, baik dan tuntas.

Ketentuan pasal 76 huruf (b) undang-undang Nomor. 23 tahun 2014 menjelaskan bahwa :

“kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang : (b) membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” tutup sapriadi

Setelah selesai proses pendaftaran gugatan di Pengadilan Negeri Prabumulih, kuasa hukum Penggugat mengirimkan surat yang di tujukan langsung kepada :

Ketua Pengadilan Negeri Prabumulih,
Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia,

Dalam Surat Tersebut meminta agar persidangan perkara Gugatan Perbuatan Melangar Hukum (PMH) ini dapat di lakukan secara cepat, dengan pertimbangan bahwa gugatan ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak, apalagi penyebaran virus corona (covid-19) ini sangat cepat dan tidak terbendung lagi penyebaran nya.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article