BLT Dana Desa Bertambah, Pemdes Dituntut Transparan

M. Rizwan
5 Min Read

jfID – Dikeluarkannya Peraturan Mentri Keuangan RI prihal kenaikan jumlah bantuan Covid 19 yang bersumber dari Dana Desa (BLT DD), memberikan angin segar kepada masyarakat terdampak Covid 19. Terutama masyarakat yang kehilangan mata pencahariannya akibat Covid 19. Selasa, 26 Mei 2020.

Pemerintah Pusat memperpanjang masa penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) DD dari tiga bulan menjadi enam bulan. Jumlah BLT DD yang diterima masyarakat pun bertambah yang sebelumnya berjumlah Rp. 1,8 juta menjadi 2,7 juta per KPM.

Sistem pencairannya tetap seperti biasa, hanya diatur dalam II tahapan penyaluran. Untuk 3 bulan pada (tahap pertama) sebanyak Rp. 600.000; dan 3 bulan (tahap kedua) sebanyak Rp. 300.000;  sehingga totalnya menjadi Rp. 2. 700.000; per KPM selama 6 bulan.

Keputusan itu diumumkan Mentri Keuangan sejak aturan ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2020, yang tertuang dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 50/PMK. 07/2020 tentang perubahan kedua atas Peraturan Nomor 205/PMK. 07/2019 tentang pengelolaan Dana Desa.

Dengan adanya regulasi dan ketetapan peraturan tersebut, sekarang kita berharap kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Bonder khususnya dan Desa lain, selaku pihak yang berwenang dalam proses sosialisasi, pendataan dan penyaluran langsung agar mengedepankan keterbukaan informasi publik dan keadilan, agar tidak ada kecemburuan sosial  yang menyebabkan “konflik” ditengah-tengah masyarakat, seperti yang terjadi di beberapa Desa di Kabupaten Lombok Tengah.

“saya rasa hanya itu yang masyarakat inginkan,” kata Amiruddin Kamari, Ketua KTD Desa Bonder.

Amiruddin lantas menerangkan Desa se-Kabupaten Lombok Tengah sudah di cairkan BLT DD nya, terkecuali Desa Bonder, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah.

“ada informasi yang kami himpun dari masyarakat bahwa penyaluran BLT DD di Desa Bonder sengaja ditunda oleh beberapa oknum pemangku kebijakan dengan alasan konflik,” sebutnya.

“Oknum Pemangku kebijakan ini kok nakal, inpres tak diindahkan, jangan-jangan dana Covid 19 ini digunakan untuk hal lain yang kurang manfaat,” sebutnya.

Melihat selama ini, Kata Amiruddin Kamari, masyarakat Desa selalu kritis sebab Anggaran Dana Desa yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat jumlahnya cukup besar, tetapi menurutnya dampak terhadap kesejahteraan rakyat belum begitu significant.

“muncul pertanyaan, kemanakah anggaran milyaran rupiah tersebut ?,” tanyanya.

Padahal, sambung Amiruddin Kamari kalu Pemerintah Desa menerapkan azaz transparansi serta akuntabilitas dalam hal pengelolaan Anggaran, tidak mungkin masyarakat Desa akan ribut.

“jangankan ribut, sekedar curiga saja tidak,” tandasnya.

Menurut Amiruddin Kamari, selama ini yang meresahkan masyarakat adalah ulah oknum yang suka menyeleweng, entah itu Kades maupun para pembantunya.

Karena itu, dirinya (red. Amiruddin Kamari) menekankan agar terbuka dalam memberikan informasi kepada masyarakat sesuai data dan fakta.

“jangan kemudian masyarakat gaduh karena kebohongan yang disampaikan oknum-oknum yang memetik keuntungan dari musibah Covid 19,” sebutnya.

Amiruddin Kamari juga mengakui bahwa tidak sedikit masyarakat yang belum memahami berbagai macam jenis bantuan Pemerintah, baik soal jumlah dan sumber anggaran ataupun data KPM.

“gak perlulah kita membodohi orang yang memang tidak tau persoalan, hati-hati itu uang rakyat, jangan main-main,” peringatinya.

Selanjutnya, BLT DD disebutkan sangat berpotensi terjadinya celah adanya tindakan KKN oleh Oknum Desa. Oleh karenanya Amiruddin Kamari mengajak semua untuk turut serta berperan mengawasinya.

Sebagai informasi untuk diketahui oleh masyarakat Desa bahwa dana BLT DD ini langsung Pemerintah Desa yang buat, dan penyalurannya oleh jajaran Pemdes sendiri, berbeda dengan bantuan lain seperti PKH dan lainya.

“ini penting saya sampaikan karena tidak jarang oleh para oknum Pemdes ketika ditanya warga awam, mereka beralasan bahwa data KPM turun dari Pusat, padahal mereka sendiri yang atur,” urainya.

Amiruddin Kamari juga menyoroti tentang Pemerintah Pusat yang sudah menghapus sanksi terhadap Pemdes yang tidak memakai aturan soal kriteria penerima (red. 14 aturan) yang benar-benar berhak menerima bantuan.

“jadi data KPM itu bisa saja di fiktipkan atau di manipulasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dengan kata lain mereka memanfaatkan situasi dan regulasi untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu,” tutupnya.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article