Peranan KPK Mendorong Investasi

Ahmad Aziz Putra Pratama
7 Min Read

jfid – Persoalan yang selama ini terjadi adalah hambatan investasi banyak berasal dari birokrasi yang berbelit seperti pengurusan perizinan atau berasal dari kewenangan yang dimiliki oleh aparatur sipil negara (ASN). Hambatan lainnya ialah terkait dengan penegakan hukum yang masih transaksional. Dua hal tersebut kerap kali menghambat para investor ketika merealisasikan investasinya. Dalam laporan terbaru Bank Dunia (World Bank, 2019), tingkat kemudahan investasi di Indonesia masih terkendala oleh perilaku korup birokrat dan penegak hukum yang transaksional.

Investasi masih menjadi bagian penting dalam perekonomian Indonesia. Investasi disebut-sebut masih menjadi penopang ekonomi negara, bahkan menjadi kunci pertumbuhan industri. Inilah yang membuat pemerintah mengupayakan peningkatan investasi, bagi asing maupun dalam negeri.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berulang kali menyatakan perhatiannya terhadap oknum mafia birokrasi dan mafia hukum yang menghambat pertumbuhan investasi. Kini, dengan dilantiknya pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2019-2023, maka dunia industri berharap bahwa KPK mampu memutus mata rantai perbuatan koruptif yang kerap kali membuat pelaku dunia industri mau tidak mau berada dalam labirin perbuatan koruptif. Pada prinsipnya, investor secara alamiah tentu menolak segala perbuatan koruptif karena hal tersebut adalah biaya atau cost.

Peristiwa mau tidak mau tersebut berasal dari penggunaan wewenang oknum birokrat dan penegak hukum yang menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya, dan investor kerap sebagai korban perbuatan koruptif tersebut. Investor kerap kali berposisi sebagai korban karena diperlakukan seperti sapi perah ketika mengurus kelengkapan dokumen dan perizinan yang diperlukan untuk investasi. Misalnya, hingga saat ini tidak ada standar waktu dan biaya yang pasti ketika investor mengurus sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).

Pada akhirnya, ketika investor menjadi korban dan masuk dalam labirin perbuatan koruptif, KPK selalu melakukan konstruksi dalam berbagai dakwaan bahwa investor melakukan konspirasi dalam memberikan suap kepada birokrat demi keuntungan investor. Sesungguhnya, paradigma tersebut tak tepat adanya. Sebab keterlibatan investor dalam perbuatan koruptif bermula dari situasi sebab akibat. Birokrasi dan penegakan hukum yang transaksional harus dipandang sebagai faktor sebab dan para investor yang terjerumus dalam perbuatan suap adalah faktor akibat.

Lembaga pemberantasan korupsi memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun perekonomian sebuah negara. Peran tersebut harus terwujud dalam aspek pemberantasan dan pencegahan korupsi. Tidak seimbangnya peran tersebut justru akan menyebabkan gangguan perekonomian sebuah negara. Dalam hal ini artinya, jika KPK lebih menekankan pada fungsi pemberantasan, maka salah satu dampaknya adalah justru terhambatnya arus investasi itu sendiri.

Perlu pemahaman lebih dalam hal ini jika KPK lebih menekankan pada aspek pemberantasan. Dengan kondisi birokrasi yang masih koruptif dan penegakan hukum yang masih transaksional, maka investor yang pada awalnya hendak mendukung misi pembangunan Pemerintah Indonesia justru terjebak dalam situasi koruptif di tengah situasi birokrasi dan penegakan hukum yang masih sarat akan perbuatan koruptif. Publik perlu memahami bahwa pemberian uang suap merupakan beban tambahan bagi investor yang merugikan baik secara materiil maupun imaterial. Kerugian yang dialami investor ini adalah tingginya tingkat ketidakpastian berusaha di Indonesia.

Akar Masalah

Para pimpinan dan Dewas KPK periode 2019-2023 dalam hal ini dapat mengurai persoalan tersebut, baik dari laporan Bank Dunia maupun hasil evaluasi indeks kemudahan berusaha atau ease of doing bussines (EoDB) yang masih menempatkan Indonesia di peringkat 73. Dengan faktor kendala investasi adalah ketidakpastian berusaha di Indonesia.

Sesungguhnya, masih banyak terjadi perbuatan koruptif yang belum terungkap. Artinya, keberadaan KPK masih belum dapat menjadi faktor yang membebaskan para pelaku dunia industri dan investor dari cengkeraman perbuatan koruptif para oknum birokrat. Sebagai evaluasi dari bentuk kinerja KPK pada periode sebelumnya terkait dunia industri dan investor, kinerja KPK hanya berbasis pada pemadam kebakaran. Artinya, hanya menangani secara kasuistis, tanpa menyentuh akar masalah sebenarnya.

Akar masalah sebenarnya pada perbuatan koruptif dan transaksional adalah penyalahgunaan wewenang dari oknum birokrasi maupun penegak hukum. Mengacu evaluasi itu, pimpinan dan Dewas KPK yang baru harus menyelesaikan akar masalahnya, yakni mengapa masih terjadi perbuatan koruptif dan pelayanan secara transaksional di tubuh birokrasi?

Kriminolog William Schuer (2000) menyatakan, cara pemberantasan yang paling efektif adalah dengan mencegahnya. Mengapa demikian? Karena dengan mencegah kejahatan, maka tidak terjadi kejahatan tersebut, sekaligus tidak terjadi kerugian serta tidak memakan korban. Dalam hal ini, yang paling menjadi korban adalah investor itu sendiri.

Jika KPK tidak mengubah paradigma dalam memerangi korupsi, maka investor akan tetap selalu menjadi korban oknum birokrat yang koruptif maupun sebagai korban ketika situasi mau tidak mau tersebut sebagai perbuatan pidana oleh KPK. Hal ini tentu berdampak pada tingkat investasi yang masuk ke Indonesia.

Harapan pada pimpinan dan Dewas KPK dalam mendorong investasi di Indonesia adalah dengan mengurai kendala ketidakpastian usaha yang mengganggu dunia usaha, yang akhirnya secara komersial selalu merugikan investor. Efek jangka panjang jika situasi ini tidak bisa diselesaikan adalah akan terus menurunnya minat investor (baik PMA atau PMDN) dalam berinvestasi di Indonesia.

Satu-satunya cara untuk mendorong investasi dan melindungi para pelaku usaha dari situasi mau tidak mau yang diciptakan oknum birokrat korup adalah dengan mencegahnya. Tindakan pencegahan oleh KPK memegang peranan yang sangat penting dalam mendorong laju investasi di Indonesia. Investasi merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi prioritas di Indonesia saat ini, karena berkaitan dengan pembangunan, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.

Artinya, ketimbang mengembangkan pola-pola konvensional pemberantasan korupsi , KPK akan lebih baik mengembangkan strategi pencegahan seperti terlibat dalam pengembangan OSS , e-budgeting, e-court, dan platform pelayanan birokrasi dan penegakan hukum lainnya. Sehingga, tidak memberi kesempatan pada birokrat maupun penegak hukum dari perbuatan koruptif sekaligus melindungi para investor dari labirin birokrasi koruptif.


*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article