Pedagang Pasar Ngambek, Usai Tiktok dilarang, Mereka Minta Tutup Shopee dan Lazada pada Pemerintah

Noer Huda
6 Min Read
Pedagang marah! Minta shopee dan lazada juga turut diblokir (jfid)

jfid – Belanja online kini menjadi gaya hidup bagi banyak orang, terutama di masa pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas dan interaksi sosial. Dengan hanya beberapa klik di smartphone atau laptop, kita bisa mendapatkan barang-barang yang kita inginkan tanpa harus keluar rumah.

Tak hanya itu, kita juga bisa memanfaatkan berbagai promo, diskon, dan cashback yang ditawarkan oleh platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, dan TikTok Shop.

Namun, tidak semua orang senang dengan perkembangan e-commerce ini. Beberapa pedagang di pasar tradisional merasa dirugikan oleh persaingan e-commerce yang dinilai tidak sehat dan tidak adil.

Mereka bahkan meminta pemerintah untuk menutup Shopee dan Lazada, selain TikTok Shop, karena mereka menganggap platform-platform tersebut sebagai ancaman bagi usaha mereka.

Apakah tuntutan pedagang tradisional ini beralasan? Apakah e-commerce benar-benar merugikan pasar tradisional? Ataukah ada manfaat yang bisa diperoleh dari e-commerce bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)?

Salah satu alasan pedagang tradisional meminta penutupan Shopee dan Lazada adalah karena mereka merasa kalah bersaing dengan harga barang-barang yang dijual di platform-platform tersebut.

Mereka mengklaim bahwa barang-barang di e-commerce lebih murah karena mendapat subsidi dari pihak platform, sehingga membuat konsumen beralih dari pasar tradisional ke e-commerce.

Namun, apakah benar bahwa harga barang-barang di e-commerce lebih murah daripada di pasar tradisional?

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) pada tahun 2021, harga barang-barang pokok di e-commerce rata-rata lebih tinggi 2,5 persen daripada di pasar tradisional.

Hal ini disebabkan oleh biaya pengiriman dan pajak yang dikenakan pada transaksi e-commerce.

Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa konsumen yang berbelanja di e-commerce tidak sepenuhnya meninggalkan pasar tradisional.

Sebagian besar konsumen masih membeli barang-barang segar seperti sayur, buah, daging, dan ikan di pasar tradisional karena mereka mengutamakan kualitas dan kesegaran produk.

Konsumen juga masih membutuhkan interaksi sosial dan pengalaman belanja langsung yang hanya bisa didapatkan di pasar tradisional.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa e-commerce dan pasar tradisional memiliki segmen pasar yang berbeda dan saling melengkapi.

E-commerce lebih cocok untuk barang-barang yang tidak mudah busuk, memiliki variasi yang banyak, dan membutuhkan waktu pengiriman yang cepat.

Sedangkan pasar tradisional lebih cocok untuk barang-barang segar, memiliki kualitas yang terjamin, dan membutuhkan sentuhan personal.

Selain sebagai sarana belanja online bagi konsumen, e-commerce juga merupakan peluang bagi UMKM untuk mengembangkan usaha mereka.

Dengan menggunakan platform e-commerce, UMKM bisa menjangkau pasar yang lebih luas, baik nasional maupun internasional. Mereka juga bisa memanfaatkan fitur-fitur yang ditawarkan oleh platform e-commerce seperti sistem pembayaran, logistik, pemasaran, dan lain-lain.

Salah satu contoh kesuksesan UMKM yang memanfaatkan e-commerce adalah TikTok Shop. TikTok Shop adalah fitur baru dari aplikasi TikTok yang memungkinkan pengguna untuk berjualan langsung melalui video singkat.

Dengan menggunakan TikTok Shop, UMKM bisa menampilkan produk-produk mereka secara kreatif dan menarik perhatian konsumen dengan mudah.

Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2022, ada sekitar 3 juta UMKM yang telah bergabung dengan TikTok Shop dan berhasil meningkatkan omzet mereka hingga 300 persen. Beberapa UMKM bahkan mampu menembus pasar global dan mendapatkan penghargaan dari TikTok sebagai The Best Seller of The Year.

E-commerce dan pasar tradisional memiliki peran dan fungsi yang berbeda bagi perekonomian Indonesia. E-commerce bukanlah musuh bagi pasar tradisional, melainkan mitra yang bisa saling mendukung dan memberikan manfaat bagi UMKM. Oleh karena itu, penutupan Shopee dan Lazada, selain TikTok Shop, bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini.

Sebaliknya, pemerintah perlu memberikan solusi yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak. Beberapa solusi yang bisa dilakukan adalah mendorong sinergi antara e-commerce dan pasar tradisional.

Misalnya dengan membuat program kemitraan, kolaborasi, atau integrasi antara platform-platform e-commerce dengan pedagang-pedagang di pasar tradisional; memberikan bantuan dan fasilitas bagi UMKM yang ingin bergabung dengan e-commerce, misalnya dengan memberikan bimbingan, pelatihan, modal, atau insentif lainnya.

serta mengatur dan mengawasi transaksi e-commerce agar sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku, misalnya dengan memberlakukan pajak, sertifikat halal, perlindungan konsumen, atau kebijakan lainnya.

Dengan demikian, diharapkan e-commerce dan pasar tradisional bisa hidup berdampingan secara harmonis dan saling menguntungkan. E-commerce dan pasar tradisional adalah dua sisi mata uang yang sama, yaitu kemajuan ekonomi Indonesia. Mari kita dukung dan hargai keduanya.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article