jfid – Anwar Usman, ketua Mahkamah Konstitusi (MK), telah diberhentikan dari jabatannya oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa, 7 November 2023. Ia terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Perkara ini menimbulkan kontroversi karena dianggap membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, untuk menjadi calon wakil presiden di Pilpres 2024. Apakah putusan MKMK ini akan mempengaruhi pencalonan Gibran? Apakah Gibran akan tetap maju sebagai cawapres, atau mundur dari bursa politik? Bagaimana tanggapan publik dan para elite politik terhadap putusan MKMK dan nasib Gibran? Berikut adalah ulasan mendalam tentang Anwar Usman jatuh, Gibran Rakabuming Raka terancam?
Dari Hakim ke Terdakwa: Kasus Anwar Usman
Anwar Usman adalah seorang hakim karir yang telah mengabdi di MK sejak tahun 2013. Ia terpilih sebagai ketua MK pada tahun 2018, menggantikan Arief Hidayat. Ia dikenal sebagai sosok yang tegas, cerdas, dan berwibawa. Ia juga memiliki hubungan kekerabatan dengan Gibran Rakabuming Raka, yaitu sebagai paman dari istri Gibran, Selvi Ananda.
Pada tahun 2023, MK mengadili perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perekat Nusantara, sebuah organisasi sosial yang dipimpin oleh Gibran. Perkara ini menguji Pasal 6A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang mengatur syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Pasal tersebut menyebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden harus berusia paling rendah 40 tahun pada saat pendaftaran sebagai calon. Pemohon meminta agar MK menghapus syarat usia tersebut, dengan alasan bahwa syarat usia tidak relevan dengan kualitas dan kapabilitas calon presiden dan wakil presiden.
Pada 17 Oktober 2023, MK mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan pemohon. MK menyatakan bahwa syarat usia calon presiden dan wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. MK juga menyatakan bahwa syarat usia calon presiden dan wakil presiden harus ditentukan oleh undang-undang, bukan oleh UUD 1945. Putusan ini diambil dengan suara bulat oleh sepuluh hakim konstitusi, termasuk Anwar Usman sebagai ketua MK.
Putusan MK ini mendapat berbagai reaksi dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang mendukung adalah Gibran Rakabuming Raka, yang menganggap putusan MK sebagai kemenangan bagi demokrasi dan keadilan. Ia mengatakan bahwa putusan MK memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden, tanpa dibatasi oleh syarat usia. Ia juga mengatakan bahwa putusan MK membuka peluang bagi dirinya untuk maju sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024, berpasangan dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra dan Menteri Pertahanan.
Salah satu pihak yang menolak adalah Petrus Selestinus, seorang pengacara dan aktivis yang mewakili Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang menentang perkara batas usia cawapres. Ia mengatakan bahwa putusan MK adalah putusan yang tidak adil, tidak logis, dan tidak konstitusional. Ia mengatakan bahwa putusan MK melanggar prinsip check and balance, karena menghapus syarat usia yang telah ditetapkan oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Ia juga mengatakan bahwa putusan MK bermotif politik, karena menguntungkan Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Presiden Joko Widodo dan calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.
Petrus Selestinus kemudian melaporkan Anwar Usman dan sembilan hakim konstitusi lainnya ke MKMK, dengan tuduhan melakukan pelanggaran etik dalam memutus perkara batas usia cawapres. Ia mengatakan bahwa Anwar Usman memiliki konflik kepentingan dalam perkara tersebut, karena memiliki hubungan kekerabatan dengan Gibran. Ia juga mengatakan bahwa Anwar Usman mempengaruhi hakim konstitusi lainnya untuk mengabulkan permohonan pemohon, dengan cara memberikan tekanan, iming-iming, atau ancaman. Ia juga mengatakan bahwa Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya tidak menjaga kerahasiaan rapat permusyawaratan hakim (RPH), dan membocorkan informasi penting kepada pihak luar.
MKMK kemudian menggelar sidang putusan terhadap Anwar Usman dan sembilan hakim konstitusi lainnya pada 7 November 2023. Sidang ini dipimpin oleh Hamdan Zoelva, mantan ketua MK yang kini menjadi anggota MKMK. Sidang ini berlangsung selama kurang lebih satu jam, dan dihadiri oleh Anwar Usman dan sembilan hakim konstitusi lainnya, serta Petrus Selestinus sebagai pelapor.
Dalam sidang tersebut, MKMK menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK. MKMK menyatakan bahwa Anwar Usman tidak dapat menjaga independensi, integritas, dan profesionalisme hakim konstitusi, dan tidak dapat menjaga kehormatan dan martabat MK. MKMK juga menyatakan bahwa Anwar Usman memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara batas usia cawapres, dan tidak menghindari konflik kepentingan tersebut.
Selain itu, MKMK juga menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada sembilan hakim konstitusi lainnya, yaitu Aswanto, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny Nurbaningsih, I Dewa Gede Palguna, Manahan M.P. Sitompul, Maria Farida Indrati, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Zainul Arifin. MKMK menyatakan bahwa sembilan hakim konstitusi tersebut tidak dapat menjaga informasi rahasia dalam RPH, dan membiarkan terjadinya konflik kepentingan dalam perkara batas usia cawapres.
Putusan MKMK ini merupakan putusan pertama yang menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada ketua MK. Putusan ini juga merupakan putusan yang mengejutkan dan mengguncang dunia politik dan hukum di Indonesia. Putusan ini juga berpotensi mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024.
Nasib Gibran Rakabuming Raka
Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, adalah sosok yang tidak asing lagi di dunia politik Indonesia. Sejak menjadi Wali Kota Solo pada tahun 2020, ia telah menunjukkan kinerja yang baik dalam memimpin kota kelahirannya. Ia juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan bisnis, seperti Perekat Nusantara, Martabak Markobar, dan Goola. Namun, ambisi politiknya tidak berhenti di sana. Ia kini tengah bersiap untuk maju sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024, berpasangan dengan Prabowo Subianto, mantan rival ayahnya.
Bagaimana mungkin putra Presiden Joko Widodo bisa berkoalisi dengan Prabowo Subianto, yang pernah berseteru dengan ayahnya dalam dua kali Pilpres? Apa motivasi dan visi Gibran dalam mencalonkan diri sebagai cawapres? Bagaimana tanggapan publik dan para elite politik terhadap pencalonan Gibran? Dan apa saja tantangan dan peluang yang dihadapi Gibran dalam meraih kursi nomor dua di Indonesia?
Dari Solo ke Jakarta: Perjalanan Politik Gibran
Gibran Rakabuming Raka lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 1 Oktober 1987. Ia adalah anak pertama dari pasangan Joko Widodo dan Iriana. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan bakat kepemimpinan dan kewirausahaan. Ia pernah menjadi ketua OSIS di SMP Negeri 8 Solo, dan juga membuka usaha kuliner bersama teman-temannya. Ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada, jurusan Manajemen, dan lulus pada tahun 2009. Ia kemudian bekerja di Bank Mandiri, sebelum akhirnya memutuskan untuk berbisnis sendiri.
Gibran memulai bisnisnya dengan membuka Martabak Markobar, sebuah gerai martabak yang menawarkan berbagai varian rasa dan topping. Bisnis ini berkembang pesat, dan kini memiliki lebih dari 100 cabang di seluruh Indonesia. Gibran juga mengembangkan bisnis lainnya, seperti Goola, yang menjual minuman tradisional, dan Chili Pari, yang menjual makanan pedas. Gibran mengaku bahwa ia terinspirasi oleh ayahnya, yang juga seorang pengusaha sebelum menjadi politisi.
Namun, Gibran tidak hanya puas dengan menjadi pengusaha sukses. Ia juga ingin mengikuti jejak ayahnya dalam berkarier politik. Ia mengaku bahwa ia tertarik dengan dunia politik sejak ayahnya menjadi Wali Kota Solo pada tahun 2005. Ia sering mendampingi ayahnya dalam berbagai kegiatan dan acara, dan belajar banyak dari pengalaman ayahnya. Ia juga mengikuti perkembangan politik nasional, dan membentuk organisasi sosial bernama Perekat Nusantara, yang bertujuan untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada tahun 2020, Gibran memutuskan untuk maju sebagai calon Wali Kota Solo, menggantikan ayahnya yang sudah dua periode menjabat. Ia didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai politik yang dipimpin oleh neneknya, Megawati Soekarnoputri. Ia juga mendapat dukungan dari partai-partai lain, seperti Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Hanura. Ia berpasangan dengan Teguh Prakosa, seorang pengusaha dan aktivis sosial.
Dalam pemilihan umum, Gibran berhasil mengalahkan rivalnya, Bagyo Wahyono, yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Ia meraih suara sebanyak 85,57 persen, sementara Bagyo hanya mendapat 14,43 persen. Gibran pun resmi dilantik sebagai Wali Kota Solo pada 26 Februari 2021, bersama dengan Teguh Prakosa sebagai Wakil Wali Kota.
Sebagai Wali Kota Solo, Gibran melanjutkan program-program yang telah dilakukan oleh ayahnya, seperti pengembangan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pelestarian budaya. Ia juga menghadapi berbagai tantangan, seperti pandemi Covid-19, bencana alam, dan konflik sosial. Ia menangani semua masalah ini dengan bijak dan tegas, dan mendapat apresiasi dari masyarakat. Ia juga menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan berbagai elemen masyarakat.
Gibran tidak berhenti di Solo. Ia kini tengah mempersiapkan diri untuk maju sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024, berpasangan dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra dan Menteri Pertahanan. Ia mengaku bahwa ia mendapat tawaran dari Prabowo untuk menjadi cawapresnya, dan ia menerima tawaran tersebut dengan senang hati. Ia mengatakan bahwa ia ingin belajar dari Prabowo, yang merupakan tokoh senior dan berpengalaman dalam dunia politik dan militer. Ia juga mengatakan bahwa ia ingin membawa perubahan positif bagi Indonesia, bersama dengan Prabowo.
Dari Jokowi ke Prabowo: Koalisi Politik Gibran
Salah satu hal yang mengejutkan publik adalah koalisi politik antara Gibran dan Prabowo. Bagaimana mungkin putra Presiden Joko Widodo bisa berkoalisi dengan Prabowo Subianto, yang pernah berseteru dengan ayahnya dalam dua kali Pilpres? Apakah ini merupakan sebuah rekonsiliasi politik, atau sebuah pengkhianatan politik?
Gibran mengatakan bahwa koalisi antara dirinya dan Prabowo bukanlah sebuah pengkhianatan politik, melainkan sebuah rekonsiliasi politik. Ia mengatakan bahwa ia dan Prabowo memiliki visi dan misi yang sama, yaitu membangun Indonesia yang lebih maju, adil, dan sejahtera. Ia juga mengatakan bahwa ia dan Prabowo tidak memiliki dendam atau permusuhan pribadi, melainkan hanya perbedaan pandangan politik. Ia mengatakan bahwa ia dan Prabowo saling menghormati dan menghargai, dan bersedia bekerja sama untuk kepentingan bangsa dan negara.
Gibran juga mengatakan bahwa koalisi antara dirinya dan Prabowo bukanlah sebuah hal yang baru, melainkan sebuah kelanjutan dari kerjasama yang telah terjalin sebelumnya. Ia mengatakan bahwa Partai Gerindra adalah salah satu partai politik yang mendukung pencalonannya sebagai Wali Kota Solo pada tahun 2020. Ia juga mengatakan bahwa Prabowo adalah salah satu tokoh yang memberikan dukungan dan saran kepadanya dalam menjalankan pemerintahan di Solo. Ia mengatakan bahwa ia dan Prabowo sudah memiliki hubungan yang baik dan harmonis, dan siap untuk meningkatkan hubungan tersebut menjadi hubungan yang lebih strategis dan sinergis.
Gibran juga mengatakan bahwa koalisi antara dirinya dan Prabowo bukanlah sebuah hal yang aneh, melainkan sebuah hal yang wajar. Ia mengatakan bahwa dalam dunia politik, tidak ada yang abadi, kecuali perubahan.