Ketika Gelar Habib Jadi Komoditas Murah Meriah

Noer Huda By Noer Huda - Content Creator
2 Min Read

jfid – Pernahkah Anda terkejut dengan berita bahwa gelar “habib” ternyata bisa menjadi sebuah komoditas yang dipalsukan?

Ternyata, tanah air kita tak hanya dipenuhi dengan cerita wayang, tetapi juga dengan drama kehidupan nyata keturunan Nabi Muhammad alias Habib.

Dari kedatangan Kaum Hadrami dari Yaman pada abad ke-12 hingga pendirian Rabithah Alawiyah pada tahun 1928, Indonesia dihiasi dengan kisah-kisah tentang kemunculan dan penyebaran garis keturunan suci.

Namun, seperti yang sering terjadi dalam sebuah drama, konflik tak pernah jauh dari nasib para tokohnya.

Ad image

Kali ini, nasab itu sendiri menjadi sorotan setelah Imaduddin Utsman Al Bantanie mengemukakan penelitian kontroversial yang menyimpulkan bahwa nasab Nabi Muhammad terputus pada keturunan ke-10.

Berdasarkan rujukan kitab-kitabnya, Imaduddin menemukan bahwa tidak ada catatan sejarah yang mencatat nama Ubaidillah sebagai leluhur Bani Alawi—marga Hadrami yang berpindah ke Indonesia. Ubaid adalah anak Ahmad bin Isa, keturunan ke-10 Rasulullah. Kesimpulan kontroversial ini memicu debat yang memanas di kalangan para ahli dan masyarakat.

Namun, Rabithah Alawiyah, lembaga yang bertanggung jawab atas urusan keturunan dan warisan spiritual, dengan tegas menolak klaim tersebut.

Mereka berargumen bahwa Imaduddin hanya mengacu pada kitab-kitab modern yang seringkali memiliki kesalahan dalam penyalinan dan interpretasi. Jadi, siapa yang seharusnya dipercaya?

Sementara kita terjebak dalam perdebatan tentang keturunan, ada satu lagi masalah yang tak kalah menarik: pemalsuan gelar habib. Siapa sangka, gelar mulia ini ternyata bisa dipalsukan?

Mengutip dari halaman Tempo, beberapa oknum nekat memalsukan logo Rabithah Alawiyah dan menjual gelar habib palsu. Mereka mungkin menganggap ini hanya sebagai permainan, namun Rabithah Alawiyah tak main-main dalam menangani hal ini.

Mereka segera melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib dan mengumumkan identitas para habib palsu kepada publik.

Ironisnya, ini mungkin menjadi satu-satunya kasus di mana gelar palsu lebih populer daripada yang asli!

Share This Article