jfid – Chile, negara yang terletak di Cinturon de Fuego del Pacifico, sering mengalami gempa bumi yang kuat dan merusak. Pada tahun 2010, gempa berkekuatan 8,8 skala Richter mengguncang negara itu dan menewaskan lebih dari 500 orang.
Pada tahun 2015, gempa berkekuatan 8,3 skala Richter juga menghantam Chile dan menyebabkan tsunami. Dan baru-baru ini, pada hari Sabtu, 3 Februari 2024, Chile kembali diguncang oleh sejumlah gempa bumi yang berbeda-beda magnitudo dan kedalaman.
Menurut laporan dari Centro Sismológico Nacional (CSN), lembaga yang bertanggung jawab untuk memantau aktivitas seismik di Chile, ada setidaknya empat gempa bumi yang terjadi pada hari Sabtu.
Gempa pertama terjadi pada pukul 01:23 waktu setempat, dengan magnitudo 3,6 dan kedalaman 192 km, di Socaire, sebuah desa di kawasan Andes.
Gempa kedua terjadi pada pukul 06:10 waktu setempat, dengan magnitudo 3,3 dan kedalaman 64 km, di Andacollo, sebuah kota di wilayah Coquimbo.
Gempa ketiga terjadi pada pukul 09:27 waktu setempat, dengan magnitudo 3,1 dan kedalaman 35 km, di La Caldera, sebuah kota di wilayah Atacama.
Dan gempa keempat terjadi pada pukul 10:14 waktu setempat, dengan magnitudo 3,0 dan kedalaman 33 km, di Valparaíso, sebuah kota pelabuhan yang terkenal dengan arsitektur kolonialnya.
Meskipun gempa-gempa tersebut tidak menimbulkan kerusakan yang signifikan atau korban jiwa, tetapi tetap menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan di kalangan masyarakat Chile.
Banyak yang bertanya-tanya, apakah bumi sedang marah? Apakah ini pertanda akan terjadinya gempa bumi yang lebih besar dan lebih dahsyat? Apakah Chile sudah siap menghadapi bencana alam yang tak terduga?
Sebenarnya, gempa bumi adalah fenomena alam yang normal dan sering terjadi di Chile, karena negara itu berada di zona subduksi, yaitu tempat bertemunya dua lempeng tektonik, yaitu lempeng Nazca dan lempeng Amerika Selatan.
Ketika lempeng Nazca menyelam ke bawah lempeng Amerika Selatan, terjadi gesekan dan tekanan yang menyebabkan gempa bumi. Gempa bumi yang terjadi di Chile biasanya memiliki magnitudo yang tinggi dan kedalaman yang rendah, sehingga berpotensi menimbulkan tsunami.
Namun, gempa bumi yang terjadi pada hari Sabtu memiliki karakteristik yang berbeda. Gempa-gempa tersebut memiliki magnitudo yang rendah dan kedalaman yang tinggi, sehingga tidak berbahaya bagi penduduk.
Gempa-gempa tersebut disebut sebagai gempa bumi intralempeng, yaitu gempa bumi yang terjadi di dalam lempeng tektonik, bukan di perbatasan lempeng. Gempa bumi intralempeng biasanya disebabkan oleh deformasi atau patahan di dalam lempeng, yang dipicu oleh gaya tektonik atau termal.